Home » ICW: Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Langgar Konstitusi, Ini 4 Alasannnya

ICW: Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Langgar Konstitusi, Ini 4 Alasannnya

by Erna Sari Ulina Girsang
2 minutes read
Ilustrasi Pemilu. Foto: Ist

ESENSI.TV - JAKARTA

ICW menilai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melanggar mandat konstitusi Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 dengan keputusan yang memenangkan tuntutan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).

Majelis Hakim PN Jakarta Pusat melalui Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst mengatakan tahapan pemilihan umum tahun 2024 yang sudah berjalan harus dihentikan.

Tahapan Pemilu diperintahkan untuk diulang dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari karena proses verifikasi Partai Prima melanggar ketentuan yang berlaku.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan Res Judicata Pro Veritate Habetur (putusan hakim harus dianggap benar) tentu sangat sulit diimplementasikan dalam putusan ini.

“Hasil akhir persidangan ini telah merobek rasa keadilan masyarakat dan merusak tatanan hukum di Indonesia,” tulis ICW dalam laman resminya, seperti dikutip Rabu (15/3/2023).

Untuk itu, ICW memberikan sejumlah catatan, baik dari aspek hukum maupun analisa politik, terhadap putusan tersebut. Berikut penjelasannya.

1. PN Jakpus Tidak Berwenang Memutuskan Perselisihan Pemilu

Secara terang benderang PN Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan gugatan perdata yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur.

Hal ini karena yurisdiksi hukum yang tepat memproses tuntutan Partai PRIMA adalah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Atas konteks itu, maka berdasarkan Pasal 466 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, konteks permasalahan hukum Prima kategori Sengketa Proses Pemilu.

Oleh karenanya, merujuk pada Pasal 468 dan Pasal 470 UU Pemilu, yurisdiksi hukum bukan PN, melainkan Bawaslu dan PTUN.

Baca Juga  195.819 Personel Polri Siaga Amankan TPS di Seluruh Indonesia

2. Penundaan Pemilu Kewenangan KPU Bukan PN

Berdasarkan Pasal 431 dan Pasal 432 UU Pemilu yang dikenal dan didefinisikan secara rinci hanya Pemilu Lanjutan dan Pemilu Susulan, bukan Penundaan.

Itu pun hanya dapat dilakukan jika memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya, kerusuhan, gangguan keamanan, atau bencana alam.

Ditambah, pihak yang menetapkan Penundaan dalam konteks menjalankan Pemilu Lanjutan dan Pemilu Susulan adalah penyelenggara Pemilu, yakni KPU, bukan PN.

3. Tidak Memenuhi Nilai Produk Hukum

Putusan PN Jakarta Pusat sama sekali tidak memenuhi nilai-nilai yang mestinya tercantum dalam produk hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.

Misalnya, untuk keadilan, putusan tersebut telah mengorbankan semua pihak, mulai dari penyelenggara, peserta partai politik lain, dan masyarakat.

Sedangkan nilai kepastian, Majelis Hakim justru mengaburkan ketentuan yang harusnya sudah jelas di dalam konstitusi berkaitan dengan masa waktu pemilu.

4. Mengingkari Keinginan Masyarakat

Putusan PN Jakarta Pusat berupaya mengingkari keinginan masyarakat untuk melaksanakan pemilu pada Februari tahun 2024 mendatang.

Hal ini bisa dibuktikan dengan sejumlah survei, diantaranya, Charta Politica pada November 2022, Indikator Politik Indonesia pada Desember 2021 dan Litbang Kompas pada Maret 2022.

Praktis responden survei dari tiga lembaga itu menginginkan pemilu tepat waktu tahun 2024 di atas 60 persen.*

Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life