Ekonomi

Akhir Jabatan, Utang Menggunung?

Utang, Gali Lubang tutup Lubang

Ketimbang tren seperti keramas, Pak Bas, Hasto, PSSI dan Zidane, kita seharusnya lebih pusing dengan kebijakan utang baru oleh Jokowi untuk membayar utang sebelumnya.

Sistem gali lubang tutup lubang akan membebani generasi mendatang.

Dalam RAPBN 2024, porsi defisit anggaran diagendakan sebanyak 2,29% dari PDB, setara dgn Rp 522,8 triliun. Besaran defisit berasal dari selisih nilai target pendapatan Rp 2.781,3 triliun & alokasi belanja sebesar Rp 3.304,1 triliun.

Penjelasan itu disampaikan Jokowi langsung ketika berpidato di Sidang Paripurna DPR RI, 16 Agustus. kemarin.

Masih dalam rapat yang dihadiri seluruh anggota dewan itu, Jokowi berencana untuk menarik utang baru sebanyak Rp 648,1 triliun agar bisa menambal defisit tadi di tahun depan.

Jumlah utang baru itu tercatat naik 14,9% dari proyeksi alias outlook tahun ini yang sebesar Rp 406,4 triliun.

Hingga Juni kemarin saja, posisi utang negara sudah mencapai Rp 7.805,2 triliun.

Direktur Eksekutif Ideas itu memperkirakan, dengan menimbang kebijakan utang selama ini, tak heran jika di akhir jabatan Jokowi di tahun depan jumlah utang bisa meroket hingga Rp 8.500 triliun.

Belum lagi bila melihat tingkat suku bunga SBN yg diprediksi naik sebab inflasi & tren suku bunga bank sentral secara global, posisi utang negara yang kian hari kian membengkak itu berpotensi juga menimbulkan biaya bunga utang atau cost of fund yang tidak murah.
Di tahun 2020, sebagai contoh pada SBN dengan tenor 10 tahun, suku bunga ada di posisi 5,9%.
Dengan tenor yang sama di 2021, suku bunga SBN meroket hingga 6,4% & naik signifikan lagi setahun berikutnya menjadi 7%.
Kemudian di tahun 2023 sendiri suku bunga SBN diperikaran sebesar 6,8%.

Pembayaran Hutang Ikut Naik

Bersamaan dengan itu, pembayaran bunga hutang juga terkerek naik.
Di 2019 misalnya, bunga hutang tercatat Rp 275,88 triliun. Angkanya kemudian naik jadi Rp 441,4 triliun di 2023.
Sementara dlm RPBN 2024, alokasi bunga hutang naik lagi sebesar 12,7% alias Rp 497,31 triliun.
Lebih jauh dalam pengamatan Direktur CELS Bhima Yudistira, dengan kebijakan penerbitan hutang lebih awal atau front loading untuk 2024, hutang pemerintah bisa menembus Rp 8.100 triliun di akhir tahun ini saja.
Dengan beberapa indikator dari kebutuhan pembiayaan fiskal setelah dikurangi beban bunga hutang, kehati-hatian investor jelang pemilu, hingga crowding out effect sebab penerbitan SBN yang ekspansif, apabila tak dikelola dengn bijak maka rasio hutang berpotensi makin menekan APBN.
Merujuk rupa-rupa kondisi itu, Bhima menegaskan, negara seharusnya menghindari sistem gali lubang tutup lubang untuk menambal pokok & bunga hutang yang sudah ada.
Editor : Farahdama A.P/Addinda Zen
Lyta Permatasari

Recent Posts

Netizen Tolak Rencana Pemerintah Berikan Bansos Kepada Korban Judol

Rencana pemerintah yang mengusulkan untuk memberikan bantuan sosial (Bansos) bagi korban judi online (judol), ditolak…

14 hours ago

Fasilitasi Menparekraf Era Prabowo, Sandi Ajukan Tambahan Dana Rp3,05 T

Menparekraf Sandiaga Uno mengajukan tambahan pagu anggaran 2025 sebesar Rp3.052.364.852.000 dari pagu anggaran sebelumnya yang…

15 hours ago

Kemen PPPA: Perempuan-Anak Bijak Bermedsos Hindari Kekerasan Seksual

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong perempuan dan anak untuk bijak menggunakan…

16 hours ago

Islam, Nalar Publik dan Kemaslahatan Umum

Syariah itu hanya jalan, metode, cara atau fasilitas untuk menjunjung harkat dan martabat manusia, posisi…

18 hours ago

Menko Polhukam: Perangkat Desa Harus Ciptakan Kedamaian Pilkada

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto meminta seluruh perangkat desa memantau tahapan…

21 hours ago

Jutaan Calon Mahasiswa Menanti Kelulusannya ke PTN

Hari ini, tepat tanggal 13 Juni 2024 sekitar pukul 15.00 WIB, jutaan calon mahasiswa menantikan…

2 days ago