Ekonom Universitas Indonesia mengekspektasikan Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan (BI 7 Days Reserve Repo Rate/BI7RRR) di level 5,75% melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2023.
Bank sentral menggelar RDG untuk menentukan kebijakan moneter selama dua hari, yaitu tanggl 23 hingga 24 Agustus 2023.
Teuku Riefky, ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI, mengatakan BI perlu menahan tekanan eksternal terhadap Rupiah di tengah potensi kelanjutan kenaikan suku bunga the Fed sebelum akhir tahun ini.
“Oleh karena itu, kami melihat bahwa BI perlu mempertahankan suku bunga acuan pada level saat ini sebesar 5,75% dengan tetap memantau stabilitas Rupiah dan menjaga inflasi,” jelasnya dalam Seri Analisis Makro BI Board of Governor Meeting Agustus 2023, yang dirilis hari ini, Rabu (23/8/2023).
Dari sisi domestik, pertumbuhan ekonomi yang kuat telah meningkatkan kepercayaan investor terhadap Indonesia, dibandingkan negara berkembang lainnya.
Inflasi yang masih rendah dan terkendali juga menjadi faktor utama yang tidak medesak BI untuk menyesuaikan suku bunga acuan.
Hal ini terjadi di tengah tekanan eksternal yang meningkat mengikuti semakin tingginya ketidakpastian langkah selanjutnya dari the Fed.
BI baru-baru ini memperkuat kebijakan Dana Hasil Ekspor (DHE) untuk meningkatkan cadangan devisa.
Tujuannya meredam gejolak Rupiah yang berasal dari ketidakpastian pengetatan moneter yang agresif oleh the Fed.
Sejak Agustus 2023, eksportir sumber daya alam dengan total nilai ekspor sebesar USD250.000 atau setaranya diwajibkan untuk menyimpan hasil devisa mereka di sistem keuangan dalam negeri.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung BI dalam menjaga depresiasi Rupiah.
Caranya, dengan menyediakan lebih banyak cadangan devisa.
Dengan demikian, cadangan devisa sebesar USD137,7 miliar pada akhir Juli diprediksi akan meningkat pada beberapa bulan mendatang.
Namun demikian, cadangan devisa yang dimiliki saat masih sangat cukup untuk mendukung ketahanan sektor eksternal.
Nilainya setara dengan kemampuan untuk membayar 6,0 bulan impor sekaligus utang luar negeri pemerintah.
“Terlepas dari aksi jual aset, kami melihat bahwa arus modal keluar yang sedang berlangsung di pasar keuangan Indonesia dapat jauh lebih buruk jika BI tidak menerapkan kebijakan moneter yang konsisten dan terbatasnya instrumen direct intervention,” terang Teuku Riefky.*
Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang
#beritaviral
#beritaterkini
JAJARAN Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat menangkap aktor Epy Kusnandar atau yang dikenal…
MUNCUL wacana penggabungan Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Isu…
KEPALA Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Aan Suhanan menyatakan siap mengerahkan 2.446 personel…
PRESIDEN terpilih Prabowo Subianto menargetkan bisa swasembada pangan komoditas strategis, seperti padi, jagung, dan tebu.…
FEDERASI Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) mengumumkan, Kota Surakarta dan Surabaya resmi sebagai tuan rumah…
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menindaklanjuti fakta persidangan permintaan uang sebesar Rp12 miliar oleh auditor…