Home » Greenpeace: UU Bebas Deforestasi UE Sejalan Dengan Komitmen Pemerintah Indonesia

Greenpeace: UU Bebas Deforestasi UE Sejalan Dengan Komitmen Pemerintah Indonesia

by Erna Sari Ulina Girsang
2 minutes read
Tandan Buah Segar Sawit. Foto: dok

ESENSI.TV - JAKARTA

Greenpeace Indonesia menilai Pemerintah Indonesia seharusnya menjadikan Undang-Undang Rantai Pasok Bebas Deforestasi Uni Eropa sebagai momentum untuk menunjukkan komitmen menjalankan kebijakan pembangunan berkelanjutan.

Juru Kampanye Hutan Senior Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra, mengatakan UU Bebas Deforestasi tidak seharusnya dianggap sebagai anti-multilateralisme dan diskriminatif karena pengurangan deforestasi sudah menjadi komitmen global, termasuk Indonesia.

Indonesia, jelasnya, juga telah melakukan komitmen yang sama sebagai anti-deforestasi, yaitu kebijakan moratorium hutan dan target forest and other land uses atau pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan (FOLU) tahun 2030.

Selain itu, dia menilai dalam undang undang baru itu ditetapkan dengan jelas batasan masa deforestasi lahan yang memproduksi komoditas pertanian, yaitu setelah tanggal 31 Desember 2020.

Artinya, ini memberikan kepastian bagi lahan pertanian yang di buka sebelum tanggal tersebut akan diterima di pasar Eropa. Jadi, perusahaan dari Indonesia, cukup membuktikan bahwa lahan yang digunakan telah di buka sebelum tanggal 31 Desember 2020.

Menurut Syahrul, batasan tanggal itu cukup masuk akal, mengingat Indonesia telah memiliki kebun sawit seluas 16,32 juta hektare, sehingga kebijakan moratorium lahan sawit, terutama dari lahan hutan adalah langkah yang tepat.

“Dengan luas kebun sawit saat ini mencapai 16,32 juta hektare, semestinya tak perlu ada lagi pembabatan hutan untuk menambah luas kebun. Sudah saatnya hutan alam yang tersisa di dalam konsesi sawit saat ini dilindungi,” jelasnya, seperti dikutip dari laman resmi Greepeace Indonesia, Jumat (13/1/2023).

Baca Juga  Menko Airlangga Ajak Generasi Muda Untuk Adaptif dan Technology Savvy

Lebih jauh, dia mengatakan regulasi anti deforestasi Uni Eropa tersebut juga bisa membantu petani sawit, khususnya petani swadaya yang telah menerapkan praktik sawit berkelanjutan. Sebab, keberadaan mereka bisa diakui, baik secara hukum maupun dalam rantai pasok, dengan adanya prasyarat ketertelusuran atau traceability.

“Artinya, kehadiran EUDR ini tidak semestinya menjadi hambatan bagi Indonesia. Apalagi Indonesia sedang menerapkan beberapa kebijakan yang sebenarnya sudah sejalan dengan arah Uni Eropa menghentikan deforestasi,” lanjut Syahrul Fitra.

Selain itu, dia menilai Pemerintah sebaiknya serius memperbaiki tata kelola komoditas berkelanjutan, khususnya menyangkut sawit dan kayu. Apalagi, sistem sertifikasi seperti ISPO (Indonesian Sustainable Oil Plan) dan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) yang selama ini sudah diterapkan Indonesia terbukti belum efektif menghentikan deforestasi.

Di sisi lain, Uni Eropa juga dituntut untuk memberikan perhatian dan bekerja sama dengan para petani agar mereka dapat memenuhi prasyarat uji tuntas. Aturan benchmarking setiap negara berdasarkan tingkat deforestasi juga perlu diperjelas, terutama pada aturan teknis di setiap negara anggota Uni Eropa.*

Editor: Erna Sari Ulina Girsang
Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life