Categories: Nasional

Identifikasi Objek Kebudayaan di NTT, Apa Pentingnya?

Sebanyak 109 objek pemajuan kebudayaan dari berbagai kategori  berhasil diidentifikasi para Pandu Budaya. Ini dilakukaan Saat kegiatan Pembekalan Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) di Desa Hoelea II. Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada Juni 2023. Kegiatan yang digelar Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat tersebut diikuti oleh 21 anak dari 12 desa yang tersebar di Kabupaten Lembata.

Dalam pelaksanaannya, para Pandu Budaya menyeleksi objek pemajuan kebudayaan dari tiap kampung adat sebagai prioritas. Kemudian dilakukan penelitian mendalam dan pendokumentasian selama tahun 2023. Sebanyak 21 objek pemajuan kebudayaan terpilih dan masuk beberapa kategori. Yaitu 1 kategori Olahraga Tradisional,  4 kategori Ritus, 4 kategori Teknologi Tradisional, 3 kategori Tradisi Lisan. 6 kategori Pengetahuan Tradisional, 2 kategori Seni, dan 1 kategori Permainan Tradisional.

Pandu Budaya Dibekali Pengetahuan Untuk Identifikasi Objek Kebudayaan

Sebelum mengidentifikasi beberapa objek pemajuan kebudayaan, para Pandu Budaya dibekali sejumlah pengetahuan oleh narasumber lokal. Terkait kebudayaan Lembata. Baik kebudayaan masyarakat adat Lamaholot maupun masyarakat adat Edang. Mereka dilatih agar dapat menjadi Pandu Budaya di Lembata yang bisa menggerakkan pemajuan kebudayaan sesuai dengan amanat undang-undang.

Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Kebudayaan Kabupaten Lembata, Apolonaris Mayan, mengatakan bahwa pembekalan teknis yang dilakukan selama tiga hari (22 s.d. 24 Juni 2023) mampu menggali dan mengidentifikasi potensi-potensi kebudayaan yang ada di desa.

“Sekaligus merumuskan strategi dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan potensi-potensi kebudayaan,” katanya saat pembukaan kegiatan Pembekalan Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) di Desa Hoelea II, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, NTT, Kamis (22/6).

Menurutnya, pembekalan ini menjadi media belajar bagi generasi muda adat kepada tokoh-tokoh adat dalam pelestarian budaya lokal.

“Kami pemerintah daerah sangat mengapresiasi berlangsungnya kegiatan ini. Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan motivasi, spirit, dan semangat bagi generasi muda untuk mengeksplor, menggali seluruh potensi budaya yang ada di sini. Kemudian bisa dikemas dan menjadi warisan budaya. Untuk menambah khazanah budaya yang ada di kabupaten Lembata,” ujar Apolonaris. Ia berharap setelah pembekalan ini masyarakat dapat berperan aktif dalam pelestarian budaya agar tidak hilang atau punah. Karena sangat penting untuk generasi ke depan.

Program Sekolah Lapang Kearifan Lokal

Sekolah Lapang Kearifan Lokal juga memfasilitasi generasi muda untuk bertemu dengan generasi terdahulu agar saling berbincang dan berdiskusi tentang pemajuan kebudayaan. Praktisi budaya lokal Kabupaten Lembata, Eman Ubuq, juga mengapresiasi program Sekolah Lapang Kearifan Lokal.

“Program Sekolah Lapang Kearifan Lokal ini bisa menjadi muatan yang positif untuk dapat terus dikembangkan demi kepentingan pemajuan kebudayaan di daerah kami,” ujarnya.

Kegiatan Pembekalan Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) di Desa Hoelea II, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, bertujuan untuk mengenalkan dan memperkuat budaya lokal. Bukan hanya sebagai penguatan karakter bagi pemuda adat. Tetapi juga bagaimana objek pemajuan kebudayaan menjadi sesuatu yang dapat memberikan dampak bagi kesejahteraan dan ekonomi masyarakat adat sendiri. Setelah pendampingan ini, para Pandu Budaya akan terlibat dalam banyak aktivitas yang berkaitan dengan pemajuan kebudayaan. Dan menjadi inisiator atau penggerak ekspresi kebudayaan.

Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Yani Haryanto, mengatakan bahwa proses sekolah lapang kearifan lokal di Kabupaten Lembata ini sangat luar biasa.

“Kampung ini memiliki potensi-potensi dan nilai-nilai budaya yang sangat luar biasa. Para pandu di sini sangat bersemangat. Mereka sangat kompeten sekali, terlihat dari bagaimana pengenalan akan budaya mereka masing-masing. Hal ini terbukti dari kegiatan dengan waktu yang singkat saja, banyak keragaman objek pemajuan kebudayaan yang teridentifikasi,” ujarnya di hari terakhir pembekalan, Sabtu (24-6-2023).

Editor: Nabila Tias Novrianda/Addinda Zen

Administrator Esensi

Recent Posts

Riset: Putus Cinta Butuh 11 Minggu untuk Merasa Lebih Baik

Putus cinta adalah pengalaman emosional yang berat bagi banyak orang. Sebuah riset terbaru menemukan bahwa…

2 hours ago

Review AC Portable Sanken SAC-55

Sanken, merek elektronik ternama di Indonesia, telah meluncurkan produk AC portable terbaru. Namanya Sanken SAC-55,…

4 hours ago

Riset: Sandwich Generation Tak Punya Dana Darurat

Sebuah riset terbaru telah mengungkap fakta mengejutkan tentang generasi sandwich, yang terdiri dari orang-orang yang…

6 hours ago

Catat! Arab Saudi Terbitkan Aturan Visa Ziarah Tidak Bisa Masuk Mekkah

OTORITAS Arab Saudi menerbitkan kebijakan baru. Pemegang visa ziarah dengan berbagai jenisnya tidak boleh masuk…

11 hours ago

Mei 2024, Total Populasi Kendaraan listrik di Indonesia 144.547 Unit

BANTUAN Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) roda dua tahun 2024 yang telah bergulir,…

14 hours ago

Gempa M2,6 Dieng Jawa Tengah Akibat Sesar Lokal

WILAYAH Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah dan sekitarnya diguncang gempa bumi tektonik pada Kamis, 30 Mei…

16 hours ago