Home » Indonesia Darurat Literasi Akibat Generasi Muda Malas Membaca Buku

Indonesia Darurat Literasi Akibat Generasi Muda Malas Membaca Buku

by Erna Sari Ulina Girsang
3 minutes read
Indonesia darurat literasi akibat masyarakat malas membaca buku sejak dini. Foto: Dok

ESENSI.TV - JAKARTA

Indonesia masuk kategori darurat literasi akibat masyarakat, terutama generasi muda, sangat kurang membaca buku.

Penyebabnya beragam, mulai dari tidak adanya keinginan membaca hingga tidak memiliki akses terhadap buku berkualitas.

Akibatnya, Indonesia masuk ke dalam negara kategori darurat literasi.

Berdasarkan hasil Asesmen Nasional (AN) yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tahun 2021, Indonesia saat ini sedang mengalami darurat literasi.

Yakni satu dari dua peserta didik jenjang SD sampai SMA belum mencapai kompetensi minimum literasi.

Hasil tersebut konsisten dengan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) selama 20 tahun terakhir.

Kondisi ini juga menunjukkan bahwa skor literasi anak-anak Indonesia masih rendah dan belum meningkat secara signifikan.

Kemampuan literasi peserta didik Indonesia masih berada di bawah rata-rata kemampuan literasi peserta didik di negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Selain itu, fakta lain yang ditunjukkan dari hasil AN adalah terdapat kesenjangan pada kompetensi literasi.

Literasi Kawasan 2T Level Terendah

Diungkapkan Mendikbudristek, masih cukup banyak sekolah, terutama yang berada di kawasan 3T dengan peringkat literasi dan numerasi berada pada level satu atau sangat rendah.

Sekolah-sekolah yang berada di level satu dan di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) ini membutuhkan intervensi khusus.

“Sehingga kami menjadikannya sebagai satuan pendidikan penerima buku bacaan bermutu pada program pengiriman buku ini,” jelas Mendikbudristek.

Peningkatan kompetensi literasi tidak dapat dilakukan hanya dengan mengirimkan buku ke sekolah tanpa pendampingan.

Untuk itu, pada program kali ini Kemendikbudristek memfasilitasi sekolah dengan pelatihan dan pendampingan agar buku yang dikirimkan dapat dimanfaatkan secara tepat.

Pendekatan ini, dikatakan Mendikbudristek sudah terbukti mampu meningkatkan kompetensi literasi peserta didik.

Menurut penelitian yang dilakukan dengan responden siswa kelas 1 sampai dengan 3 SD, pelatihan yang menyertai pengiriman buku bacaan meningkatkan nilai literasi siswa sebanyak 8 persen pada kemampuan membaca dan 9 persen pada kemampuan mendengar.

Lebih dari itu, salah satu fokus utama dalam meningkatkan literasi adalah pemilahan buku yang tepat.

“Buku bacaan yang kami kirimkan ke sekolah melalui program ini terdiri dari buku-buku yang berperan sebagai jendela, pintu geser, dan cermin bagi pembaca anak,” ujar Mendikbudristek.

Baca Juga  Kemenag Buka Pendaftaran Pelatihan Menulis Bagi Guru Madrasah

Pada peran sebagai jendela, buku membantu pembaca melihat pengalaman baru yang berbeda dari kehidupannya melalui kejadian yang dialami oleh tokoh cerita.

Sementara itu, dalam perannya sebagai pintu geser, buku membawa pembaca untuk berimajinasi mengeksplorasi dunia baru melalui ilustrasi dan cerita fantasi.

Kemudian, buku berperan sebagai cermin.

Yaitu, buku memberikan kesempatan untuk merefleksikan pengalaman hidupnya sendiri melalui cerita dalam buku.

Buku membantu melihat konteks yang sudah dikenal anak di dalam buku.

Hal ini mendukung peningkatan daya pikir kritis anak dengan melakukan refleksi dengan sekitarnya.

Merdeka Belajar Episode Ke-23 

Untuk melengkapi berbagai program penguatan literasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia.

Program tersebut berfokus pada pengiriman buku bacaan bermutu untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) yang disertai dengan pelatihan bagi guru.

Menteri Dikbudristek Nadiem Anwar Makarim menyampaikan Merdeka Belajar Episode ke-23 adalah sebuah terobosan.

Tujuannya menjawab tantangan rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia akibat rendahnya kebiasaan membaca sejak dini.

“Penyebab rendahnya kebiasaan membaca adalah masih kurang atau belum tersedianya buku bacaan yang menarik minat peserta didik,” ujar Mendikbudristek, dalam keterangannya di laman resmi Kemendikbudristek, dikutip Minggu (16/7/2023).

Program pengiriman buku ke sekolah bukan kebijakan yang baru dilakukan Kemendikbudristek.

Tahun lalu, Kemendikbudristek menyediakan lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu.

Kebijakan ini disertai pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20 ribu PAUD dan SD yang paling membutuhkan di Indonesia.

Ini adalah program pengiriman buku dengan jumlah buku dan jumlah penerima yang terbesar sepanjang sejarah Kemendikbudristek.

Dan yang paling penting adalah bagaimana Pemerintah saat ini menyediakan pelatihan dan pendampingan untuk membantu sekolah memanfaatkan buku-buku yang diterima.

Dengan pelatihan yang diberikan, Mendikbudristek berharap guru-guru dan pustakawan sekolah bisa benar-benar memahami kegunaan dan kebermanfaatan buku yang diterima.

Sehingga, tidak akan ada buku yang menumpuk di perpustakaan karena tidak dimanfaatkan.*

Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

#beritaviral
#beritaterkini

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life