Home » Ini Sejarah Hari Pendidikan Nasional dan Kisah Ki Hadjar Dewantara dan Perjuangannya Mencerdaskan Bangsa 

Ini Sejarah Hari Pendidikan Nasional dan Kisah Ki Hadjar Dewantara dan Perjuangannya Mencerdaskan Bangsa 

by Nazarudin
3 minutes read
Ki Hadjar Dewantara

ESENSI.TV -

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap 2 Mei di seluruh penjuru Indonesia. Sejarah lahirnya hari tersebut tak lepas dari sosok dan perjuangan Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara pada masa kanak-kanak dan masa muda bernama Raden Mas (R.M.) Suwardi Suryaningrat. Namun sesudah dalam pembuangan di Belanda, gelar RM di depan namanya tak dipakai lagi.

Suwardi keturunan ningrat. Ayahnya Kanjeng Pangeran Ario (K.P.A.) Suryaningrat dan Ibunya bernama Raden Ayu (R.A.) Sandiah. Keduanya adalah bangsawan Puro Pakualaman Yogyakarta

Sebagai keluarga bangsawan Suwardi Suryaningrat mendapat kesempatan belajar di Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Dasar Belanda 7 tahun di kampung Bintaran Yogyakarta, yang tidak jauh dari tempat kediamannya.

Sesudah tamat Sekolah Dasar pada, ia masuk Kweekschool (Sekolah Guru) di Yogyakarta.

Lulus dari sekolah tersebut, Suwardi mendapat beasiswa ke STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) atau Sekolah Dokter Jawa di Batavia.

Di STOVIA, Suwardi tak bisa melanjutkan studinya dengan alasan gangguan kesehatan. Namun pencabutan beasiswa ditengarai karena aktivitas politik yang dikerjakannya.

Sejarah Hari Pendidikan Nasional

Sejarah Hari Pendidikan Nasional memiliki latar belakang yang kuat dari pergerakan-pergerakan yang dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara dan sekutu-sekutunya.

Habib Mustopo  dalam buku Sejarah menjelaskan bahwa Ki Hajar Dewantara, bersama dengan rekan-rekannya dr. Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker, mendirikan Indische Partij dengan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.

Kritik yang dituangkan dalam tulisannya yang berjudul Als Ik een Nederlander was (seandainya aku orang Belanda) membuatnya ditangkap dan kemudian diasingkan ke Belanda pada 1913.

Selama masa pengasingannya, ia mengalihkan perhatiannya kepada bidang pendidikan.

Ketika kembali ke Tanah Air pada tahun 1918, Ki Hajar Dewantara menunjukkan komitmennya pada sektor pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922, ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang dikenal dengan nama Taman Siswa.

Awal berdirinya Perguruan Tamansiswa tidak lepas dari peran istrinya Sutartinah seperti dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara “Pemikiran dan Perjuangannya”.

Sutartinah mengingatkan atas gagasannya yang pernah disampaikan kepada K.H. Ahmad Dahlan di Semarang (1919).

Baca Juga  Selamat! PLN Raih Penghargaan Korporasi Terpopuler 2023

Pada pendiri Muhammadiyah itu, Suwardi mengungkapkan harus ada suatu Perguruan Nasional yang mendidik kader-kader perjuangan untuk menentang penjajah. 

Akhirnya Senin Kliwon, 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat dkk mendirikan “Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa” di jl. Tanjung, Pakualaman, Yogyakarta. 

Mereka membuka bagian Taman Anak atau Taman Lare, yaitu satuan pendidikan setingkat Taman Kanak- kanak (Taman Indria).

Taman Siswa sebagai salah satu lembaga pendidikan yang didirikan Ki Hajar Dewantara telah berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan yang memerdekakan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi sistem pendidikan nasional.

Semboyan Pendidikan Taman Siswa

Ki Hajar Dewantara selalu menerapkan tiga semboyan dalam sistem pendidikan di Taman Siswa pada khususnya. Secara filosofis semboyan ini menerangkan tentang peranan seseorang. Semboyan ini berasal dari bahasa Jawa. Berikut bunyi dan maknanya:

  1. Ing ngarsa sung tuladha, artinya ketika di depan kita harus memberi contoh atau suri teladan bagi mereka yang berada di tengah dan belakang.
  2. Ing madya mangun karsa, artinya ketika di tengah kita harus bisa memberikan semangat untuk kemajuan.
  3. Tut wuri handayani, artinya ketika di belakang kita harus mampu memberikan dorongan.

Makna Penting Pendidikan bagi Ki Hajar Dewantara

Melansir LPMP Riau Kemendikbudristek, pada peringatan Taman Siswa ke-30, Ki Hadjar Dewantara mengatakan, “Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu ‘dipelopori’, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri.”

Maksud dari pernyataan Ki Hajar Dewantara tersebut dengan jelas menunjukkan apa yang seharusnya lahir dari proses pendidikan, yakni agar anak-anak mampu berpikir sendiri. Dengan demikian, para siswa menjadi orisinal dalam berpikir dan bertindak. 

Bapak Pendidikan Nasional ini beranggapan bahwa tolok ukur keberhasilan sebuah pendidikan adalah ketika anak mampu mengenali tantangan yang ada di depannya dan tahu bagaimana seharusnya mereka mengatasinya. 

Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 di usia 70 tahun. Hari ulang tahunnya, 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional oleh masyarakat Indonesia.

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life