Home » Kebijakan Relaksasi Mineral, Pemerintah Harus Apa?

Kebijakan Relaksasi Mineral, Pemerintah Harus Apa?

by Administrator Esensi
2 minutes read
Polemik Kebijakan Relaksasi Ekspor Mineral, ASPEBINDO Minta Pemerintah Tinjau Kembali

ESENSI.TV - JAKARTA

Pemberian relaksasi ekspor mineral logam untuk komoditas tembaga, besi, timbal, atau seng sampai dengan 31 Mei 2024 yang diberikan pemerintah masih menuai pro kontra di masyarakat. 

Terkini Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO) yang meminta kebijakan ini agar dapat di pertimbangkan kembali. Gagasan ini disampaikan dalam kegiatan diskusi daring yang diadakan oleh ASPEBINDO pada Jumat, 16 Juni 2023.

Relaksasi Ekspor Harus Diawasi Dengan Ketat

Ketua Umum ASPEBINDO, Anggawira menyampaikan relaksasi ekspor harusnya bukan peraturan yang berdiri sendiri. Namun disertai pengawasan ketat lebih jauh ia mengusulkan kebijakan alternatif yang mengatur perkomoditas mineral.

“Sektor mineral ini produknya berbeda dan tantangannya juga berbeda. Apakah akan lebih baik jika ada aturan perkomoditas supaya kita bisa memfollow up komoditas yang direlaksasi. Selama ini relaksasi diberikan tapi tidak ada dampak nyata untuk kemajuan hilirisasi mineral yang menjadi misi pemerintah,” ujar Anggawira.

Waketum ASPEBINDO Apresiasi Kebijakan Hilirisasi Mineral

Disisi lain, Wakil Ketua Umum ASPEBINDO, Fathul Nugoro mengapresiasi kebijakan hilirisasi mineral yang sudah diterapkan oleh Presiden Jokowi. Untuk itu menurutnya tidak boleh ada alasan untuk menunda hilirisasi mineral yang telah didorong pemerintah.

“Kebijakan ini adalah kebijakan yang positif, karena dampaknya ini bisa sepuluh kali lipat. Begitu kebijakan hilirisasi ini yaitu diantaranya pelarangan ekspor mineral dan membangun industri smelter di dalam negeri. Untuk itu pemerintah harusnya konsisten dan memberikan sanksi yang tegas,” ujar Fathul.

Hadir dalam webinar tersebut Hasyim, Direktur Hilirisasi Mineral dan Batubara Kementerian Investasi/BKPM. Yang memastikan langkah yang diambil pemerintah sudah sesuai dengan semangat hilirisasi mineral yang menjadi program presiden.

 “Kita terus mendorong, pelaku usaha di industri produk ini bisa membangun industri di Indonesia. Kita mengajak para investor dan daerah juga siap saat ini dan kita berikan dukungan kebijakan,” tutur Hasyim, Direktur Hilirisasi Minerba Kementerian Investasi/BKPM.

Baca Juga  Begini Cara Bengkulu Turunkan Angka Stunting Hingga Menjadi 18 Persen

Berkaca dari sudut pandangan hukum, Irine Handika, Tim Bagian Hukum Energi Pusat Studi Energi UGM memandang bahwa relaksasi ekspor mineral ini harus di-follow up. Ia menyoroti perlu adanya bridging policy. Regulasi yang mengatur khusus masing-masing kelompok mineral.

“Kami mengusulkan adanya bridging policy yaitu kebijakan dibawah UU yang mudah untuk dieksekusi yaitu melalui R-Perpres. Di awali dengan mengidentifikasi mineral-mineral yang berperan penting dalam hilirisasi dan mengelompokkan dalam sebuah platform mineral kritis dan strategis,” ujar Irine.

Irine juga menyoroti kedudukan hukum dari relaksasi ini karena seharusnya tata kelola undang-undang peraturan pemerintah tidak boleh menimbulkan norma baru.

Pemerintah Perlu Cermat Atas Kebijakan Ini

“Saya mengajak kita semua memikirkan, apakah kita mau terus merelaksasi ekspor ini dengan Permen tadi, ya. Kalau kita lihat yang namanya permen itu hanya boleh mengatur norma yang bersifat teknis adminstratif dan ada batasan tata undang-undang yaitu permen tidak boleh menimbulkan norma baru artinya apakah sudah tepat pilihan kita untuk mengatur sebuah permen menjadi permen yang sangat powerfull, seperti yang saat ini sudah beberapa kali dilakukan,” tutur Irine

Sebagai penutup, Fathul menambahkan bahwa pemerintah perlu secara cermat memperhatikan kebijakan relaksasi ekspor mineral ini agar tidak kembali terulang kebijakan relaksasi yang tidak konsisten dengan semangat hilirisasi pemerintah.

“Kami dari ASPEBINDO meminta pemerintah untuk meninjau dan memperhatikan kebijakan relaksasi ekspor mineral yang sudah disampaikan yaitu Permen ESDM No. 7 Th. 2023, karena perlu mempertimbangkan arah dan kebijakan yang sudah ditentukan oleh Bapak Presiden. Dari sisi level peraturannya ditetapkan oleh Permen ESDM apakah setara dengan apa yang sudah diamanatkan oleh Undang-Udang No. 3 Th. 2020,” tutup Fathul.

 

Editor: Nabila Tias Novrianda

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life