Juru Bicara MK Fajar Laksono memastikan pengucapan putusan gugatan uji materi sistem pemilu, pada Kamis 15 Juni 2023. MK telah mengirimkan jadwal sidang kepada pemerintah, DPR, dan pihak terkait dalam gugatan tersebut.
“Para pihak pemerintah, DPR, pihak terkait, semuanya dikasih surat panggilan untuk hadir sidang. Hari ini, untuk perkara 114 itu sudah diagendakan nanti pengucapan putusan hari Kamis tanggal 15 Juni, jam 9.30 WIB di Ruang Sidang Pleno bersama dengan beberapa putusan yang lain,” kata dia, di Gedung MK, Jakarta, Senin (12/6).
Fajar mengakui proses penyelesaian perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 ini berlangsung lama. Namun, MK tidak pernah menunda-nunda pembacaan putusan tersebut.
Ia menuturkan, bahwa perkara tersebut telah selesai pada 31 Mei dengan agenda penyampaian kesimpulan para pihak.
Kemudian hakim MK mendalami dan menggelar rapat musyawarah untuk membuat keputusan.
Fajar mengatakan, saat pembacaan putusangugatan UU Pemilu itu, MK berencana menyiapkan pengamanan khusus. Pasalnya, perkara itu sudah mendapatkan perhatian masyarakat luas.
“Saya kira iya (rencana pengamanan khusus) tapi nanti detailnya saya update lagi. Tentu karena kita sadar bahwa ini perkara 114 ini atensi publik luar biasa, ditunggu banyak orang ya. Tentu ada hal-hal yang kita siapkan berkaitan dengan pengamanan terutama,” ungkap dia.
Sebagaimana diketahui, sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur di UU Pemilu digugat ke MK oleh sejumlah orang, di antaranya datang dari partai politik.
Mereka adalah Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Ketika MK memutuskan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka pemilih tidak bisa memilih calon anggota legislatif langsung.
Adapun pemilih hanya bisa memilih partai politik, sehingga partai punya kendali penuh menentukan siapa yang duduk di parlemen.
Sebelumya, sebanyak delapan parpol telah menyatakan sikapnya menolak Pemilu dengan sistem proporsional tertutup, yaitu Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN dan PPP.
Mereka menilai sistem Pemilu proporsional tertutup dinilai sebagai kemunduran bagi demokrasi.
Sedangkan, sistem Pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat.
Rakyat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh parpol.
“Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi,” kata Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, baru-baru ini.
Sistem proporsional terbuka dinilai sudah final ketika disahkan oleh lembaga yang sama.
Yaitu, Mahkamah Konstitusi lewat putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 tentang Sistem Proporsional Terbuka.
Tidak hanya di kalangan politisi, para akademisi dan pengamat politik juga menilai sistem proporsional terbuka seharusnya sudah final.
Kondisi ini sesuai dengan putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 silam.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan MK telah menyatakan proporsional terbuka adalah pilihan konstitusional.
Menurutnya, penafsiran perihal kedaulatan rakyat dalam sistem pemilu telah sesuai penerapan proporsional terbuka.
Editor: Raja H. Napitupulu
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengendalikan inflasi dengan menerapkan strategi kebijakan 4K.…
Baru-baru ini, beredar video Ketua DPRD Garut, Euis Ida Wartiah, yang menjadi sorotan publik setelah…
Pada musim 2024/2025, sejumlah klub Eropa gagal lolos ke kompetisi Eropa akibat masalah finansial yang…
Survei terbaru menunjukkan bahwa penggunaan uang tunai di Indonesia terus menurun pada tahun 2024. Menurut…
Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengingatkan warga penerima untuk tidak…
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun 3.880 unit rumah bagi para korban gempa…