Home » Spiritualitas Tak Pengaruhi Kemajuan Sosial Ekonomi

Spiritualitas Tak Pengaruhi Kemajuan Sosial Ekonomi

by Junita Ariani
2 minutes read
Peneliti di bidang Ilmu Sosial, Budaya dan kajian agama BRIN, Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, M.A.

ESENSI.TV - JAKARTA

Negara yang paling mampu membuat warganya bahagia, populasi di negara itu cenderung menganggap agama tak lagi penting dalam kehidupan mereka. Hal itu jika diukur dari religiosity index dan bahkan menganggap agama tak lagi penting dalam kehidupan.

Di negara yang masyarakatnya didominasi oleh mayoritas beragama dan menyatakan agama merupakan sesuatu yang penting cenderung pemerintahannya korup.

Demikian disampaikan Peneliti di bidang Ilmu Sosial, Budaya dan kajian agama BRIN, Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, M.A.

“Maka dari itu agama dikaitkan dengan perekonomian, pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya. Sehingga dengan ini ada korelasi atau ke bersinggungan antara agama dan kehidupan” tegasnya dalam keterangannya, Senin (1/4/2024) di Jakarta.

Di beberapa daerah, pembangunan sekolah yang terpinggirkan, tidak dilakukan oleh pemerintah. Biasanya dilakukan oleh ormas keagamaan. Diantaranya dari Muhammadiyah, NU dan lain sebagainya.

Ia juga memberikan contoh bahwa Uni Emirat Arab dan negara Islam lainnya di kawasan Timur Tengah saat ini memiliki kenaikan perekonomian. Dan juga seimbang dengan nilai keagamaannya.

“Ini merupakan potret dari kesuksesan di akhirat, merupakan hasil dari kesuksesan di dunia” imbuhnya.

“Makna Min Atsaris Sujud tidak bisa dalam bentuk fisik seperti diri kita, seharusnya dari dalam diri. Lalu doktrin Al-Ma’un dimana kita bisa hidup dengan nyaman dan membiarkan kaum miskin, sakit dan lain sebagainya hidup di sekitar. Sudah seharusnya kita dapat saling membantu satu sama lain.” tambah Prof. Ahmad Najib.

Paradoks Agama dan Etika

Pipip A. Rifai Hasan, Ph.D. (Ketua PIEC) mengungkapkan satu paradoks kontroversi antara agama dan etika sangat menarik perhatian.

“Sebagai contoh bahwa dalam agama di India mempraktikkan ajaran etika untuk berlaku secara etis dalam pekerjaan. Tetapi korupsi, penyuapan, nepotisme sangat merajalela,” ungkapnya.

Baca Juga  Industri Olahraga, Perekonomian Nasional, dan Tantangannya

Kegairahan agama yang sangat kuat di India, banyak berlaku di Indonesia juga. Contoh mudahnya saat Pemilu Februari 2024 lalu.

“Religuitas dan spiritualitas berbasis agama bisa mendukung perilaku yang tidak etis. Kemudian bisa mempengaruhi cara seseorang dalam bersikap terhadap lingkungan kerja,” kata Pipip.

“Tiap individu yang berperilaku tidak sesuai dengan etika keagamaan yang diklaim, bisa jadi dilakukan karena eksternal. Seperti halnya di Indonesia, korupsi tersebut bukan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki uang. Melainkan karena keserakahan dari orang yang melakukan tindakan tersebut,” tuturnya.

Fakta Spiritual dan Kemajuan Ekonomi

Dikutip dari Viva.co.id, ternyata ada beberapa negara maju yang tak bertuhan atau tidak memiliki agama di dunia dengan alasan-alasan tertentu.

Agama atau religi sendiri merupakan sebuah sistem yang mengatur tentang kepercayaan dan peribadatan Kepada Tuhan Yang Mahakuasa.

Religi juga mengatur tata kaidah yang berkaitan dengan budaya dan pandangan dunia dengan tatanan kehidupan. Tapi, untuk beberapa orang mungkin tak meyakini eksistensi Tuhan atau dinamakan sebagai ateis.

Ateis atau ateisme merupakan salah satu pandangan filosofi yang tak percaya dengan kehadiran Tuhan dan dewa-dewi. Di berbagai belahan dunia, terdapat sejumlah negara maju yang banyak masyarakatnya tidak mempercayai Tuhan atau Dewa.

Selain itu, tingkat religiusitas negara sangat erat hubungannya dengan PDB per kapita negara tersebut.
Negara-negara dimaksud adalah China, Belanda, Jepang, Prancis. Berikutnya, Swedia, Spanyol, Slovenia, dan Ceko. *

Editor: Raja H. Napitupulu

#beritaviral
#beritaterkini

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life