Pasca Ramadhan tahun 2024, kenaikan harga bahan pokok dari beras, telur, daging, dan kebutuhan pangan lainnya, belum juga surut. Hal itu menyebabkan inflasi harga pangan bergejolak atau volatile food mencapai lebih dari 8%.
Angka ini tiga kali lebih tinggi dari inflasi umum yang di bawah 3%.
Lonjakan harga-harga bahan pokok ini sangat berdampak dan mengganggu kehidupan kelompok masyarakat miskin. Pasalnya, rata-rata 62% dari penghasilan masyarakat miskin digunakan untuk membeli makanan sehari-hari.
Namun kesulitan itu tampaknya tidak dialami oleh Kepala Desa (Kades) dan Bendahara Desa di salah satu Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Tepatnya, di Desa Mensubang, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang.
Kadesnya berinisial FP dan Bendaharanya J, secara hukum terbukti menyelewengkan Dana Desa (DD) senilai hampir setengah miliar rupiah.
Keputusan Hukum dari Pengadilan
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pontianak menetapkan kedua terdakwa tersebut bersalah. Hal itu disampaikannya saat sidang dengan agenda pembacaan putusan, kemarin.
“Kedua terdakwa terbukti bersalah. Mereka terbukti merugikan negara sebesar Rp492 juta dari APBDes tahun anggaran 2020 dan 2021.” Ungkap Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Ketapang Panter Rivay Sinambela saat dikonfirmasi.
Panter mengungkapkan, berdasarkan fakta persidangan, Kades bersama dengan bendahara itu melakukan pencairan bersama. Namun seluruh kerugian dinikmati oleh J selaku Bendahara Desa Mensubang.
“Fakta persidangan lainnya kegiatan tidak ada Laporan Pertanggung jawaban (LPJ). Terdapat kegiatan yang tidak dilaksanakan atau fiktif hingga Kades tidak melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dan menyerahkannya ke Bendahara,” papar Panter.
Atas perbuatannya, lanjut Panter, Kades FP divonis 1 tahun 6 bulan penjara sementara Bendahara J divonis majelis hakim dengan hukuman 3 tahun 6 bulan kurungan penjara.
Memasuki Hari Buruh tahun 2024 ini, mayoritas masyarakat mengaku kesulitan untuk membeli kebutuhan pokok. Selain karena harga-harga yang melambung tinggi, juga disebabkan tidak signifikannya kenaikan gaji atau honor para buruh. Akibatnya dapat dibayangkan bahwa, kesulitan demi kesulitan yang dihadapi masyarakat semakin menciptakan kemarahan dengan perilaku koruptif yang terjadi.
Menurut kamu, kenapa masih ada aparat desa yang berani dan tega melakukan korupsi seperti itu ya? Ditunggu komentarmu.
Editor: Raja H. Napitupulu