Home » INDONESIA PASCA PILPRES 2024

INDONESIA PASCA PILPRES 2024

Renungan seorang Gus Nas Jogja

by Achmat
4 minutes read
Capres dan Cawapres dari nomor urut 02 Prabowo-Gibran memberikan pernyataan resminya usai pencoblosan pada Pemilu 2024.

ESENSI.TV - JAKARTA

Pilpres 2024 sudah selesai, rakyat sudah bersuara dan menentukan pilihan siapa pemimpinnya, genderang demokrasi Indonesia sudah bergema di seluruh pelosok dunia. Saatnya kita, seluruh bangsa, mengibarkan Merah Putih dan menyanyikan Indonesia, bahu-membahu menjaga marwah NKRI.

Janji-janji yang lantang diucapkan oleh Paslon pemenang selama kampanye, wajib segera ditunaikan. Biarlah seluruh rakyat Indonesia yang menjadi pemenang, no leave behind. Selamat datang oposisi yang kuat sebagai sparing partner dan penyeimbang bagi kekuasaan.

Tulisan ini menawarkan perlunya rekonsiliasi sebagai katarsis Kebangsaan setelah Peristiwa Kalabendu dan Terbitnya Kalasuba.

Apa itu Peristiwa Kalabendu dan Terbitnya Kalasuba?

Pada Ramalan Jayabaya tertulis mengenai pembabakan zaman yang terbagi dalam tiga babak kehidupan, yaitu: Zaman Kalawisesa (masa permulaan), kemudian Zaman Kalabendu* (masa kekacuan atau chaos), dan ketiga adalah Zaman Kalasuba (zaman keemasan dengan pemulihan dan pencerahan).

Berikut beberapa poin yang dapat dipertimbangkan:

1. Latar Belakang Peristiwa:

Peristiwa Kalabendu: Peristiwa ini menandai masih simpang siurnya percaturan politik dan hancurnya demokrasi sesudah putusan MK dan MKMK yang secara etika dan hukum masih debatable dan belum sepenuhnya jelas duduk perkaranya. Perlu penelitian dan pengungkapan kebenaran yang komprehensif untuk memahami dampaknya secara luas.

Terbitnya Kalasuba: Peristiwa ini berkaitan dengan penetapan Presiden Terpilih yang bisa jadi memiliki dampak sosial dan politik tertentu. Memahami konteks dan implikasinya penting untuk melihat kebutuhan rekonsiliasi.

2. Definisi Rekonsiliasi:

Rekonsiliasi memiliki definisi yang luas, bisa mencakup pengakuan kesalahan, permintaan maaf, pemulihan hubungan, hingga pemberian kompensasi. Penting untuk menentukan bentuk rekonsiliasi yang tepat sesuai dengan konteks kedua peristiwa tersebut.

3. Pihak yang Terlibat:

Rekonsiliasi biasanya melibatkan para pihak yang secara langsung atau tidak langsung terdampak oleh peristiwa tersebut. Dalam kasus ini, perlu diidentifikasi siapa saja yang perlu dilibatkan dalam proses rekonsiliasi.

4. Tujuan Rekonsiliasi:

Tujuan rekonsiliasi bisa beragam, seperti memperkuat persatuan bangsa, mencegah terulangnya peristiwa serupa, atau memberikan keadilan kepada para korban. Menetapkan tujuan yang jelas akan membantu menentukan bentuk dan pendekatan rekonsiliasi yang tepat.

5. Tantangan dan Hambatan:

Proses rekonsiliasi tidak selalu mudah dan bisa menghadapi berbagai tantangan, seperti perbedaan perspektif, kepentingan yang saling bertentangan, dan luka emosional yang mendalam.

6. Langkah-langkah yang Bisa Dilakukan:

Tergantung pada tujuan dan konteksnya, beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mewujudkan rekonsiliasi antara lain:
1. Keterbukaan dan kejujuran: Semua pihak perlu terbuka dan jujur tentang peristiwa yang terjadi.
2. Dialog dan komunikasi: Perlu ada ruang untuk dialog dan komunikasi yang konstruktif antarpihak.
3. Pengungkapan kebenaran: Kebenaran tentang peristiwa tersebut perlu diungkap melalui proses yang kredibel dan transparan.
4. Keadilan: Jika terdapat pelanggaran hukum atau HAM, perlu ada proses hukum yang adil.
5. Pemulihan: Para korban perlu mendapatkan dukungan dan pemulihan, baik fisik maupun psikologis.
6. Pendidikan dan pembelajaran: Masyarakat perlu diedukasi tentang peristiwa tersebut dan pentingnya rekonsiliasi untuk masa depan.

Sebelum ada masa cooling down bangsa, kita tidak bisa mengambil keputusan tentang perlu tidaknya rekonsiliasi atau bentuk rekonsiliasi yang tepat. Namun, kita berharap informasi penting dari hasil Pilpres dapat membantu seluruh komponen bangsa dalam memahami konsep rekonsiliasi dan mempertimbangkan berbagai aspek yang relevan dengan situasi yang kita gambarkan.

Elaborasi dan Program Aksi

Berikut beberapa poin yang dapat dipertimbangkan:

1. Landasan untuk Rekonsiliasi:

a. Pengakuan dan Penerimaan: Langkah awal rekonsiliasi adalah mengakui dan menerima kebenaran tentang peristiwa yang terjadi, termasuk pelanggaran konstitusi dan penderitaan politik dan demokrasi yang dialami oleh para korban (pihak oposisi maupun partai di luar koalisi). Tanpa pengakuan dan penerimaan, sulit untuk membangun kepercayaan dan membuka jalan untuk rekonsiliasi.

Baca Juga  Special Delivery: Humor Hitam dalam Petualangan yang Tak Terduga

b. Keadilan dan Reparasi: Rekonsiliasi juga membutuhkan keadilan dan reparasi bagi para korban. Ini bisa berupa ‘proses hukum’, kompensasi, atau bentuk pemulihan lainnya. Keadilan dan reparasi penting untuk memberikan rasa hormat kepada “para korban” dan mencegah terulangnya peristiwa serupa.

c. Dialog dan Pemahaman: Rekonsiliasi membutuhkan dialog dan pemahaman antara pihak-pihak yang berbeda pandangan. Dialog ini bertujuan untuk membangun empati dan understanding, serta mencari jalan keluar bersama untuk masa depan yang lebih baik.

d. Komitmen untuk Masa Depan: Rekonsiliasi bukanlah proses sekali jalan, tetapi membutuhkan komitmen jangka panjang untuk membangun masa depan yang lebih adil dan damai. Ini melibatkan perubahan struktural, pendidikan, dan upaya untuk mengatasi akar penyebab konflik.

Tantangan Rekonsiliasi:

Mengatasi Trauma: Peristiwa traumatis seperti Kalabendu dan Terbitnya Kalasuba dapat meninggalkan luka yang dalam bagi para korban dan masyarakat.
Mengatasi trauma ini membutuhkan waktu dan dukungan yang berkelanjutan dengan langkah berikut.

* Menghilangkan Ketidakpercayaan: Ketidakpercayaan antara pihak-pihak yang berbeda pandangan dapat menjadi hambatan besar untuk rekonsiliasi. Membangun kembali kepercayaan membutuhkan waktu, kesabaran, dan tindakan nyata.
* Menghindari Politisasi: Rekonsiliasi rentan terhadap politisasi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Penting untuk menjaga agar proses rekonsiliasi tetap inklusif dan berorientasi pada kepentingan korban dan masyarakat luas.

Kasus Kalabendu dan Terbitnya Kalasuba:

Peristiwa Kalabendu dan Terbitnya Kalasuba di Pilpres 2024 ini merupakan peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia. Rekonsiliasi atas peristiwa ini penting untuk memberikan keadilan kepada ‘para korban’, membangun kembali kepercayaan, dan mencegah terulangnya peristiwa serupa di masa depan. Namun, proses rekonsiliasi ini tidak mudah dan membutuhkan komitmen jangka panjang dari semua pihak.

Berikut beberapa poin yang dapat dipertimbangkan:

Trauma dan Luka Bangsa:

Kedua peristiwa tersebut, Kalabendu dan Terbitnya Kalasuba, undoubtedly meninggalkan luka dan trauma yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Rekonsiliasi bertujuan untuk mengakui dan memahami luka tersebut, serta membangun kembali kepercayaan dan persatuan antar kelompok masyarakat.
Keadilan dan kebenaran:

Rekonsiliasi tidak boleh mengabaikan keadilan dan kebenaran. Proses pengungkapan fakta dan pemberian kompensasi kepada “para korban” merupakan langkah penting untuk mencapai rekonsiliasi yang sejati.

Dialog dan komunikasi:

Rekonsiliasi membutuhkan dialog dan komunikasi yang terbuka dan jujur antar kelompok masyarakat yang berbeda. Hal ini penting untuk membangun saling pengertian dan menghilangkan prasangka.

Pengampunan dan pemulihan:

Rekonsiliasi bukan tentang melupakan masa lalu, tetapi tentang belajar dari kesalahan dan memaafkan. Ini adalah proses yang panjang dan sulit, tetapi penting untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Peran pemerintah dan masyarakat sipil:

Pemerintah dan masyarakat sipil memiliki peran penting dalam mendorong rekonsiliasi. Pemerintah dapat membuat kebijakan yang mendukung rekonsiliasi, sementara masyarakat sipil dapat berperan dalam membangun dialog dan komunikasi antar kelompok masyarakat.

Tantangan dan hambatan:

Rekonsiliasi bukanlah proses yang mudah dan tanpa tantangan. Ada berbagai hambatan yang dapat dihadapi, seperti kepentingan politik, perbedaan pendapat, dan kurangnya kepercayaan.

Contoh keberhasilan rekonsiliasi:

Beberapa negara berhasil melakukan rekonsiliasi setelah mengalami konflik dan kekerasan, seperti Afrika Selatan dan Rwanda. Ini memberikan harapan bahwa rekonsiliasi juga bisa dicapai di Indonesia.

Kesimpulan:

Rekonsiliasi adalah proses yang kompleks dan membutuhkan waktu, tetapi penting untuk mengatasi trauma masa lalu dan membangun masa depan yang lebih baik.

Apakah rekonsiliasi diperlukan setelah peristiwa Kalabendu dan Terbitnya Kalasuba? Jawabannya tergantung pada kemauan dan komitmen semua pihak untuk membangun bangsa yang lebih adil, damai, dan bersatu.

Semoga saja bermanfaat!

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life