Pembangunan Infrastruktur Era Jokowi
Meskipun dilakukan berbagai pembangunan di RI, Indonesia saat ini masih sulit untuk menjadi negara maju. Presiden Joko Widodo mengaku bahwa pemerintahannya telah menghabiskan anggaran sebanyak Rp3.309 triliun hanya untuk membangun infrastruktur.
“Infrastruktur kita habiskan anggaran Rp3.309 triliun,” ungkap Jokowi.
Meski telah dilakukannya berbagai cara untuk pembangunan infrastruktur tersebut, pertumbuhan ekonomi gagal tumbuh pada angka dengan rata-rata 6%-7% selama Presiden Joko Widodo memerintah. Jika dibandingkan, pemerintahan Presiden ke-6 RI yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih lebih cepat peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB).
Pendapatan PDB per kapita penduduk Indonesia di tahun 2022 meningkat sebanyak Rp8,7 juta dibandingkan tahun 2021. Apabila dihitung dari awal pemerintahan Jokowi hingga tahun ini, pertumbuhan PDB per kapita pada era Presiden Jokowi tidak mencapai 50%.
Dilansir dari cnbcindonesia.com, data Bank Dunia menyatakan PDB per kapita Indonesia pada 2015 tercatat US$3.322,58 per tahun. Sedangkan pada tahun 2022, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan angka tersebut meningkat menjadi US$ 4.783,9.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemerintahan Jokowi selama delapan tahun lamanya memberikan peningkatan PDB per kapita dengan persentase 37,6%.
Pertumbuhan PDB per kapita pada era pemerintahan SBY meningkat dengan persentase 193,6%. Angka ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan PDB era Jokowi.
Direktur CELIOS, Bhima Yudistira mengatakan perbedaan perkembangan PDB per kapita dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, era SBY menikmati bonanza komoditas tambang dan perkebunan yang cukup panjang terhitung mulai tahun 2008-2014. Sedangkan era Jokowi hanya menikmati satu tahun terakhir.
“Sementara itu, era Jokowi hanya menikmati satu tahun terakhir. Itupun rentangnya terlalu fluktuatif,” ujar Bhima.
Kedua, pembangunan infrastruktur Presiden Jokowi cenderung bertumpu pada pembangunan infrastruktur konektivitas. Diantaranya pembangunan jalan tol dan pelabuhan yang memiliki efek ekonomi lebih lama. Sedangkan era SBY kerap membangun infrastruktur industri.
Ketiga, utang semakin banyak di era Jokowi. Sehingga menyebabkan beban bagi APBN dan menghambat pertumbuhan.
Perbedaan yang terakhir adalah terjadinya pandemic COVID-19 pada era Presiden Jokowi. Sehingga, terjadilah reset ulang program ekonomi karena krisis pandemi. Hal ini tentu menganggu kenaikan PDB per kapita.
Ekonom Senior, Faisal Basri mengatakan bahwa sulitnya keluar dari jebakan middle income trap disebabkan akrena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang gagal mencapai 6-7%. Sedangkan era Presiden Jokowi pertumbuhan ekonomi hanya berkisar 5% saja.
“Oke tumbuh, angka pengangguran turun ada penciptaan lapangan kerja. Tapi makin tidak bermutu. Karena yang meningkat penyerapan di sektor informal,” jelas Faisal.
Faisal juga menurutkan bahwa industri mendorong perekonomian berkelanjutan karena diiringi peningkatan teknologi.
“Oleh karena itu, riset dan inovasi harus jalan dan perlu transformasi,” ungkap Faisal.
Idul Adha adalah salah satu hari besar dalam Islam yang penuh dengan makna dan keberkahan.…
Salah satu ibadah utama pada Idul Adha adalah menyembelih hewan kurban. Tentu saja menjadi hewan…
Studi terbaru mengungkapkan bahwa 50% pasangan yang berpisah akhirnya memutuskan untuk kembali bersama. Temuan ini…
Universitas Gadjah Mada (UGM) mengajak kampus-kampus lain di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk berkolaborasi menangani…
Polri telah mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 60,64 triliun untuk tahun 2025. Permintaan ini disampaikan…
Netizen pengguna media sosial X secara serentak mengeluh dengan rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)…