Home » KemenPPPA Hormati Putusan Hakim Atas AG, Anak Berkonflik Dengan Hukum

KemenPPPA Hormati Putusan Hakim Atas AG, Anak Berkonflik Dengan Hukum

by Administrator Esensi
4 minutes read
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar

ESENSI.TV - JAKARTA

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memutuskan vonis terhadap AG (15) sebagai Anak yang Berkonflik dengan Hukum (AKH) atas kasus penganiayaan berat berencana. Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menyatakan KemenPPPA menghormati keputusan Majelis Hakim terhadap AG, yaitu pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan.

“Kami menghormati keputusan Majelis Hakim yang telah menyatakan AG bersalah dan turut melakukan penganiayaan berat berencana. Di sisi lain, kami juga menyampaikan apresiasi kepada Aparat Penegak Hukum yang menjalankan proses persidangan dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan amanah Pasal 61 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), yaitu tidak menghadirkan langsung AG sebagai AKH dalam persidangan. Hal ini juga berlaku bagi anak korban dan anak saksi agar tidak dipublikasikan identitasnya guna menghindarkan anak dari segala bentuk ancaman baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Selain itu, juga menjauhkan anak dari labelisasi serta melindungi anak dari media karena dapat menggangu pertumbuhan dan masa depan anak,” ujar Nahar.

Lebih lanjut, Nahar mengatakan pihaknya berharap AG tetap memperoleh haknya sebagai AKH sehingga diharapkan dapat kembali hidup dan tumbuh, berkembang sesuai tingkat usianya di tengah-tengah masyarakat. “AG akan menjalani masa pidananya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Kami berharap AG dapat memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan,serta hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 85 Ayat (2) UU SPPA,” tutur Nahar.

Melihat kasus ini, Nahar menekankan pentingnya peran pengawasan dan pendidikan oleh orang tua, keluarga, dan masyarakat sekitar agar kasus kekerasan serupa tidak terulang kembali, terlebih melibatkan anak sebagai pelaku. Selain itu, keterlibatan anak sebagai pelaku tidak terlepas dari keterlibatan orang dewasa, seperti pelaku MDS (20) dan SL (19). Dalam hal ini MDS dan SL akan menjalani proses persidangan, KemenPPPA berharap korban mendapatkan hak-haknya, seperti hak restitusi maupun hak pemulihan fisik dan psikis.

Selain itu, Nahar juga mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui adanya kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). “Masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129,” pungkas Nahar.

Sebelumnya, AG ditahan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) karena ditengarai turut terlibat dalam kasus tindak penganiayaan berat berencana oleh tersangka MDS dan SL terhadap korban CDO (17) pada 20 Februari 2023. AG divonis lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan sebelumnya, yaitu pidana penjara selama 4 tahun.

KEMENPPPA APRESIASI PROSES HUKUM SESUAI SPPA TERHADAP ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM AG

Jakarta (7/4) – Kasus tindak pidana penganiayaan berat dan direncanakan yang melibatkan Anak yang berkonflik dengan hukum (AKH) AG (15) memasuki babak baru dengan dibacakannya tuntutan hukuman 4 (empat) tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (5/4). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) yang diwakili oleh Deputi Perlindungan Khusus Anak, Nahar mengapresiasi Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menjalankan proses hukum yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

“Kami mengapresiasi jajaran APH yang telah menjalankan proses hukum yang cepat terhadap AKH sesuai dengan UU SPPA. Kami akan terus melakukan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan,” tegas Nahar dalam keterangannya, Kamis (6/4).

Baca Juga  Ramadan Segera Tiba, Polri Mulai Siapkan Rekayasa Mudik Lebaran

AG (15) diduga ikut serta dan terlibat dalam kasus tindak penganiayaan berat yang direncanakan oleh tersangka MDS (20) dan SL (19) terhadap korban CDO (17) pada 20 Februari 2023 silam. Polda Metro Jaya telah menahan dan menetapkan MDS dan SL sebagai tersangka, sementara AG ditahan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS).

Nahar mengungkapkan, proses hukum terhadap AG berjalan dengan cepat sesuai dengan UU SPPA dengan pembatasan waktu penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) bahwa penahanan untuk kepentingan penyidikan dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang 8 (delapan) hari. Adapun penahanan untuk kepentingan penututan, Penuntut Umum dapat melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari dan dapat diperpanjang 5 (lima) hari. Sedangkan penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari dan diperpanjang paling lama 15 (lima belas) hari sebagaimana tercantum pada Pasal 35 ayat (1) dan (2).

“Penanganan proses hukum kasus tindak pidana penganiayaan berat yang direncanakan ini sepenuhnya kami serahkan dan percayakan kepada APH dalam menjatuhkan hukuman yang sesuai. Kami mengimbau kepada seluruh pihak yang terlibat untuk tetap mengikuti prinsip kepentingan terbaik bagi anak,” ujar Nahar.

Setelah sidang tuntutan, melalui kuasa hukumnya, AG telah membacakan nota pembelaan (pledoi) pada Kamis (6/4) dan putusan pada Senin (10/4) mendatang. AG dijerat dengan Pasal 355 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

“Kami akan terus mengawal dan turut hadir dalam setiap jalannya proses hukum dan sidang terhadap AKH untuk memantau implementasi sistem peradilan pidana anak serta memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, dengan memastikan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak melalui upaya pemenuhan hak anak berkonflik dengan hukum untuk memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang obyektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum benar-benar diwujudkan sebagaimana ditegaskan dalam pasal 3 huruf h UU SPPA,” tegas Nahar.

Lebih lanjut, Nahar mengemukakan, jelang pembacaan putusan, semua bukti, laporan Litmas PK Bapas, laporan sosial pekerja sosial, fakta persidangan, dan kewenangan dalam memutus perkara diharapkan tetap dapat memperhatikan masa depan anak, termasuk pembacaan putusan dalam sidang terbuka untuk umum dapat tidak dihadiri Anak, tetap merahasiakan identitas Anak dalam amar putusan atau cukup dengan menggunakan inisial, dan karena kasus ini juga terkait anak maka pemenjaraan/pembatasan kebebasan bagi anak disamping putusannya paling lama 1/2 dari maksimum pidana penjara  yang diancamkan terhadap orang dewasa, juga diingatkan bahwa minimum khusus pidana penjara tidak berlaku bagi anak.

“Kami juga mengajak semua pihak untuk terus berdoa dan mengupayakan agar anak korban segera pulih seperti sediakala dan hak-haknya sebagai anak korban dapat dipenuhi, antara lain pelayanan kesehatan, pendidikan, rehabilitasi medis dan sosial, jaminan keselamatan, serta kemudahan mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara termasuk dapat diusulkan mendapatkan ganti rugi (restitusi) dari pelaku (khususnya pelaku utama), juga hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tandas Nahar.

Nahar mengharapkan penegakan hukum secara tegas terhadap kasus ini dapat mencegah dan menurunkan terjadinya kekerasan terhadap anak. Dalam kesempatan tersebut, Nahar pun mengingatkan dan mengajak semua masyarakat yang mengalami, mendengar, ataupun melihat terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk berani dan segera melapor kepada pihak yang berwajib atau melalui layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang dapat diakses melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129.

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life