Home » Kisah Pelanggaran HAM Berat, Saat Mahasiswa Indonesia Tidak Bisa Kembali ke Tanah Air

Kisah Pelanggaran HAM Berat, Saat Mahasiswa Indonesia Tidak Bisa Kembali ke Tanah Air

by Junita Ariani
2 minutes read
Pelanggaran HAM Berat

ESENSI.TV - ACEH

Peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM berat di Indonesia mengisahkan cerita pahit bagi sebagian orang. Sebut saja di antaranya Suryo Hartono dan Sudaryanto Priyono.

Keduanya merupakan mahasiswa Indonesia di Ceko dan Rusia yang tidak bisa kembali pulang ke Indonesia saat peristiwa tahun 1965. Atau peristiwa pembantaian G30 S PKI.

Menurut Suryo, ia tidak bisa kembali ke tanah air karena paspornya dicabut.

“Saya dan 16 teman-teman di PPI Ceko waktu itu dicabut semua (paspornya). Karena tidak mau, kita tidak mau menandatangani persetujuan atas terbentuknya pemerintahan yang baru,” cerita Suryo.

Suryo mengisahkan itu saat berbincang dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Rumoh Geudong, Pidie, Aceh, Selasa (27/06/2023).

Presiden meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat.

Dijelaskannya, tahun 1965, ia menjalani pendidikan di salah satu universitas di Ceko melalui beasiswa yang diberikan Kementerian PTIP. PTIP  adalah Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan.

Kemudian pada 30 September 1965 terjadi peristiwa di tanah air. Hal itu mengakibatkan dicabutnya paspor yang dimilikinya bersama sejumlah mahasiswa Indonesia yang berada di sana.

Kisah yang sama disampaikan Sudaryanto Priyono. Menurutnya, akibat peristiwa tahun 1965 (G30S PKI), ia harus kehilangan kewarganegaraannya sebagai warga negara Indonesia (WNI).

Saat itu ia tengah menjalani pendidikan di salah satu universitas di Moskow, Rusia.

“Karena saya tidak memenuhi syarat skrining terhadap itu dilakukan di mana. Di sana ada poin bahwa harus mengutuk Bung Karno. Ini yang langsung tidak saya terima,” kenangnya saat berbincang bersama Presiden.

Baca Juga  Jepang Nilai Indonesia Miliki Daya Tarik Besar untuk Berbisnis

Hingga akhirnya, seminggu sesudahnya Sudaryanto, menerima surat pemberitahuan bahwa paspornya sudah dicabut. Ia kehilangan kewarganegaraan.

Kepedulian Pemerintah pada Korban

Begitu pun Suryo mengapresiasi program yang diluncurkan pemerintah. Terutama dalam pelaksanaan rekomendasi penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat.

Suryo menilai hal tersebut menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap para korban.

“Jadi ini walaupun mungkin tidak memuaskan semua pihak tapi buat saya pribadi ini merupakan langkah yang berarti. Memberikan ketentuan bahwa ini diurusi dengan sangat serius dan tanpa pamrih,” tuturnya.

Suryo berharap hal serupa tidak terjadi kembali kepada generasi muda saat ini.

“Agar generasi muda dan yang akan datang tidak mengalami nasib-nasib yang kita alami. Bukan seperti kita tapi seperti 12 kasus HAM berat yang telah terjadi,” ucapnya.

Sementara itu, Sudaryanto menyebut bahwa langkah yang diambil pemerintah ini merupakan langkah yang penuh keberanian. Menunjukan kebijaksanaan yang penuh dengan tanggung jawab.

“Kami tidak menyangka bahwa pemerintah masih peduli dengan kami yang ada di luar. Dan, ini menunjukkan kebijaksanaan Pak Joko Widodo yang cukup tinggi. Kebijaksanan yang penuh tanggung jawab,” tutupnya.

#beritaviral
#beritaterkini

Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life