Komisi IX DPR RI dan pemerintah sepakat membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan untuk disahkan dalam Rapat Paripurna. Keputusan ini diambil usai membacakan pandangan akhir mini fraksi dalam rapat Komisi IX bersama pemerintah.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena menyampaikan, pihaknya selalu membuka ruang dialog terkait muatan RUU.
Semangat RUU Kesehatan ini kata dia, mengakomodasi kepentingan banyak pihak. Baik dari tenaga kesehatan maupun masyarakat.
Ketua Panja RUU Kesehatan ini mengatakan, substansi yang disampaikan berbagai pihak ke DPR, bisa dipastikan sebagian besar itu sudah masuk.
“Kami harapkan semua pihak bisa menerima menjadi aspirasi bersama. Bisa kita laksanakan dan ini akan menjadi wajah baru dunia kesehatan tanah air,” ujar Melki.
Melki mengatakan itu usai Rapat Pleno Komisi IX di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (19/6/2023).
Melki juga memastikan beleid tersebut memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan maupun medis dalam menjalankan praktik. Yang rentan mengalami kriminalisasi.
Tenaga kesehatan sebagai garda terdepan sudah sepatutnya mendapat haknya untuk mendapatkan perlindungan hukum yang baik.
“Kita sangat melindungi tenaga medis kesehatan. Jadi apabila kemudian dipersoalkan oleh keluarga pasien, akan ada mekanisme pendahuluan untuk diuji dulu. Melalui mekanisme internal seperti majelis kehormatan atau majelis disiplin dan sebagainya,” jelas Melki.
RUU Kesehatan Hapus 10% Anggaran
DPR bersama Pemerintah kata dia, sepakat menghapus alokasi anggaran atau mandatory spending kesehatan minimal 10 persen dalam RUU Kesehatan. Baik di tingkat pusat dan daerah.
Hal ini dimaksudkan agar tujuan dialokasikan Mandatory Spending bukan berdasarkan besarnya alokasi. Tetapi adanya komitmen spending anggaran dari pemerintah. Untuk memastikan program strategis tertentu di sektor kesehatan bisa berjalan maksimal.
Sebagai gantinya, Kemenkes mengusulkan mekanisme Rencana Induk Kesehatan Nasional. Dengan mengintegrasikan antara pemerintah daerah, pusat dan badan/ lemnbaga lain. Sebagai metode baru menggantikan program mandatory spending.
Politisi dari Fraksi Golkar ini juga menyampaikan usulan untuk memisahkan tembakau dari zat adiktif seperti alkohol dan narkotika. Usulan tersebut didasarkan pada aspirasi yang diterima dari berbagai pihak, termasuk petani tembakau.
Menurut Melki, nantinya tembakau, narkotika serta minuman beralkohol akan diatur tersendiri dalam aturan yang berbeda. Baik melalui Peraturan Pemerintah maupun Undang-Undang eksisting.
Menurutnya, regulasi terkait masing-masing itu akan diatur oleh pemerintah. Tembakau sudah ada eksisting, Narkotika sudah ada UU nya. Miuman alokohol juga sudah ada PP nya.
“Kemudian kita sepakati pisahkan tembakau dengan regulasi lebih ketat. Buat tembakau sendiri, rokok dan rokok elektrik akan ada PP nya masing-masing,” pungkas Melki.*
#beritaviral
#beritaterkini
Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang