Ekonomi

Lonjakan Harga Bukti Ancaman Krisis Pangan Telah Menjalar ke Indonesia

Ancaman krisis pangan telah menjalar ke seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Hal ini ditandai dengan lonjakan harga pangan seperti beras dan gula yang kini tengah terjadi.

“Sistem pangan yang belum betul-betul efektif menimbulkan konflik agraria, kemiskinan, kelaparan, stunting, obesitas. Begitu juga dengan perubahan iklim, dan kerusakan alam,” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani di Jakarta, Rabu (18/10/2023).

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata harga semua jenis beras pada minggu pertama Oktober 2023 mencapai Rp13.674 per kilogram (kg).

Harga ini naik lebih dari Rp1.500 per kg dibanding minggu pertama September 2023 yang masih berada di bawah Rp11.900 per kg.

Inflasi beras secara bulanan pada September 2023 mencapai angka 5,61 persen, sekaligus menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Bahkan, harga beras kualitas medium tahun ini mengalami kenaikan yang tidak biasa, tembus Rp12.685 per kilogram atau naik 29,6 persen sepanjang 2023.

Penyebab Melambungnya Harga Beras

Selain itu kata Puan, terdapat 338 kota dan kabupaten di Indonesia yang mengalami lonjakan Indeks Perkembangan Harga (IPH) gula.

Berkaca pada hal itu, Puan mengingatkan Pemerintah memperhatikan apa penyebab melambungnya harga beras. Ia menilai salah satunya karena kendala alih fungsi lahan sawah yang terjadi secara masif.

“Kurangnya produksi pangan yang diakibatkan krisis lahan ditambah fenomena kekeringan membuat produksi pangan seperti beras juga mengalami penurunan drastis,” tuturnya.

Menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), kata Puan, alih fungsi lahan pertanian mencapai 90.000 hingga 100.000 hektare setiap tahun.

Saat ini diketahui, luas lahan baku sawah (LBS) telah mengalami penyusutan, termasuk di 8 provinsi sentra beras nasional. Yakni Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Terlihat pada 2019, total LBS di 8 provinsi itu mencapai 3,97 juta hektare sedangkan pada 2021 susut menjadi 3,84 juta heltare.

Banyaknya alih fungsi lahan lanjut Puan, harus menjadi pengingat agar Pemerintah membuat pemetaan baru serta regulasi khusus yang berkaitan dengan zonasi lahan subur.

“Tujuannya agar zonasi tersebut diperuntukkan untuk lahan pertanian dan mencegah terjadinya alih fungsi lahan,” ujarnya. *

#beritaviral
#beritaterkini

Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: rna Sari Ulina Girsang/Raja H Napitupulu

Junita Ariani

Recent Posts

Teknologi Canggih yang Mendorong Kemajuan Industri Otomotif

Industri otomotif telah mengalami perkembangan yang luar biasa selama beberapa dekade terakhir, seiring dengan kemajuan…

17 mins ago

Manfaat Ikan Salmon: Kekayaan Gizi yang Menyehatkan Tubuh

Ikan salmon, dengan warna merah mewah dan rasa lezatnya, bukan hanya menjadi hidangan populer di…

2 hours ago

Cuaca Buruk Ganggu Pencarian Helikopter Presiden Iran

Cuaca buruk yang terjadi belakangan ini sangat mengganggu dan berbahaya. Baru saja terjadi kecelakaan pesawat…

3 hours ago

WORLD WATER FORUM 2024 BALI: SEBUAH CATATAN PENTING

Setidaknya ada 4 poin utama yang diperjuangkan dalam World Water Forum ke-10 di Bali kali…

4 hours ago

Tips Mengisi Baterai Mobil Listrik dengan Cepat dan Efisien

Era keberlanjutan dan kesadaran lingkungan yang semakin meningkat, mendorong mobil listrik semakin menjadi pilihan populer…

4 hours ago

Pascabanjir Lahar, NaCl 3 Ton Disebar di Langit Kota Padang Sumbar

BADAN Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) kembali menggelar operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) di wilayah Sumatra…

15 hours ago