Home » Tidak Wajib Skripsi Bagi Mahasiswa, Untung Atau Rugi?

Tidak Wajib Skripsi Bagi Mahasiswa, Untung Atau Rugi?

by Administrator Esensi
2 minutes read
Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim

ESENSI.TV - JAKARTA

Seperti yang kita tahu, skripsi sudah menjadi momok yang menakutkan bagi mahasiswa dan mahasiswi. Tidak hanya di Indonesia, perguruan tinggi di luar negeri pun juga menerapkan skripsi sebagai salah satu syarat lulus.

Namun, tidak semua kampus di luar negeri menerapkan hal ini. Contohnya di Australia. Mahasiswa yang telah menyelesaikan mata kuliah dengan jumlah kredit tertentu. Begitupun dengan Amerika Serikat yang tidak mewajibkan adanya skripsi.

Baru-baru ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim mengeluarkan peraturan baru mengenai syarat lulus kuliah pada jenjang S1 dan D4.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Menteri Nadiem berkata bahwa tugas akhir untuk syarat lulus tidak hanya berbentuk skripsi. Adapun bentuk lainnya seperti prototipe, proyek, ataupun jenis tugas akhir lainnya. Tugas akhir ini tidak hanya dapat dikerjakan secara individu, tetapi juga bisa berkelompok.

“Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa bentuk prototipe, bisa berbentuk proyek. Bisa berbentuk lainnya. Tidak hanya skripsi atau disertasi. Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi. Tetapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi,” ujar Nadiem pada Merdeka Belajar Episode 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi.

Ukur Kompetensi Tidak Hanya Satu Cara

Menurut Nadiem, bagian dari program merdeka belajar untuk mengukur kompetensi seseorang tidak hanya melalui satu cara. Melainkan kompetensi bisa diukur dari proyek dan implementasi yang dilakukan oleh mahasiswa.

Baca Juga  Netizen Tanggapi Sinis Soal Anggota DPR RI Minta Jatah Khusus Naik Haji

“Ada berbagai macam prodi yang mungkin cara kita untuk menunjukkan kompetensinya dengan cara lain. Apalagi yang vokasi. Ini sudah sangat jelas. Kalau kita mau liat kompetensi seseorang dalam satu bidang yang technical apakah karya ilmiah adalah cara yang tepat untuk mengukur technical skill itu?” ujarnya.

Ia pun memberikan kebebasan bagi setiap perguruan tinggi dan program studi untuk menentukan bagaimana cara untuk mengukur standar capaian kelulusan mereka. Sehingga, standar terkait capaian lulusan ini tidak dijabarkan secara rinci lagi di Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Adapun standar kompetensi yang baru saja diterapkan memiliki beberapa perbedaan. Salah satunya adalah kompetensi. Di aturan baru ini, kompetensi tidak akan dijabarkan secara rinci lagi. Sedangkan di aturan lama, kompetensi dijabarkan secara terpisah baik sikap, pengetahuan umum, dan keterampilan umum.

Pro dan kontra masih mewarnai peraturan baru ini. Beberapa netizen Indonesia pun turut memberikan komentarnya melalui sosial media “X”.

“Lagian skripsi gaada ngaruhnya saat nyari kerja atau pas udah kerja. Hanya menambah beban mahasiswa/i. Toh, yang dilihat pengalaman atau sertifikatnya saat lamar kerja,” cuit akun @de**i.

Jadi, menurutmu skripsi penting atau tidak?

Editor: Nabila Tias Novrianda/Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life