Home » Untung Rugi Dinasti Partai Bagi Dunia Politik Indonesia

Untung Rugi Dinasti Partai Bagi Dunia Politik Indonesia

by Erna Sari Ulina Girsang
4 minutes read
cucu megawati

ESENSI.TV - PERSPEKTIF

Nah, memang tren untuk menyiapkan anak-anak kandung ini berlaku di beberapa partai yang memiliki tokoh sentral, misalnya PDI Perjuangan, Nasdem dan Demokrat. PAN juga masih mempersiapkan anaknya. Sedangkan, Partai Golkar bersiap menjadi partai modern.

Saat menyampaikan pidatonya, dalam HUT PDI Perjuangan ke-50 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023) lalu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memperkenalkan dua orang cucunya.

Kedua cucu Megawati adalah Diah Pikatan Orissa Putri Hapsari dan Praba Diwangkata Caraka Putra Soma, putri dan putra dari Ketua DPR RI Puan Maharani dengan Hapsoro Sukmonohadi. Presiden kelima Republik Indonesia itu mengatakan kedua cucunya tertarik untuk masuk ke dunia politik.

“Itu ada dua cucu saya, ayo berdiri. Coba nih, ayo jangan malu. Nih tuh, ini putra-putrinya Mbak Puan. Mereka kenapa mau ikut? Karena katanya mau tahu, kalau masuk politik itu gimana. Nanti boleh enggak,” ujar Megawati.

Namun, tidak banyak informasi tentang kedua cucu Megawati ini di media daring. Praba Diwangkara Caraka Putra Soma menyelesaikan pendidikan sarjananya dari SOAS University of London, Inggris tahun 2022 lalu.

Sedangkan, Putri Hapsari adalah Sarjana Komunikasi dari Universitas Indonesia dan Master dari Jurusan International Relations and Affairs, SOAS University of London, Inggris.

Menanggapi langkah Megawati ini, Pengamat Politik Hendri Satrio mengatakan Megawati ingin menyampaikan kepada Indonesia dan semua kader partai, bahkan trah Megawati Soekarnoputri ada dan siap untuk PDI Perjuangan.

“Bu Mega kemarin memperkenalkan cucunya itu secara komunikasi politik. Artinya, dia mengatakan kepada Indonesia dan kader PDI Perjuangan bahwa dia ready, trah Megawati Soekarnoputri siap untuk PDI Perjuangan,” jelasnya, kepada esensitv, Senin (16/1/2023).

Perkenalan kedua cucunya, di awal tahun ini, mengingatkan kembali dengan peristiwa tahun 2008, sewaktu Megawati memperkenalkan Puan kepada publik, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan DPP PDI-P.

Setelah diperkenalkan, Megawati menunjuk Puan sebagai penggantinya saat berkampanye untuk pemilihan Gubernur Jawa Timur 2008 di Ngawi. Setahun kemudian, Puan mencalonkan diri pada Pemilu 2009 dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah 5.

Dia menjadi Anggota DPR RI Komisi VI. Sejak saat itu, karir Puan di dunia politik terus berkembang. Menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP tahun 2012. Kemudian sempat disebut-sebut sebagai Calon Wakil Presiden mendampingi Joko Widodo.

Setelah Jokowi yang diusung PDIP menang Pilres, Puan dilantik menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Di awal menjabat dia mendapatkan kritikan atas pengalamannya dan pengaruh politik ibunya.

Selanjutnya, di era kedua Pemerintah Jokowi, Puan tidak lagi masuk ke kabinet, tetapi menjadi Ketua DPR RI periode 2019 hingga 2024.

Setiap warga negara memang memiliki hak politik yang sama, sehingga tidak ada yang salah dengan dinasti partai, sejauh tokoh yang dicalonkan memiliki kompetensi baik. Undang-Undang juga memperbolehkan.

Namun, ada risiko dari dinasti politik, yaitu orang yang tidak kompeten bisa naik, sedangkan orang yang berkompeten tidak mendapatkan kesempatan karena tidak terkait dinasti partai. Artinya, rakyat tidak mendapatkan pemimpin terbaik.

Lebih jauh, Pengamat Politik Hendri Satrio menambahkan menyiapkan anak-anak kandung, garis keturunan atau anak cucu tidak hanya terjadi di PDI Perjuangan, tetapi juga pada beberapa partai di Indonesia yang memiliki tokoh sentral.

“Nah, memang tren untuk menyiapkan anak-anak kandung ini juga berlaku di beberapa partai yang memiliki tokoh sentral, misalnya Nasdem atau Demokrat. PAN juga masih mempersiapkan anaknya,” ujar Hendri.

Baca Juga  Prabowo Sulit Terkejar, Akankah Kursi PDIP Ditikung Golkar? Cek Faktanya !

Dinasti partai juga kental terlihat di Partai Demokrat. Pada saat DKI Jakarta mencari Gubernur baru, Susilo Bambang Yudhoyono, mengutus putra sulungnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). AHY mundur dari TNI pada September 2016 untuk bertarung di Pilkada DKI Jakarta pada Februari 2017.

Namun, AHY dan wakilnya Sylviana Murni kalah dari perhelatan itu. Tahun 2018, AHY menjadi juru kampanye Partai Demokrat. Kemudian, pada Oktober 2019, AHY ditunjuk sebagai Wakil Ketua Umum Partai Demokrat.

Dia mencapai puncak kepemimpinan di Partai Demokrat pada Maret 2020 setelah terpilih secara aklamasi di Kongres ke V Partai Demokrat menjadi Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan ayahnya, SBY, untuk periode 2020-2025.

Sejak menjajakkan kakinya di dunia politik, AHY hanya membutuhkan waktu empat tahun untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

Di Partai Nasdem, Prananda Surya Paloh, putra sulung Surya Paloh, pendiri Partai Nasdem, telah menjadi anggota DPR-RI selama dua periode sejak tahun 2014 dan tampaknya juga sedang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin partai.

Di internal partai, pola penempatan posisinya mirip dengan partai yang mempersiapkan trah pendirinya, di laman resmi Nasdem, Prananda disebutkan menjabat sebagai Ketua Koordinator Pemenangan Pemilu.

Selain itu, Hendri Satrio juga melihat persiapan trah untuk meneruskan partai juga terlihat di Partai Amanat Nasional dari keturunan Amien Rais.

Meskipun saat ini dia sudah membentuk Partai Ummat, anak-anaknya tampaknya telah dipersiapkan untuk menduduki posisi strategis di PAN, seperti politisi Ahmad Hanafi Rais, Ahmad Mumtaz Rais dan Hanum Salsabiela Rais.

Partai Modern

Meski demikian, Indonesia juga telah memiliki partai modern, setidaknya sedang menuju menjadi partai modern, seperti Partai Golkar. Ciri-cirinya, antara lain tidak mengandalkan satu tokoh besar, kaderisasi dilakukan untuk mendapatkan SDM dan pemimpin berkualitas.

Selanjutnya, ciri partai modern adalah tidak mengandalkan basis massa tertentu, serta tidak menggunakan simbol-simbol primodial, baik suku, golongan maupun agama.

Dari sisi tidak mengandalkan satu tokoh besar, beberapa partai, seperti PKB, PPP dan Partai Gerindra sudah mulai mengarah ke partai modern. Namun, dari sisi basis massa dan simbol primodial masih tergolong partai tradisional.

Sebagai partai modern, Partai Golkar tidak fokus pada satu tokoh besar. Sejak didirikan tahun 1964 silam hingga tahun 1993, Ketua Umum Partai Golkar selalu dari kalangan militer.

Harmoko adalah kalangan sipil pertama yang menjadi Ketua Golkar dan menjabat tahun 1993 hingga 1998. Kemudian, dilanjutkan Akbar Tanjung periode 1998 hingga 2004.

Jusuf Kalla memimpin tahun 2004 hingga 2009, dilanjutkan Aburizal Bakrie periode 2009 hingga 2014, Agung Laksono selama 2014 sampai 2016 dan Setya Novanto periode 2016 hingga 2017.

Saat ini, Golkar dipimpin oleh Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar sejak tahun 2017. Airlangga Hartarto merupakan Ketua Partai Golkar ke-12 yang telah memulai kiprahnya sebagai Kader Golkar menjadi Ketua Barisan Muda Kosgoro tahun 1957.

Garis kepemimpinan dinasti tidak terlihat nyata di Partai Golkar. Baik trah Airlangga Hartarto maupun trah para Ketua Umum Partai Golkar sebelumya, belum terlihat untuk ditonjolkan sendiri, tetapi tetap bersaing dengan kader-kader partai lainnya.

“Saya melihat partai yang beranjak menuju modern, seperti Partai Golkar. Partai PPP, PKS, PKB dan Gerindra juga tampaknya sudah siap menjadi parta-partai modern gitu,” jelas Hendri.*

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life