Anggota Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Lolly Suhenty mengungkapkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 masih rawan terhadi politisasi suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
“Pada 10 Oktober 2023, Bawaslu mencanangkan rawannya politisasi identitas SARA,” jelas Lolly, dalam forum Scientic Comitte and The Goverment Council of the Global Network Electoral Justice (GNEJ) 2023 di Bandung, Selasa (5/12/2023).
Dia mengatakan di Indonesia, terdapat empat indikator politisasi identitas, yaitu kampanye sarat SARA di media sosial, kampanye sarat SARA di tempat umum, penolakan calon kandidat berbasis SARA dan kekerasan berbasis SARA.
“Apabila saling provokasi dan intimidasi tidak dikelola dengan baik, maka dinamika konflik akan berkembang dengan cepat dan menjadi sangat kekerasan (brutal). Berakhir dengan bentrokan antar kelompok atau kerusuhan massal yang berkepanjangan,” katanya.
Lolly menegaskan, Bawaslu tidak hanya diam, sehingga terus berupaya mencari solusi untuk mencegah terjadinya politisasi SARA dalam pesta demokrasi.
Di antaranya, lanjut dia, melakukan kolaborasi dengan banyak pihak dalam menyusun bank data kasus politisasi identitas, lengkap dengan karakteristik dan sebarannya sebagai kajian ilmiah, sebagai landasan pengambilan kebijakan pencegahan ke depan.
“Bawaslu juga melakukan pendidikan pemilih secara masif dengan melibatkan tokoh masyarakat, organisasi pemberdayaan masyarakat, FKUB, media online/offline dan seluruh elemen masyarakat,” tuturnya.
Selain itu, sambung Lolly, melakukan kerjasama pihak seperti Kemenkominfo, TNI, Polri, Dewan Pers dan Platform Media Sosial untuk mencegah kampanye identitas dan provokasi di media sosial dan media massa lainnya.
“Saat ini kami intens melakukan patroli pengawasan siber yang Intensif untuk mencegah potensi berkembangnya politisasi identitas,” tutupnya.
Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang/Raja H. Napitupulu