Wacana penghapusan Badan Pengatur Hilir atau BPH Migas yang muncul dalam pembahasan RUU Migas mendapat penolakan dari Komisi VII DPR RI.
Pasalnya, keberadaan BPH Migas masih diperlukan untuk mengawasi distribusi bahan bakar minyak (BBM) di seluruh Indonesia.
Bahkan bila perlu kata Anggota Komisi VII, Mulyanto dibentuk kantor perwakilannya di daerah-daerah besar untuk mengoptimalkan fungsi pengawasannya.
“Saya tidak sepakat dengan usulan pembubaran Badan Pengatur Hilir Migas tersebut. Di tengah isu penyimpangan distribusi BBM dan gas LPG bersubsidi akhir-akhir ini, peran lembaga ini justru semakin penting,” ujar Mulyanto dikutip Sabtu (29/9/2023).
Dikatakannya, Komisi VII mengusulkan agar distribusi gas melon tiga kilogram juga diserahkan pengawasannya kepada BPH Migas.
Sehingga distribusi BBM dan gas melon tiga kilogram tepat sasaran.
“Selain perlu dibangun sistem distribusi yang handal, kelembagaan pengawasannya pun penting untuk ditingkatkan,” kata Mulyanto.
Ia berharap kelembagaan BPH Migas diperkuat. Pemerintah perlu memberi kewenangan pengelolaan SDM dan anggaran secara mandiri, serta pembentukan kantor wilayah kerja di daerah.
“Setidaknya di pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua,” ujarnya.
Untuk diketahui penyimpangan BBM solar di berbagai daerah kerap terjadi, baik ke sektor industri, pertambangan maupun perkebunan.
Begitu juga penyimpangan distribusi Pertalite. Hal ini menyebabkan terjadinya over kuota, yang akhirnya merugikan keuangan negara. *
#beritaviral
#beritaterkini
Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang/Radja H Napitupulu