Home » China Minta APBN Jadi Jaminan Utang KCJB, Legislator: Waspadai Skenario Debt Trap

China Minta APBN Jadi Jaminan Utang KCJB, Legislator: Waspadai Skenario Debt Trap

by Junita Ariani
2 minutes read

ESENSI.TV - JAKARTA

Pemerintah didesak untuk bersikap tegas terhadap permintaan China yang menjadikan APBN Indonesia sebagai penjamin pinjaman utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Negosiasi penambahan utang KCJB sebesar Rp8,3 triliun dengan pihak kreditur China perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.

“Kami menilai, kenaikan biaya konstruksi atau cost overrun terjadi akibat perencanaan proyek yang kurang matang,” kata Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi.

Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia saat ini tengah memutar otak akibat bengkaknya biaya proyek atau cost overrun Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung sebesar USD1,2 miliar.

China pun mematok bunga utang sebesar 3,4 persen jauh lebih tinggi dari harapan pemerintah yakni 2 persen.

Menurut Achmad Baidowi, kenaikan biaya konstruksi akibat perencanaan proyek yang kurang matang, sehingga selama proyek berjalan terdapat kenaikan biaya bunga. Kemudian, biaya tenaga kerja, hingga biaya pembebasan lahan.

Kondisi tersebut seharusnya sudah tercermin pada saat uji kelayakan proyek dilakukan.

“Kesalahan dalam perencanaan, tidak bisa hanya dibebankan kepada pihak BUMN dan pemerintah Indonesia,” ujarnya dalam keterangan pers yang dikutip Senin (17/4/2023).

Waspada Skenario Debt Trap

Dikatakannya, jika Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung secara finansial memiliki masa pengembalian investasi yang cukup panjang maka dapat memberikan risiko sangat besar bagi APBN.

“Untuk itu, pemerintah diminta waspada terhadap skenario debt trap atau jebakan utang. Di mana proyek yang membebani BUMN dan anggaran Negara sengaja diciptakan dengan skenario tertentu oleh pihak kreditur. Sehingga pengelolaan aset strategis nasional pindah ke tangan asing,” sambungnya.

Baca Juga  WHO Desak China Buka Data Realtime Kasus Covid di Negaranya

Pihaknya juga menegaskan jika penjamin utang dengan skema APBN bukan solusi ideal saat ini.

“Saat ini APBN sedang mengejar target defisit wajib kembali ke bawah 3% sebelum 2024. Sementara belanja perlindungan sosial, pengendalian inflasi, belanja pendidikan dan belanja rutin wajib diprioritaskan pemerintah,” jelasnyanya lagi.

Menurutnya, ruang fiskal jelas akan semakin tertekan jika utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung dijaminkan APBN. Meski bentuknya penjaminan tetap ada risiko APBN yang terlibat dalam pembayaran bunga dan cicilan pokok. Apabila konsorsium Kereta Cepat mengalami kesulitan pembayaran utang.

Pemerintah, lanjutnya, mesti dapat mendesak China agar komitmen dengan kesepakatan awal.

“Proyek Kereta Cepat awalnya adalah Business to Business sehingga permasalahan pembengkakan biaya selama proyek berjalan dapat diselesaikan dengan mekanisme bisnis. Bukan melibatkan APBN yang notabene hasil pungutan pajak masyarakat,” tegas Achmad Baidowi.

Ia pun meminta pemerintah menaikkan daya tawar terhadap pihak kreditur China dalam mencari jalan keluar utang Kereta Cepat.

“Pemerintah sebaiknya menawarkan penjaminan melalui aset Kereta Cepat atau pemisahan risiko di PT PII. Masih banyak opsi yang rendah risiko dan tidak menimbulkan tekanan keuangan Negara khususnya ketika risiko gagal bayar tinggi. Pemerintah juga dinilai perlu terus transparan mengungkapkan kepada masyarakat konsekuensi dari tiap skema yang dipilih,” pungkasnya. *

#beritaviral
#beritaterkini

Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life