Home » Kemiskinan DIY Tinggi, Pemda Target Turun 7 Persen

Kemiskinan DIY Tinggi, Pemda Target Turun 7 Persen

by Achmat
5 minutes read
Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta DIY jadi sorotan

ESENSI.TV - Yogyakarta

Masalah kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belakangan menjadi sorotan karena angkanya paling tinggi di Pulau Jawa. Badan Pusat Statistik (BPS) DIY mencatat, jumlah penduduk miskin di DIY pada September 2022 sebanyak 463,630 orang, naik 8,900 orang dibandingkan Maret 2022.

Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY, potret kemiskinan di Kota Gudeg ini mengalami tren pasang surut. Pada tahun 2022, total jumlah penduduk DIY sebanyak 3.322.727 jiwa, dengan penduduk miskin sebanyak 11,49 persen.

Angka kemiskinan DIY tersebut menurun apabila dibandingkan dengan tahun 2021 sebanyak 506,450 jiwa, dan pada 2020 sebanyak 475,730 jiwa. Kemudian sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia atau pada 2019, jumlah kemiskinan di Yogyakarta sebanyak 448,470 jiwa, dan 460,110 jiwa pada 2018.

Pada tahun 2022, Pemrov DIY telah menggelontorkan anggaran Rp283,40 miliar untuk mengatasi kemiskinan. Anggaran tersebut digunakan untuk 42 program pengentasan kemiskinan dan 48 kegiatan lainnya.

“Kenaikan angka kemiskinan ini perlu menjadi perhatian Pemda DIY mengingat target penurunan angka kemiskinan ekstrim dari pemerintah pusat pada 2024,” kata Statistisi Utama BPS DIY Sentot Bangun Widoyono, beberapa waktu lalu.

Sentot mengatakan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Yogyakarta tinggi. Penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 1,59 persen pada September 2022 memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap profil kemiskinan di Kota Pelajar ini.

Faktor lainnya yang ikut mempengaruhi angka kemiskinan di DIY, kata Sentot, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2022 sebesar 4,06 persen. Kondisi tersebut, menunjukkan adanya kenaikan sebesar 0,33 persen poin dibandingkan Februari 2022. Peningkatan TPT ini terjadi di masyarakat perkotaan sebesar 0,72 persen poin. Sedangkan di pedesaan, TPT mengalami penurunan sebesar 0,88 persen poin.

“Pertumbuhan ekonomi, inflasi, rendahnya NTP, kenaikan harga BBM dan naiknya TPT ini sangat berpengaruh pada pola konsumsi masyarakat dan meningkatkan angka kemiskinan di DIY,” kata Sentot.

Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Budiharto Setyawan mengatakan, angka kemiskinan DIY tertinggi di Indonesia karena pola konsumsi masyarakatnya cenderung sederhana. Jika dilihat dari struktur lapangan pekerjaan, mayoritas pekerjaan masyarakat DIY adalah usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan didominasi tenaga kerja sektor informal yang mencapai 53,38 persen.

Meski mayoritas masyarakat telah memiliki pekerjaan, kata dia, secara statistik kemiskinan DIY dianggap masih tinggi yang menduduki peringkat ke-12 provinsi dengan kemiskinan tertinggi di Indonesia.

Target Turunkan Kemiskinan DIY

Jumlah penduduk miskin di DIY pada September 2022 sebanyak 463630 orang

Jumlah penduduk miskin di DIY pada September 2022 sebanyak 463.630 orang

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY Johanes De Britto Priyono pada 2019 lalu menyatakan, kemiskinan DIY ditargetkan bisa menjadi 7 persen pada 2022. Untuk memenuhi target tersebut, stakeholder terkait harus diberikan pemahaman agar program-program pengentasan kemiskinan tepat sasaran.

“Target angka kemiskinan di DIY menjadi 7 persen pada 2022 itu sudah harga mati,” ujarnya dikutip dari KRJogja.com.

Namun, di masa pandemi Covid-19, penduduk miskin di Kota Yogyakarta mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan sektor jasa di Kota Yogyakarta yang banyak menyumbang perekonomian DIY otomatis berhenti, terutama di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Kepala Bappeda DIY Beny Suharsono mengakui, target tersebut sulit terealisasi. “Faktanya menuju angka tujuh persen sangat berat, apalagi dengan kondisi pandemi seperti sekarang ini. Sekarang kondisi ada di 12,8 persen (September 2021),” kata Benny.

Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana meminta, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY fokus kepada pemenuhan kalori makanan warga miskin. Hal itu mengingat penduduk miskin di DIY jumlahnya terus meningkat.

Pemda hanya memberikan bantuan pangan kepada keluarga miskin sebesar Rp200 ribu per kepala keluarga. Jumlah itu jauh dari angka garis kemiskinan yang ditetapkan BPS sebesar Rp2.315.636,00. “Sehingga solusinya perlu fokus pada pemenuhan kalori makanan pada warga miskin,” kata Huda dikutip dari Tirto.

UMP Rendah

Upah minimum provinsi (UMP) DIY terendah nomor dua di Indonesia. UMP DIY pada 2023 hanya sebesar Rp1.981.782,36. Apabila dibandingkan, angka ini naik 7,65 persen dari besaran UMP tahun sebelumnya, yakni Rp1.840.915,53.

Adapun di sejumlah kabupaten dan kota di DIY, tidak ada kenaikan signifikan terhadap Upah Minimum Kabupaten (UMK). Misal, UMK Kota Yogyakarta pada 2023 naik menjadi Rp2.324.775,50. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp170.806 atau 7,90 persen dari tahun lalu.

UMK Kabupaten Sleman naik Rp158.519 atau 7,92 persen menjadi Rp2.159.519,22. Kemudian UMK Bantul 2023 sebesar Rp2.066.438,82, naik Rp149.591 atau 7,8 persen dari 2022. Selanjutnya, UMK Kulon Progo naik Rp146.172 atau 7,68 persen menjadi Rp2.050.447,15. Kabupaten Gunungkidul naik Rp149.226 atau 7,85 persen dari UMK 2022, menjadi sebesar Rp2.049.266,00.

Padahal dalam catatan BPS, rumah tangga yang masuk ke dalam garis kemiskinan adalah yang pengeluarannya tak mencapai Rp2.315.636,00, setiap bulan. Apabila merunut pada jumlah UMP dan UMR di DIY, maka penerima gaji UMP atau UMK sudah berada dalam ambang garis kemiskinan.

IPM Tinggi

Beny Suharsono mengakui, persentase penduduk miskin di DIY lebih tinggi dari rata-rata persentase kemiskinan nasional di angka 9,57 persen. Meskipun demikian, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) DIY mencapai 80,64 pada 2022. IPM DIY bahkan masuk kategori sangat tinggi dan tertinggi kedua setelah IPM DKI Jakarta.

Baca Juga  Isu Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial di Indonesia

“Angka kemiskinan di DIY itu menunjukkan adanya kontradiksi paradoks alias anomali. Ada karakteristik tersendiri yang membedakan DIY dengan daerah-daerah lainnya. Hal ini bisa dilihat salah satunya, jika dibandingkan dengan IPM, secara nasional IPM DIY tertinggi kedua di Indonesia,” ujarnya.

Beny menyampaikan IPM merupakan indikator resmi yang menggambarkan kualitas hidup manusia, dilihat dari beberapa indikator. Indikator IPM di antaranya, pertama, kesehatan yang dilihat dari usia harapan hidup DIY mencapai 75,08 tahun dan tertinggi di Indonesia. Kedua, indikator pendidikan, dilihat dari harapan lama sekolah DIY tertinggi di Tanah Air mencapai 15,65 tahun.

Ketiga, yang paling menarik indikator ekonomi dilihat dari pengeluaran per kapita DIY sebesar 14,48 juta, tertinggi kedua setelah DKI Jakarta yang mencapai 18,92 juta.

Punya Simpanan

Total jumlah penduduk DIY sebanyak 3.322.727 jiwa

Total jumlah penduduk DIY sebanyak 3.322.727 jiwa

Selain disebabkan pola konsumsi masyarakat DIY yang cenderung sederhana, metode pengukuran statistik belum sepenuhnya dapat menggambarkan keseimbangan kemampuan berbelanja masyarakat DIY yang sebenarnya.

Budiharto menyebut tingkat simpanan masyarakat DIY di bank selalu lebih tinggi dibandingkan tingkat kredit.

Secara rata-rata, menurut dia, rasio kredit dibandingkan dengan simpanan rumah tangga di DIY dalam 10 tahun terakhir berkisar 66,78 persen yang berarti masih rendah apabila dibandingkan dengan rasio ideal 80-90 persen.

Kondisi tersebut, kata dia, terus menjadi problem secara statistik karena penduduk dikategorikan miskin apabila rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

“Dengan demikian, semakin rendah pengeluaran penduduk maka akan semakin dekat dengan kemiskinan,” kata dia.

Sementara itu, kesenjangan pendapatan dilihat dari pengeluaran penduduk lokal dengan penduduk pendatang sangat tinggi yang didominasi pola konsumsi produk tersier. Mayoritas penduduk pendatang melakukan pengeluaran yang signifikan lebih besar, terutama untuk produk makanan jadi, sewa rumah, maupun produk gaya hidup, seperti perawatan kecantikan dan kesehatan.

“Kesenjangan pengeluaran ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan di DIY menjadi tinggi. Hal tersebut tercermin dari tingkat gini ratio DIY yang mencapai 0,459, tertinggi se-Indonesia,” kata dia.

Dana Keistimewaan (Danais)

Dana Keistimewaan (danais) DIY adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk mendanai kewenangan istimewa dan merupakan bagian dari dana transfer ke daerah dan dana desa. Danais DIY dialokasikan sesuai amanat Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dalam penelaahan atas dana keistimewaan Yogyakarta, yang dikeluarkan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) tahun 2020 menyebutkan, sejak pertama kali danais digelontorkan pada 2013 hingga 2019, Pemerintah Pusat telah mengalokasikan sebesar Rp4.850.167.372.500,00. Danais DIY meningkat hingga lebih dari 4 kali pada tahun 2019 menjadi Rp1,2 triliun, dan terus naik menjadi Rp1,3 triliun pada 2020.

Tahun pertama penerimaan danais menunjukkan alokasi sebesar Rp231 miliar dengan realisasi belanja sebesar 23,58 persen. Penyerapan terendah terjadi pada tahun pertama dan kedua karena terkendala belum lengkapnya regulasi sebagai syarat pelaksanaan keistimewaan serta keterbatasan waktu pelaksanaan program dan kegiatan.

Pada tahun ketiga dan seterusnya menunjukkan penyerapan hampir mendekati 100 persen. Hal ini berarti bahwa kegiatan dan program yang menggunakan sumber danais semakin sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DIY.

Kemiskinan Daerah Lain

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, angka kemiskinan di 14 provinsi masih di atas rata-rata nasional. Padahal, pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024

Data BPS menunjukkan, persentase penduduk miskin menurut provinsi pada September 2022 tertinggi di Papua sebesar 26,80 persen atau 936,32 ribu orang dari total penduduk yang ada di provinsi tersebut. Kemudian disusul Papua Barat menduduki posisi kedua dengan penduduk miskin terbanyak. Jumlahnya 21,43 persen atau 222,36 ribu orang dari total masyarakatnya.

Di posisi ketiga ada Nusa Tenggara Timur dengan jumlah orang miskin sebesar 20,23 persen atau 1,149 juta orang dari total penduduk yang dimiliki. Selanjutnya, ada Maluku yang mencapai 16,23 persen atau 296,66 ribu orang dari total penduduknya masuk dalam kategori miskin. Jumlah orang miskin di Gorontalo sebesar 15,51 persen atau sebanyak 187,35 ribu orang dari total penduduk , sehingga menjadikan provinsi ini di urutan kelima.

Sementara itu, di Pulau Sumatra, Provinsi Aceh memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak secara persentase, yakni 14,75 persen atau 818,47 jiwa. Namun, secara jumlah penduduk miskin masih lebih banyak Provinsi Sumatra Utara, yakni 1.262,09 jiwa, meskipun secara persentase hanya 8,33 persen. Provinsi Bengkulu juga memiliki persentase penduduk miskin terbanyak, yakni 14,34 persen atau 292,93 jiwa. Jumlah ini juga masih lebih sedikit dibanding Sumatra Selatan yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.054,99 jiwa, tetapi secara persentase hanya 11,95 persen.

Secara persentase, penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 20,10 persen. Sementara itu, persentase penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan, sebesar 5,90 persen. Dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa (13,94 juta orang), sedangkan jumlah penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan (0,99 juta orang).

 

Editor: Addinda Zen

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life