MPR, DPD, dan DPR RI sedang mempersiapkan rancangan Undang-Undang (UU) parlemen. Ini dalam rangka merevisi UU Nomor MD3 yang mengatur tentang MPR, DPD, DPR, dan DPD RI. Hal ini disampaikan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo setelah melakukan pertemuan dengan pimpinan DPD (10/7). Ia menyebut, pihaknya sepakat untuk melakukan pemisahan UU MPR, DPR, dan DPD.
“Kita juga sepakat untuk terus mematangkan inisiatif untuk melakukan pemisahan UU MPR, DPR, dan DPD,” ujar Bambang Soesatyo.
Lebih lanjut, Bamsoet juga menyebut, proses revisi UU MD3 dapat segera dilaksanakan. Mengingat, ketiga unsur parlemen telah menyusun aturan masing-masing.
“Jadi RUU MPR sudah disiapkan, RUU DPD sudah disiapkan, RUU DPR saya dengar juga sudah disiapkan,” jelasnya.
UU MD3 Sudah Banyak Revisi
UU MD3 berisi aturan mengenai wewenang, tugas, dan keanggotaan MPR, DPR, DPRD, dan DPD. Selain itu, diatur juga mengenai hak, kewajiban, kode etik serta detail dari pelaksanaan tugas. UU ini menjadi UU yang paling sering direvisi.
UU MD3 merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 mengenai MD3 yang dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum. Sejak disahkan pada 5 Agustus 2014 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), UU ini telah mendapat revisi sebanyak 4 kali. Revisi dilakukan pada Juli dan Desember 2014. Kemudian pada Februari dan September 2019.
Revisi yang paling memicu kontroversi adalah revisi Pasal 122 K terkait tugas MKD. Dalam revisi UU MD3 mengundang kontroversi karena DPR dianggap menjadi antikritik dan kebal hukum. Ini dianggap sebagai upaya kriminalisasi demokrasi, khususnya bagi rakyat.
Pada pasal tersebut juga disebutkan peraturan yang memerintahkan Mahkamah Kehormatan Dewan untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Selain Pasal 122 K, ada pula Pasal 73 yang menambahkan poin bahwa polisi wajib memenuhi permintaan DPR untuk memanggil paksa. Adapun bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:
“Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah. DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Masih ada pasal lain yang dianggap menaruh keuntungan untuk parlemen. Ada Pasal 84 dan 15 tentang Komposisi Pimpinan DPR dan MPR. Kemudian ada Pasal 245 tentang Pemeriksaan Anggota DPR.
Editor: Dimas Adi Putra