Home » Larangan Ekspor Nikel Ditentang Asing, Ini 4 Rekomendasi Ekonom Cara Mengatasinya

Larangan Ekspor Nikel Ditentang Asing, Ini 4 Rekomendasi Ekonom Cara Mengatasinya

by Erna Sari Ulina Girsang
2 minutes read
Ilustrasi tambang nikel. Foto: Ist

ESENSI.TV - JAKARTA

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai pada akhirnya, larangan ekspor bukanlah satu-satunya strategi untuk mendorong hilirisasi.

Dia mengatakan kebijakan itu juga tidak akan bekerja di semua sektor industri, sehingga harus didasarkan pada argumen atau bukti ekonomi yang kuat dibandingkan dengan nasionalisme ekonomi semata.

Dia mengakui bahwa larangan ekspor bijih nikel memiliki beberapa biaya dan manfaat.

Dampak menguntungkan dari kebijakan tersebut, antara lain peningkatan penciptaan nilai tambah
melalui angka pengganda output yang lebih tinggi.

Keuntungan lain adalah peningkatan nilai ekspor produk hilir nikel, peningkatan investasi khususnya dalam pembangunan smelter, dan peningkatan potensi penerimaan pemerintah.

Meskipun demikian, larangan ekspor bijih nikel juga menyebabkan distorsi pasar dengan menghentikan produksi dan ekspor produk hulu nikel.

Sehingga berpotensi mendorong harga lebih tinggi lagi.

Terdapat juga pendapatan yang hilang dari cadangan devisa dan pungutan ekspor bijih nikel.

Selain itu, praktik proteksionisme ini dapat memperbesar risiko pembalasan dari mitra dagang serta pergeseran signifikan dalam rantai pasok global dengan pindah ke pasar prospektif lainnya.

Belajar dari sejarah praktik kebijakan larangan ekspor yang pernah diterapkan di Indonesia, proteksionisme harus dibarengi dengan kebijakan industri yang komprehensif.

Tujuannya untuk meningkatkan daya saing, mendorong pembangunan ekonomi, dan memitigasi potensi dampak negatif terkait larangan ekspor.

Aspek Mendasar

Berikut empat aspek mendasar yang perlu diperhatikan Pemerintah Indonesia, menurut Teuku Riefky, untuk memperkuat kebijakan industri, seperti dimuat dalam Seri Analisis Makroekonomi Indonesia Economic Outlook 2023, yang dirilis Jumat (4/8/2023).

Pertama, menetapkan ‘national champions’ yaitu sektor/komoditas spesifik yang memiliki keunggulan kompetitif. Keberhasilan kebijakan hilirisasi dalam jangka menengah panjang akan sangat tergantung pada bagaimana  Pemerintah Indonesia membentuk perekonomian dengan berfokus pada sektor prioritas atau ‘national champions’ dibandingkan dengan semua sektor sebagai prioritas.

Baca Juga  Gubernur BI Ingatkan Konflik Geopolitik Bisa Berdampak Negatif Bagi Ekonomi Domestik

Kedua, berinvestasi dalam sumber daya manusia dan peningkatan teknologi. Agar dapat kompetitif di pasar global untuk sektor hilir, Pemerintah Indonesia perlu berfokus pada penyediaan pendidikan kejuruan, peningkatan keahlian dan pelatihan SDM yang sesuai dengan kebutuhan industri melalui kolaborasi dengan industri, dan memberikan dukungan riset (R&D). Selain itu, menarik investasi yang dapat memberikan transfer ilmu dan teknologi melalui pemberian insentif dan kolaborasi sangat dibutuhkan selama proses awal.

Insentif Fiskal

Ketiga, memberikan berbagai insentif fiskal untuk industri hilir dan memberlakukan skema sanksi dan reward untuk sektor-sektor tertentu tersebut. Pemerintah harus terus memberikan insentif pajak bagi industri hilir berupa fasilitas bea masuk, pembebasan pajak, dan tunjangan pajak. Namun, pemerintah juga harus menetapkan Key Performance Indicators (KPI) untuk perlakuan istimewa yang telah diberikan kepada industri hilir dan harus memberikan sanksi kepada sektor yang bersangkutan apabila mereka tidak mampu bersaing di pasar global dalam jangka waktu tertentu. Terakhir, menyusun “Grand Design untuk pengembangan industri”.

Keempat, larangan ekspor memiliki berbagai implikasi biaya dan manfaat untuk agenda hilirisasi, dan Indonesia harus siap untuk segala konsekuensi yang mungkin timbul dari kebijakan ini. Meskipun pelarangan ekspor nikel telah memberikan hasil yang positif dalam jangka pendek, seperti yang terlihat pada peningkatan investasi smelter dan peningkatan nilai ekspor produk hilir nikel, seperti feronikel dan stainless steel, namun kebijakan ini dapat menimbulkan keuntungan yang terbatas jika diterapkan untuk logam lainnya (misalnya, bauksit dan timah) karena Indonesia kurang memiliki keunggulan kompetitif pada komoditas tersebut.*

Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

#beritaviral
#beritaterkini

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life