Home » Menanti Revisi PP 1/2019 Biar Cadangan Devisa Tumbuh Sejalan Dengan Ekspor

Menanti Revisi PP 1/2019 Biar Cadangan Devisa Tumbuh Sejalan Dengan Ekspor

by Erna Sari Ulina Girsang
3 minutes read
uang

ESENSI.TV - PERSPEKTIF

Cadangan devisa Indonesia mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah di akhir tahun lalu, yaitu USD137,23 miliar per 30 Desember 2022. Namun, pembanding yang dilakukan untuk menyimpulkan angka rekor ini adalah data bulan-bulan sebelumnya.

Jadi, singkatnya Bank Indonesia mencetak rekor dari kinerjanya sendiri. Padahal, jika dibandingkan dengan indikator utama pembentuk cadangan devisa (cadev), yaitu kinerja ekspor, peningkatan nilai cadangan devisa Indonesia ini tergolong masih kecil.

Pada Desember lalu, neraca perdagangan Indonesia surplus senilai USD3,89 miliar dan menjadi surplus ke-32 bulan secara berturut-turut atau sejak Mei 2020. Sementara itu, selama Januari hingga Desember 2022, surplus neraca perdagangan telah mencapai USD54,46 miliar.

“Namun, dengan rekor surplus neraca dagang selama 32 bulan berurut- turut, dengan nilai ekspor tahunan di atas USD600 miliar, peningkatan cadangan devisa tadi, terhitung sangat lamban,” ujar Hasan Zein Mahmud, pengamat pasar modal/Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Periode 1991-1996, kepada esensi.tv, Kamis (19/1/2023).

Pertumbuhan cadangan devisa yang tidak sebanding dengan surplus neraca dagang juga dirasakan oleh Bank Indonesia. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan pihaknya sudah mengkoordinasikan hal ini dengan Pemerintah sejak awal Desember lalu.

“Saat itu, ada rasa kenapa ya dana hasil ekspor tidak masuk di perbankan kita. Ternyata ada periode, di mana dolar lagi menguat. Semua negara itu membutuhkan dolar, sehingga terjadi persaingan suku bunga antara negara. Bukan hanya antar-bank, tetapi antar-negara,” ujarnya, dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Sambil menjalin koordinasi dengan Pemerintah, jelasnya, BI juga menelusuri potensi devisa hasil ekspor (DHE) yang menjadi sorotan, setelah kekeringan valuta asing pada pertengahan tahun lalu. Hasilnya, ditemukan ada 200 perusahaan pemilik DHE terbesar di Indonesia.

“Semua perusahaan ini memiliki potensi hasil ekspor sumber daya alam cukup besar yang butuh tempat placement dana mereka,” jelas Perry juga dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Revisi PP Nomor 1/2019

Kondisi inilah yang mendorong Pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Soalnya, belakangan baru disadari, bahkan PP ini belum maksimal meningkatkan cadangan devisa di dalam negeri.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, belum lama ini, mengatakan dalam PP Nomor 1/2019 hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, yang diwajibkan mengisi cadangan devisa dalam negeri.

Padahal, potensi cadangan devisa dari sektor lain juga sangat besar. Adapun yang perlu direvisi, antara lain menambah sektor industri, seperti manufaktur dan non-sumber daya alam, serta besaran jumlah yang harus masuk dalam cadev.

“Nah ini kita akan masukkan juga beberapa sektor, termasuk manufaktur. Dengan demikian kita akan melakukan revisi, sehingga peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan devisa,” kata Airlangga, belum lama ini.

Baca Juga  Meski Membaik, Neraca Pembayaran Indonesia Masih Defisit

Pemerintah, jelasnya, juga akan mengubah durasi dana ditahan di dalam negeri, seperti yang diberlakukan oleh Thailand dan India yang mengharuskan cadangan devisa hasil ekspor ditahan setidaknya selama enam bulan, sedangkan beberapa negara lain hingga satu tahun.

Kebijakan ini diharapkan berhasil menahan dana hasil ekspor di sistem keuangan nasional karena selain tidak sebanding dengan kegiatan ekspor, cadev Indonesia juga tergolong rendah, jika dibandingkan negara lain di kawasan.

Data Trading Economic menunjukkan dari 120 negara di dunia, satu kota Hong Kong dan satu kawasan Uni Eropa, cadangan devisa Indonesia berada diurutan terbesar ke-27.

Sementara itu, di Asia, dari 33 negara yang didata, Indonesia menempati urutan ke-11. Posisi pertama adalah China yang memiliki cadangan devisa senilai USD3,12 triliun, disusul oleh Arab Saudi USD174,04 miliar dan Jepang USD122,76 miliar

Negara dan kota dari peringkat keempat hingga ke-10, meliputi India USD561,58 miliar, Hong Kong USD424 miliar, Korea USD423,16 miliar, Singapura USD388,25 miliar, Qatar USD223,98 miliar, Thailand USD216,63 miliar dan Israel USD194,14 miliar.

Waspadai Risikonya

Di sisi lain, Hasan Zein Mahmud mengatakan Pemerintah dan Bank Indonesia juga perlu mewaspadai risiko kebijakan ini. Risikonya, antara lain kemungkinan invoice impor fiktif, penyamaran pemegang saham, membuka dividen dan repatriasi ke luar.

“Saya menduga ada banyak lobang celah (loopholes) yang musti ditutup, terkait DHE masuk kandang ini. Termasuk risiko jika ada bentuk mark up dan transfer pricing lain,” jelasnya.

Namun, jika program ini berhasil, maka cadangan devisa punya peluang naik jauh lebih tinggi dan lebih cepat dari kondisi sekarang ini. Rupiah akan menguat perkasa. Ada banyak potensi keuntungan dari rupiah yang stabil dan menguat.

Pertama, capital inflows, terutama SBN, akan masuk deras. Dengan differential interest rate – USD & IDR sebesar 400 500 basis poin, rupiah yang stabil dan menguat akan menjadikan SBN sebagai sorga dana asing.

Kedua, daya tarik investasi akan meningkat. Terutama yang membidik pasar dalam negeri. Apalagi kalau prosedur dan biaya yang jadi hambatan investasi bisa dihilangkan

Ketiga, biaya dana akan turun signifikan. Imported inflation juga akan turun bahkan bisa berubah menjadi imported deflation. Tingkat bunga bisa diturunkan dan pertumbuhan ekonomi bisa dipacu.

“Bila program ini berhasil, maka cadangan devisa punya peluang naik jauh lebih tinggi dan lebih cepat. Rupiah akan menguat perkasa. Banyak potensi keuntungan dari rupiah yang stabil dan menguat, meski setiap kebijakan tetap ada risiko yang perlu diantisipasi,” ujar Hasan.*

Email Penulis: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life