Home » Menuju Politik yang Beretika & Beradab di Indonesia

Menuju Politik yang Beretika & Beradab di Indonesia

by Administrator Esensi
2 minutes read
Demokrasi Politik Indonesia

ESENSI.TV - PERSPEKTIF

“Demokrasi sudah menjadi brutal dan menjadi hukum rimba. Terjadi arus balik perpecahan di antara pendukung capres Pilpres 2024 dan konflik satu sama lain, yang dulu sangat mendukung kekuasaan sekarang berbalik,”. Demikian sambutan Prof. Didik J. Rachbini dalam Serial Diskusi Fatsoen Politik bertajuk “Menuju Politik yang Beretika & Beradab di Indonesia”  yang diselenggarakan oleh The Lead Institute Universitas Paramadina secara daring, Selasa (5/12/2023).

Fenomena relawan dalam Pilpres merupakan bagian dari sistem institusi rule of law, namun selama 9 tahun relawan justru menjadi rayap demokrasi yang bernaung di bawah kekuasaan.

Bagi Didik Rachbini, relawan ada di bawah karpet yang dulu memuji-muji kekuasaan dan secara tidak langsung membungkam orang kritis, tapi sekarang menjadi oposisi.

Rayap demokrasi adalah suatu bentuk penyimpangan yang membuat wajah pemimpin Indonesia seperti Putin (bercorak otoriter).

Di sisi lain, Negara Indonesia adalah anak kandung masyarakat yang muncul dari keberagaman komunitas serta etnis yang merupakan modal perjuangan dan identitas kelompok.

Pada mulanya, komunitas dan etnis yang beragam itu berharap fatsoen politik akan terus dijaga dan dirawat setelah Indonesia merdeka. Tapi lama kelamaan, seiring berjalannya waktu, Indonesia justru menjadi Malin Kundang terhadap ibu kandungnya, civil society. Yaitu, saat berada pada posisi negara modern godaannya semakin powerful dan perlahan impian berubah.

Kelelahan, kemarahan, pembusukan, dan kekecewaan masyarakat menjadi ujung Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. Ini sudah menjadi siklus.

Dulu (sejak periode pertama pemerintahan Jokowi-JK) state building dibangun. Ini berjalan dalam waktu 10 tahun, namun di ujung pemerintahan, pilar negara dan berbangsa justru defisit kepercayaan publik.

Baca Juga  Generasi Muda Untuk Politik Indonesia

Mungkinkah Negara Bisa Bubar?

Sebaliknya, dalam situasi dan kondisi kritis, mungkinkah negara yang adalah sebuah entitas bisa bubar? Khususnya ketika kesepakatan yang dibuat oleh rakyat tidak lagi memberikan mandat kepada negara.

Pada akhirnya, politik negara akan banyak menentukan bagaimana wajah negara ke depan. Semua juga tidak terlepas dari permainan politik.

Ketika masuk pada permainan politik, ada sistem, aturan dan aktor. Problem-nya adalah bagaimana bisa memberikan kartu merah bagi mereka yang melanggar aturan.

Jadi, dalam konteks nalar politik seperti di atas, maka penguasa yang ingin 3 periode mungkin adalah politikus yang punya pembenarannya sendiri. Namun, ada pertanyaan, apakah kekuasaan itu tanpa batas? Di situlah kemudian arti pentingnya sebuah Demokrasi.

Harus diakui bahwa realitas demokrasi adalah soal hitungan siapa yang paling banyak merasa dan paling merasa setuju atau tidak setuju.

Sehingga dalam pemilu kalau mau menang 50 persen plus satu, kalau lihat tingkat kepuasan berapa persen ke atas, artinya bicara angka-angka.

Masalah utama dari segala lini baik di anak muda Gen Z, generasi milenial, generasi X, boomer semua masalahnya sama, yakni selalu tentang ekonomi.

Apa yang menjadi aspirasi dan tujuan utama mereka dalam berdemokrasi; lapangan pekerjaan, harga sembako dan sebagainya.

Secara yakin, dalam 10 tahun mendatang jika bicara soal angka, konsern masyarakat apapun sistem pemerintahan yang diberikan adalah masalah ekonomi.

Kalau politik tidak bisa memberikan output nyata, dan hanya berbasis ide, maka menjadi sangat sulit bagi masyarakat untuk mendukung.

 

 

Editor: Dimas Adi Putra/Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life