Home » Pemerintah Pastikan Kawal Kasus Kekerasan Seksual Anak Berkebutuhan Khusus

Pemerintah Pastikan Kawal Kasus Kekerasan Seksual Anak Berkebutuhan Khusus

by Raja H. Napitupulu
2 minutes read
Stop

Pemerintah memastikan akan terus mengawal kasus kekerasan seksual yang dialami seorang anak berkebutuhan khusus (AS) di Jakarta. Pemantauan terus dilakukan pada proses penanganan yang sedang berjalan agar korban mendapatkan keadilan.

Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu (26/05/2024).

“Kami sangat prihatin dan mengecam tindakan kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran hak anak dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun,” ujar dia.

Ia mengatakan, kasus tersebut sedang ditangani PPPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Provinsi DKI Jakarta,

“Saat ini korban sedang menjalani perawatan secara intensif di RS daerah Tangerang,” kata dia.

Koordinasi Banyak Pihak

Ia menjelaskan, upaya penanganan dan pendampingan korban dilakukan dengan berkoordinasi bersama PPPA Provinsi DKI Jakarta dengan beberapa pihak. Di antaranya, Sudin Pendidikan (Kasudin Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat, Kasi PAUD, Pengawas, dan staf), pihak SLB. Juga perwakilan keluarga korban untuk membahas terkait hak pendidikan anak dan tindak lanjut terkait kasus kekerasan yang terjadi pada anak korban.

“Kami telah berkordinasi dengan pihak PPPA Provinsi DKI Jakarta mengenai rencana tindak lanjut yang akan diberikan kepada korban. Kemen PPPA memfasilitasi PPPA Provinsi DKI Jakarta terkait ahli bahasa isyarat untuk mendampingi anak pada proses BAP. Selain itu PPPA Provinsi DKI Jakarta akan melakukan asesmen lebih lanjut pada korban,” terang dia.

Nahar menyampaikan pelaku diduga telah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Khususnya melanggar pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak maka sesuai pasal 81 Ayat (1). Dan juga Ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Baca Juga  Hari Sumpah Pemuda, Hassanudin Berharap Para Pemuda Bisa Wujudkan Indonesia Emas

Terancam Pidana

Menurut dia, pelaku terancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.

Selain itu, pelaku juga diduga telah melanggar UU No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai pasal  6 ayat b  yang berbunyi “Setiap Orang yang melakukan Perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh. Keinginan seksual dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaanya secara melawan hukum. Baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupah)”.

Nahar mendorong, agar proses hukum terhadap pelaku dapat berjalan dengan cepat dan adil.

Pantau Proses Pengadilan

Ia menambahkan, pihaknya akan terus memantau dan memastikan bahwa anak korban dan keluarga mendapatkan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

Bahkan, katanya lagi, pihaknya pun siap memberikan bantuan pendampingan bagi korban. Baik itu pendampingan secara hukum maupun psikologis.

“Kami juga terus mengimbau kepada seluruh orang tua dan masyarakat agar bersama-sama melindungi anak dari potensi dan ancaman kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar,” imbuh Nahar.

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life