Home » Polusi Udara PLTU Suralaya Banten Sebabkan Banyak Korban Jiwa

Polusi Udara PLTU Suralaya Banten Sebabkan Banyak Korban Jiwa

by Lyta Permatasari
6 minutes read
PLTU SURALAYA/IST

ESENSI.TV - Banten

Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Provinsi Banten diperkirakan telah menimbulkan ribuan korban jiwa dan kerugian kesehatan hingga puluhan miliar rupiah.

Menurut penelitian terbaru yang diterbitkan oleh Center for Research on Energy and Clean Air (CREA), polusi dari pembangkit listrik tenaga batu bara menyebabkan 1.470 kematian setiap tahunnya dan menyebabkan kerugian kesehatan hingga 14.000 orang senilai Rp2 triliun.

Selain berdampak negatif terhadap warga sekitar – termasuk wilayah Banten bagian utara, termasuk Serang dan Cilegon yang berpenduduk 13 juta jiwa – PLTU juga disebut-sebut menjadi salah satu penyebab utama pencemaran udara di Jakarta dan sekitarnya.

Seorang warga yang rumahnya berjarak sekitar 1 kilometer dari PLTU Suralaya mengungkapkan, anaknya mengidap penyakit paru-paru yang diduga disebabkan oleh polusi yang dihasilkan PLTU.

Oleh karena itu, organisasi yang berperan dalam mendorong transisi energi dan pembangunan berkelanjutan di Asia, Trend Asia, mendorong pemerintah Indonesia untuk menutup seluruh unit PLTU di Suralaya dan menggantinya dengan sumber energi terbarukan. Namun kesimpulan tersebut dibantah oleh PLN Indonesia Power, perusahaan pengelola 8 unit pembangkit PLTU Suralaya.

“Sama sekali salah… Klaim tersebut tidak memiliki dasar ilmiah,” kata Agung Siswanto, Sekretaris Jenderal PLN Indonesia Power.

Menteri Luar Negeri Erick Thohir sebelumnya mengaku telah mematikan empat unit pembangkit di PLTU Suralaya.

Menanggapi hal tersebut, Novita Indri dari Trend Asia membantah klaim Erick Thohir. Menurut dia, hingga saat ini unit-unit yang dinonaktifkan tersebut masih beroperasi dan meningkatkan tingkat pencemaran udara di Jakarta dan sekitarnya.

Keluhan Warga

Dari depan rumahnya, Edi Suryana, 44 tahun, menunjuk lima cerobong asap milik PLTU Suralaya yang terlihat jelas menjulang tinggi.

Rumah Edi berada di Kampung Kotak Malang, Kelurahan Suralaya, Cilegon, yang kira-kira berjarak kurang dari dua kilometer dari kompleks PLTU.

Bertepatan dengan kunjungan Presiden Joko Widodo ke Cilegon, pada Selasa (12/09) kemarin, cerobong itu terlihat tidak mengeluarkan asap.

Duduk di teras rumahnya, Edi lalu menunjukkan beberapa video yang dia rekam beberapa hari lalu. Dalam video itu terlihat dua dari lima cerobong mengeluarkan asap tebal berwarna putih.

“Sekarang ini usia warga tidak kayak orang dulu yang sampai 80 hingga 100 tahun. Sekarang di usia 60-an saja sudah bengek, dan segala macam,” kata Edi kepada wartawan M. Iqbal yang melaporkan kepada BBC News Indonesia dari Cilegon, Selasa (12/09).

Dampak dari polusi PLTU Suralaya, disebut Edi, juga diduga dialami oleh anak perempuannya, yang menderita penyakit paru-paru.

Edi mengetahui penyakit itu pada tahun 2019 ketika anaknya yang masih berusia tiga tahun menjalani imunisasi dan memunculkan alergi.

Lalu, kata Edi, petugas posyandu merujuk anaknya ke puskesmas dan kembali dirujuk lagi ke rumah sakit daerah Cilegon.

Mendapat bantuan dari Trend Asia, Edi membawa anaknya juga ke Rumah Sakit Universitas Indonesia.

“Hasilnya, anak saya menderita penyakit paru, disuruh mengkonsumsi obat paru selama enam bulan. Karena debu fly ash [batu bara] ini ternyata komplikasi penyakitnya, bahkan kalau sempat tidak tertolong ujung-ujungnya kematian,” ujarnya.

Edi juga mengetahui setidaknya ada beberapa orang remaja di dekat rumahnya yang mengalami nasib sama dengan anaknya, “Ada empat orang yang mengonsumsi obat seperti anak saya. Ada yang enam bulan bahkan sampai satu tahun,” tambahnya.

Selain penyakit paru, Edi juga mengatakan bahwa tumbuh kembang anaknya itu juga mengalami gangguan.

“Memang debu batu bara ini, kalau masih [berusia] kecil kekebalan tubuh kita masih bagus, nanti kenanya di atas 15 tahun baru terasa,” ujarnya.

Edi juga bercerita adik iparnya yang baru saja menikah meninggal dunia di usia 19 tahun tahun 2010 lalu.

“Saat dirontgen, ternyata gosong paru-parunya. Dia tinggal di bawah [rumah] sini. Saya mau menyalahkan siapa, karena memang di sini cuma ada ini satu-satunya, PLTU Suralaya,” kata Edi.

Edi berharap, jangan sampai keberadaan industri PLTU itu membunuh perlahan masyarakat Suralaya akibat polusi yang ditimbulkan.

“Tidak memberikan manfaat bagi warga sekitar, tapi malah membunuh kami,” tutup Edi.

Edi menyebut di kampungnya terdapat sekitar 3.000 kepala keluarga.

Dampak Buruk polusi PLTU Suralaya Menurut Riset CREA

Dalam penelitian CREA terbaru disebutkan bahwa kawasan PLTU Suralaya di Banten merupakan daerah yang sangat tercemar.

Dengan menggunakan metode Base Scenario (mengukur konsentrasi gas buang polutan untuk unit yang ada- existing), rata-rata konsentrasi partikulat PM2.5 dari hasil pembakaran batu bara di PLTU Suralaya sebesar 1,0 μg m-3.

Particulate Matter (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer).

Pencemaran udara yang ditimbulkan PLTU itu disebut membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat dan juga perekonomian di separuh bagian utara Provinsi Banten, meliputi Serang dan Cilegon yang berpenduduk 13 juta jiwa.

“Termasuk hilangnya 1.470 nyawa setiap tahunnya dan kerugian kesehatan yang menelan biaya hingga Rp14,2 triliun,” dikutip dari laporan CREA.

Angka kematian dan kerugian akan semakin meningkat menjadi 1.640 jiwa dan Rp15,8 triliun jika seluruh PLTU itu menyeburkan gas polutan secara maksimal (diukur dengan metode Base_Max).

Selain dampak buruk yang diciptakan, CREA juga mengukur upaya pengendalian polusi udara yang bisa dilakukan.

Salah satunya adalah penggunaan teknologi terbaik yang tersedia (Best Available Technologies – BAT) yang dipasang untuk mereduksi polusi udara di kompleks PLTU di Suralaya.

“Dapat menyelamatkan hingga 1.527 nyawa setiap tahunnya. Penerapan BAT juga dapat mencegah hingga 1.642-1.792 kunjungan ke unit gawat darurat, 932-1.164 kasus asma baru pada anak, 853-942 kelahiran prematur, 561-615 kelahiran dengan berat badan lahir kurang.”

“Dan, 680.000-746.000 ketidakhadiran kerja setiap tahunnya. Semua ini dapat berarti adanya potensi keuntungan ekonomi sebesar Rp14,7 triliun,” tulis dalam siaran pers CREA.

Pembakaran batu bara pada PLTU batu bara seperti di kompleks PLTU Suralaya menimbulkan polusi udara yang terdiri dari partikel halus (PM2.5), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), dan ozon (O3), yang kesemuanya dapat menyebar dalam jarak jauh dan menyebabkan penyakit pada manusia.

PLTU Suralaya mencemari Jakarta dan sekitarnya

Hasil penelitian CREA juga menunjukkan bahwa pencemaran yang ditimbulkan oleh PLTU Suralaya tidak hanya mencemari sebagian wilayah Banten tetapi juga berdampak pada provinsi tetangga.

PLTU berkapasitas 6 gigawatt ini akan menyumbang konsentrasi PM2,5 sebesar 0,2 hingga 0,4 μg m-3 (rata-rata tahunan) di wilayah Jakarta.

Novita Indri dari Trend Asia mengatakan temuan CREA semakin menegaskan bahwa PLTU Suralaya berkorelasi kuat sebagai salah satu sumber utama pencemaran di Jakarta dan sekitarnya, selain yang disebabkan oleh internal Jakarta sendiri.

“Pencemaran udara melintasi batas negara dan jarak Jakarta-Suralaya sekitar 80 km. “Ketika ada arah angin, dapat menghilangkan polusi PLTU di wilayah Jabodetabek,” kata Novita. Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan sumber pencemaran udara terbesar di Jakarta dan sekitarnya berasal dari kendaraan yakni 44%, disusul PLTU 34%, dan sumber lainnya.

Salah satu pembangkit listrik terbesar yang terletak di dekat Jakarta adalah PLTU Suralaya. Ada delapan unit di sana dan dua sedang dalam tahap pembangunan.

PLTU Suralaya pertama kali dibangun sekitar tahun 1984 dan jumlahnya terus bertambah hingga saat ini.

PLN Indonesia Power Membantah Pernyataan

PLN Indonesia Power selaku pengelola delapan unit pembangkit di PLTU Suralaya membantah temuan dari CREA itu.

“Sama sekali tidak benar… Klaim tanpa dasar ilmiah,” kata Sekretaris Perusahaan PLN Indonesia Power Agung Siswanto.

Agung merujuk pada sebuah temuan yang dilakukan oleh Guru Besar Teknik Lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Profesor Puji Lestari, mengenai kajian dampak kegiatan PLTU PT PLN Indonesia Power terhadap potensi polutan lintas batas dengan model dispersi pada tanggal 1-22 Agustus 2023.

Hasilnya, disebut bahwa PLTU Suralaya sudah memenuhi aturan yang ditetapkan pemerintah, terutama dalam mengelola emisi yang dihasilkan.

“Kesimpulan yang kami dapat dalam kajian tersebut antara lain, terdapat transboundary Air Polutant (polutan Lintas Batas) terutama pada musim penghujan namun pada konsentrasi yang relatif kecil pada Jakarta, dimana pada musim kemarau tidak terjadi transboundary ke arah Jakarta, konsentrasi polutan pada bulan Agustus 2023 cenderung kecil dan tidak terjadi transboundary ke arah Jakarta baik untuk polutan PM2.5; NOx dan SO2,” jelas Puji dikutip dari situs Kementerian ESDM.

Agung kembali melanjutkan, Indonesia Power telah menggunakan peralatan yang disebut canggih. Di antaranya seperti sistem electrostatic precipitators (ESP), yaitu pengendalian abu hasil proses pembakaran dengan metode memberi muatan listrik.

Kemudian adalah teknologi continuous emission monitoring system (CEMS), teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus menerus.

“Semua data real time. Dipastikan baku mutu emisi jauh di bawah ambang persyaratan dan tidak merusak lingkungan,” kata Agung.

Pemerintah Bohong Soal Tutup 4 PLTU Suralaya

Sebelumnya, pemerintah memutuskan menutup PLTU Suralaya Unit I hingga IV untuk mengurangi polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.

Meski demikian, Menteri Luar Negeri Erick Thohir mengatakan penutupan unit yang masing-masing berkapasitas sekitar 400 MW dan dioperasikan oleh anak perusahaan PT PLN itu tidak mengurangi polusi di Jakarta.

Oke sekarang PLTU yang disalahkan, Suralaya I, II, III, IV kita matikan. Tapi menurut data terakhir, tidak mengurangi pencemaran. Tapi tetap kita matikan, karena ini proyek biasa. kalimat.” berkomitmen menjaga pencemaran,” kata Erick saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (31 Agustus).

Namun hingga saat ini, menurut penelusuran Trend Asia, sperti diungkapkan oleh Novita, unit-unit tersebut masih beroperasi.

“Itu tidak ada, sampai saat ini kalau kita ke Suralaya, unit-unit itu masih aktif. Jadi kita harus tanya apa yang kita bicarakan, ini pihak siapa? PLTU selalu heboh,” kata Novita.

Solusi Menurut Riset CREA

Dalam laporannya, CREA menguraikan sejumlah upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengurangi polusi udara dari pembangkit listrik tenaga batu bara, seperti yang terjadi di Suralaya.

Yang pertama adalah mengganti pembangkit listrik tenaga batu bara dengan sumber energi terbarukan.

Upaya lebih lanjut memerlukan penerapan langkah-langkah pengendalian polusi udara dan penetapan batas konsentrasi emisi polutan yang ambisius, serta memastikan penerapannya.

Terakhir, pengungkapan emisi industri wajib dilakukan dengan dokumentasi dan metodologi yang transparan.

“Pemerintah Indonesia perlu mengambil tindakan yang lebih serius untuk mengatasi emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara. “Sangat penting untuk menegakkan standar, menerapkan teknologi terbaik yang tersedia (BAT) dan pada akhirnya menggantinya dengan sumber energi,” kata Jamie Kelly, analis kualitas udara di ACI.

Senada, Novita mengatakan pemerintah harus segera mengganti PLTU Suralaya dan pembangkit listrik tenaga batu bara lainnya dengan sumber energi terbarukan.

“Pembangkit listrik tenaga batu bara harus ditutup. “Bukan hanya karena usia tua tetapi juga karena dampak kerusakan yang ditimbulkan, terutama karena pemerintah terus menjunjung tinggi manfaat dari emisi nol bersih,” ujarnya.

 

 

 

 

Editor: farahdama a.p/addinda zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life