Home » Ratusan Kerbau di Sumsel Mati Akibat Terinfeksi Virus Ngorok

Ratusan Kerbau di Sumsel Mati Akibat Terinfeksi Virus Ngorok

by Raja H. Napitupulu
2 minutes read
Ilustrasi kerbau. Foto: Ist

ESENSI.TV - JAKARTA

Dalam beberapa pekan terakir, peternak di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan menderita kerugian. Pasalnya, terjadi kematian kerbau ternak secara massal. Dalam dua pekan, kerbau yang mati mencapai 431 ekor.

Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Kabupaten OKI mengkonfirmasi kematian kerbau ini terjadi akibat serangan Septicaemia epizootica (SE) atau yang kerap disebut virus ngorok.

Peternak setempat mengatakan kematian akibat infeksi virus ngorok menyebar lebih cepat dibanding penyakit mulut dan kuku (PMK). Penyakit itu juga sering terjadi kawasan peternakan. Sebelum mati, kerbau yang terkena virus tersebut mengalami sesak nafas.

Data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian menyebutkan  virus ini telah dapat dicegah dengan vaksin Septivet.

Penyakit Ngorok (tagere) atau nama lainnya penyakit Septicaemia Epizootica (SE) merupakan penyakit yang sering menyerang hewan/ternak ruminansia. Khususnya sapi dan kerbau yang sifatnya akut atau fatal.

Penyakit ini sering terjadi terutama saat musim hujan tiba. Apabila sapi belum memiliki daya kekebalan tubuh terhadap penyakit SE dan dalam kondisi ketahanan tubuh yang menurun. Maka dapat menyebabkan terjadinya serangan penyakit SE yang menyebabkan kematian pada ternak sapi.

“Oleh karena itu, pelaksanaan vaksinasi SE sangat perlu dilakukan secara rutin di daerah yang rawan penyakit SE. Terutama pada saat sebelum terjadinya perubahan musim,” seperti dilansir dari Ditjen PKH, Kamis (18/4/2024).

Di Indonesia penyakit SE menjadi penyakit yang mangakibatkan kerugian ekonomi terbesar. Dimana angka kematiannya baik sapi/kerbau pada tahun 1997 mencapai 9.288 ekor.

Oleh karena itu, untuk memberikan kekebalan hewan ternak terhadap penyakit SE, maka setiap tahun pemerintah melalui Ditjen PKH mengalokasikan anggaran. Khususnya untuk kegiatan vaksinasi terhadap pengendalian penyakit Ngorok.

Baca Juga  PR Pemerintah Masih Banyak, Illegal Fishing Belum Tertangani Dengan Baik

Kegiatan ini juga sekaligus untuk mendukung kegiatan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) Tahun 2018.

Gejala Terinfeksi

Sementara itu, drh. M. Hasbi Putra, M.Si dalam laman resmi Disnakkeswan Provinsi NTB meyebutkan ada beberapa gejala kerbau tekena virus tersebut.

Kerbau yang terindikasi terjangkit penyakit SE akan menunjukkan gambaran gejala klinis berupa peningkatan suhu tubuh, respirasi, pulsus/denyut jantung, hewan berbaring, timbul leleran dan anoreksia.

Gambaran hematologis yang ditunjukkan berupa perubahan jumlah leukosit, eusinofil, netrofil dan monosit, sedangkan gambaran Serologis yang ditunjukkan berupa peningkatan titer antibodi.

Tidak semua kerbau yang terindikasi terjangkit SE secara bersamaan menunjukkan perubahan gambaran klinis, hematologis dan Serologis.

Dari 17 ekor kerbau sebanyak 2 ekor (11,76%) dari jumlah tersebut tidak menunjukkan gejala hematologis dan 5 ekor (29,41%) lagi tidak menunjukkan gejala klinis.

Demikian pula dengan 16 ekor kerbau yang terindikasi terjangkit SE berdasarkan gejala hematologis, sebanyak 25% dari jumlah tersebut tidak menunjukkan gejala klinis.

Nilai validitas uji klinis dengan serologis yang meliputi sensitifitas, spesifisitas, NPP, NPN dan uji Kappa berturut-turut sebesar 80%, 80 %, 92 %, 57 % dan 0,529.

Sedangkan nilai validitas uji hematologis terhadap serologis berturut-turut sebesar 88,2 %, 66,6 %, 93,7 %, 50 % dan 0,48.

Dari hasil perhitungan sensitifitas diketahui masih terdapat kesalahan dalam pengamatan klinis sebesar 20% dan kesalahan pemeriksaan hematologis sebesar 11,8% sehingga diperlukan laboratorium penunjang guna mempercepat proses pengobatan.

Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang/Raja H Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life