Home » Sejarah Kelenteng, Awalnya Sebagai Tempat Penghormatan Para Leluhur China

Sejarah Kelenteng, Awalnya Sebagai Tempat Penghormatan Para Leluhur China

by Lala Lala
2 minutes read

ESENSI.TV - JAKARTA

Salah satu tempat yang cukup ramai dikunjungi saat Tahun Baru Imlek ada kelenteng atau klenteng. Ini adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa.

Di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, sehingga kelenteng dengan sendirinya sering dianggap sama dengan tempat ibadah umat Konghucu.
Di beberapa daerah, kelenteng juga disebut dengan istilah tokong. Istilah ini diambil dari bunyi suara lonceng yang dibunyikan pada saat menyelenggarakan upacara.

Kelenteng adalah istilah umum untuk tempat ibadah yang bernuansa arsitektur Tionghoa, dan sebutan ini hanya dikenal di pulau Jawa. Sebutan ini tidak dikenal di wilayah lain di Indonesia. Misalkan di Sumatera mereka menyebutnya bio, lalu di Sumatera Timur ini disebutam dan penduduk setempat kadang menyebut pekong atau bio.
Lalu di Kalimantan di orang Hakka menyebut kelenteng dengan istilah thai Pakkung, pakkung miau atau shinmiau.
Seiring perkembangan waktu, istilah ‘kelenteng’ menjadi umum dan mulai meluas penggunaannya. Kelenteng bagi masyarakat Tionghoa tidak hanya berarti sebagai tempat ibadah saja. Selain Gong-guan (Kongkuan), kelenteng mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan komunitas Tionghoa dimasa lampau.

Menurut beberapa sumber, kelenteng dibangun pertama kali pada 1650 oleh Letnan Kwee Hoen dan dinamakan Kwan Im Teng. Kelenteng ini dipersembahkan kepada Kwan Im atau dei pewelas asih atau Avalokitesvara bodhisattva.
Dari kata Kwan Im Teng inilah orang Indonesia akhirnya lebih mengenal kata kelenteng daripada Wihara, yang kemudian melafalkannya sebagai kelenteng hingga saat ini.

Baca Juga  Yuk! Intip Kronologis Kemerdekaan Hingga Lahirnya Proklamasi RI

Pada awalnya, kelenteng adalah tempat penghormatan pada leluhur “Ci” (rumah abu) atau dewa.
Masing-masing marga membuat ‘Ci’ untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abuh. Para dewa-dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada awalnya dihormati oleh marga mereka.
Seiring perkembangan zaman, penghormatan kepada dewa-dewi yang kemudian dibuatkan ruangan khusus yang dikenal sebagai kelenteng yang dapat dihormati oleh berbagai macam marga dan suku.

Di dalam kelenteng biasanya bagian samping atau belakang dikhususkan untuk abu leluhur yang masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga masing-masing. Ada pula di dalam kelenteng disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran atau agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu, Taoisme, dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha.

Selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para dewa-dewi, dan tempat mempelajari berbagai ajaran, kelenteng juga digunakan sebagai tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apapun.

 

Editor: Darma Lubis

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life