Home » Alasan Gubernur Bali Larang Nonton Upin Ipin

Alasan Gubernur Bali Larang Nonton Upin Ipin

by Lyta Permatasari
2 minutes read

ESENSI.TV -

Gubernur Bali I Wayan Koster melarang pelajar untuk menonton serial Malaysia, Upin Ipin. Ia menuturkan, serial Upin Ipin bukan produk budaya Indonesia dan tidak memiliki cerita yang jelas. Larangan ini disampaikannya ketika menghadiri acara penyerahan hadiah lomba esai tentang film Jayaprana Layonsari di Wantilan Kantor DPRD Bali, Senin (14/8/2023).

“Apa itu yang dari Malaysia itu, Upin Ipin ya. Jangan lagi nonton itu, enggak jelas itu apa itu, lebih baik kita bangun produksi yang berangkat pada tradisi dan budaya kita,” kata Koster, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (14/8/2023).

Dibandingkan menonton Upin Ipin, Koster mengajak pelajar untuk menonton Jayaprana Layonsari, film yang diadaptasi dari cerita rakyat Bali.

Menurutnya, menonton film itu sama halnya dengan melestarikan warisan budaya dan tradisi masyarakat Bali. Koster mengatakan, budaya dan tradisi Bali harus tetap dijaga di tengah gempuran teknologi serta kebudayaan asing.

“Titiyang (saya) minta adik-adik semua agar menonton film Jayaprana ini, supaya bisa menjadi inspirasi bagaimana menjalani kehidupan yang baik,” ujarnya.

“Serta yang penting buat kita adalah ikut menjadi bagian dalam membangun dan memajukan kebudayaan Bali,” sambungnya. Politisi PDI-P ini menjelaskan, warisan budaya merupakan ikon pariwisata Bali, sehingga Bali kerap menjadi salah satu destinasi favorit dunia. Sektor pariwisata juga yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Bali.

“Kita wajib mewarisi ini agar Bali ke depan jangan sampai rusak tatanan budayanya, tatanan kehidupannya, karena kalau ini rusak maka sama tidaknya Bali ini tidak akan ada lagi,” jelas dia.

Baca Juga  Asal-Usul Buku ‘Si Jendela Dunia’, Buku Pertama Lahir di Mesir

Tentang Jayaprana dan Layonsari

Dunia barat memiliki kisah cinta Romeo dan Juliet, Tanah Bali memiliki kisah Jayaprana dan Layonsari. Jayaprana dan Layonsari merupakan kisah tragedi antara dua insan yang saling mencintai, tentang ego manusia dan kesetiaan seorang perempuan.

Dikutip dari laman Pemkab Buleleng, Jayaprana Loyansari mengisahkan tentang seorang yatim piatu bernama Jayaprana yang mengabdi di istana. Ketika ia berusia 12 tahun, sang raja memintanya untuk segera menikah dengan memilih gadis yang diimpikannya.

Pilihan Jayaprana pun jatuh kepada Ni Layonsari yang merupakan putri Jero Bendesa dari Banjar Sekar. Raja kemudian mengirim surat kepada Banjar Sekar dan mengutarakan niatnya untuk menikahkan Jayaprana dan Loyansari. Akan tetapi, sang raja justru ikut terpesona dengan Loyansari ketika melihatnya dalam upacara pernikahan. Raja pun kemudian mengupayakan agar Jayaprana dan Loyansari berpisah.

Setelah tujuh hari pernikahan, raja mengutus Jayaprana untuk pergi ke Teluk Terima guna menyelidiki perahu yang hancur. Di tempat itulah Jayaprana akhirnya dieksekusi atas permintaan raja. Kematian itu menyisakan kesedihan mendalam bagi Loyansari hingga ia memutuskan untuk bunuh diri. Raja pun merasa sedih atas kematian Loyansari dan menyusulnya bunuh diri.

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life