Tren pernikahan Indonesia terus menurun dalam 6 tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2023, sebesar 68,29% dari total anak muda belum menikah. Angka ini menjadi yang terendah dalam satu dekade terakhir.
Persentase pemuda yang berstatus kawin semakin menurun, sedangkan pemuda yang belum kawin semakin meningkat.
Padahal, berdasarkan kelompok umur, pemuda Indonesia paling banyak berada pada kelompok umur 19-24 tahun (39,78 persen). Rentang kelompok umur tersebut merupakan masa pemuda menjalani pendidikan tinggi. Bahkan ada yang sudah bersiap untuk masuk dalam dunia kerja dan perkawinan.
Angka pernikahan terbanyak dimiliki provinsi Jawa Barat dengan 317.715 pernikahan. Kemudian, ada Jawa Timur dengan 285.189 pernikahan dan Jawa Tengah dengan 256.144 pernikahan. Sementara itu, Papua Selatan dengan 871 pernikahan menjadi provinsi yang paling rendah.
Faktor Penurunan Angka Pernikahan
BPS menyebutkan ada sejumlah faktor dalam penurunan angka pernikahan.
Pertama, adanya pergeseran usia perkawinan pemuda. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan batas usia minimal perkawinan menjadi 19 tahun. Baik untuk laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut dapat menjadi penyebab penurunan jumlah pemuda berstatus kawin.
Kemudian, faktor pendidikan dan karier. Pada tahun 2023, sebanyak 40,01 persen pemuda tamat SMA/sederajat, 35,96 persen pemuda tamat SMP/sederajat, dan 11,25 persen pemuda tamat perguruan tinggi.
Terdapat keterkaitan status ekonomi rumah tangga terhadap Angka Partisipasi Sekolah (APS) pemuda. Pendidikan tinggi lebih banyak dicapai oleh pemuda yang tinggal pada rumah tangga kelompok pengeluaran tinggi.
Jakarta menjadi salah satu kota dengan biaya hidup paling tinggi di Indonesia, mencapai Rp14 juta yang mencakup pengeluaran rumah tangga, termasuk sewa rumah. Ditambah juga biaya yang bersifat transportasi, kebutuhan orang tua, hingga dana pendidikan anak.
Saat ini, tren generasi sandwich juga ramai di kalangan anak muda. Banyak yang harus membagi sebagian gaji untuk orang tua. Hal ini menjadi pertimbangan untuk menentukan besaran pengeluaran setiap bulan maupun tahun.
Kekhawatiran Pemerintah
Pada Mei 2023 lalu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta masyarakat Indonesia tidak menunda pernikahan. Ia menjelaskan ini merupakan upaya penyeimbangan struktur demografi Indonesia pada 2050 mendatang.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan, berdasarkan skenario dengan tren tanpa adanya kebijakan, hasilnya angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) di Indonesia bisa terus menyusut hingga di angka 1,9 pada 2045.
Kekhawatiran pemerintah perlu diantisipasi dengan kajian maupun kebijakan dari berbagai aspek, termasuk faktor penurunan angka pernikahan itu sendiri. Ketidakstabilan ekonomi, penghasilan rendah, hingga budaya patriarki masih mendominasi untuk menunda pernikahan.
Editor: Raja H. Napitupulu