Home » Hindari Potensi Shock pada Industri Perbankan, OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit

Hindari Potensi Shock pada Industri Perbankan, OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit

by Junita Ariani
2 minutes read
ojk1

ESENSI.TV - JAKARTA

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperpanjang restrukturisasi kredit guna mencegah potensi terjadinya shock (kejut) pada industri perbankan atau cliff effects.

“Jika restrukturisasi kredit terlalu cepat dihentikan maka akan menimbulkan shock pada industri perbankan, kemudian kredit crunch (kegentingan) yang menghambat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi,” kata Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto.

Hal itu dikatakannya dalam webinar “Urgensi Perpanjangan Kebijakan Restrukturisasi Kredit,” dikutip dari antaranews, Kamis (19/1/2023).

OJK menerbitkan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34 Tahun 2022 guna memperpanjang stimulus terkait restrukturisasi COVID-19 sampai Maret 2023 untuk sektor penyediaan akomodasi, makanan dan minuman, tekstil dan alas kaki, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta Provinsi Bali.

Restrukturisasi kredit untuk sektor dan wilayah tertentu tersebut diperpanjang dengan mempertimbangkan berbagai kondisi, seperti tensi geopolitik yang masih tinggi antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga komoditas.

Perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut, lanjutnya, juga telah mempertimbangkan pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19 dan besaran paparan kondisi perekonomian global terhadap perekonomian nasional.

Baca Juga  Pemerintah dan BI Sepakati Langkah Strategis Kendalikan Inflasi

Anung mengatakan, guna menghindari terjadinya moral hazard, budaya tidak membayar, budaya tidak mengemplang dan budaya membayar seenaknya oleh kreditur, OJK tidak bisa memperpanjang kebijakan relaksasi kredit sampai terlalu lama.

Menurutnya, berdasarkan survei Internasional Monetary Fund (IMF) sebanyak 51 negara di dunia telah mulai melakukan normalisasi kebijakan, termasuk dengan mengurangi stimulus kepada pelaku usaha.

“Jadi di antara negara anggota G20, hanya Indonesia yang belum melakukan normalisasi kebijakannya,” ucap Anung.

Oleh karena itu OJK memilih memperpanjang restrukturisasi kredit kepada sektor dan wilayah yang belum sepenuhnya pulih dari COVID-19 hanya sampai akhir Maret 2023.

Karena memandang kondisi perekonomian yang sudah mulai pulih, kinerja perbankan yang kian resiliensi, dan keperluan Indonesia untuk patuh terhadap standar internasional seperti Regulatory Consistency Assesment Program (RCAP).

“Transparansi keuangan juga menjadi penilaian. Jadi kepatuhan laporan keuangan perbankan terhadap standar akuntansi internasional sulit dipenuhi dengan restrukturisasi kredit yang membuat laporan keuangan perbankan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya,” imbuh Anung Herlianto. *

Editor: Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life