Home » Industri Tekstil Indonesia Terancam Bangkrut Akibat Predatory Pricing di Platform Social Commerce

Industri Tekstil Indonesia Terancam Bangkrut Akibat Predatory Pricing di Platform Social Commerce

by Erna Sari Ulina Girsang
2 minutes read
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki. Foto: KemenkopUKM

ESENSI.TV - JAKARTA

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan industri tekstil Indonesia terancam bangkrut akibat aksi predatory pricing yang dilakukan oleh manufaktur dan pedagang di platform online.

Kondisi ini menyebabkan produk dalam negeri kalah bersaing bukan karena kualitas, tetapi soal harga yang tidak masuk Harga Pokok Penjualan (HPP) pelaku UKM/IKM tekstil yang tidak mampu bersaing.

Seperti diketahui predatory pricing atau disebut dengan jual rugi adalah salah satu bentuk strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga yang sangat rendah.

Tujuan utamanya untuk menyingkirkan pelaku usaha pesaing dari pasar dan juga mencegah pelaku usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang sama.

Segera setelah berhasil mengusir pelaku usaha pesaing dan menunda masuknya pelaku usaha pendatang baru, selanjutnya dia dapat menaikkan harga kembali dan memaksimalkan keuntungan yang mungkin didapatkan.

“Saya mendapat informasi ada indikasi marak impor pakaian jadi maupun produk tekstil yang tak terkendali,” jelas Teten Masduki saat melakukan kunjungan ke kawasan industri tekstil di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung pada Minggu, 24 September 2023 lalu.

Dia mengemukakan harga murah ini adalah predatory pricing di platform online. Kondisi ini memukul pedagang offline.

Sektor produksi konveksi juga industri tekstil, dibanjiri produk dari luar yang sangat murah.

Baca Juga  Harga Daging Ayam Tembus Rp50.000/Kg, Jokowi: Mungkin Ada Problem di Suplainya

Dalam kunjungan itu, Teten  melihat langsung imbas praktik predatory pricing di platform social commerce yang membuat industri tekstil di Majalaya terancam bangkrut.

Penjulan anjlok, sehingga pabrik tekstril  harus mengurangi volume produksi dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Padalah pabrik tekstil adalah salah satu bidang usaha padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.

Permintaan di Pasar Anjlok

Dia mengatakan penurunan produksi terjadi karena permintaan di pasar ikut anjlok.

“Ada penurunan yang cukup drastis karena pelaku UMKM yang memproduksi pakaian muslim, kerudung, pakaian jadi yang dijual di pasar grosir seperti Tanah Abang, ITC Kebon Kelapa, Pasar Andir terpantau anjlok. Akibatnya permintaan terhadap pakaian, kain, dan tekstil menurun drastis,” terang Teten.

Pada kesempatan itu, para pelaku usaha tekstil menyampaikan keluhannya kepada Menteri Koperasi dan UKM. Mereka adalah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), Paguyuban Textile Majalaya, dan KADIN Kabupaten Bandung.*

Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang/Raja H Napitupulu

#beritaviral
#beriaterkini

 

 

 

 

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life