Home » Ketua Banggar Bantah Soal Swasembada Beras di Masa Pemerintahan Jokowi

Ketua Banggar Bantah Soal Swasembada Beras di Masa Pemerintahan Jokowi

by Junita Ariani
2 minutes read
Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah menyoroti lonjakan belanja atau anggaran bansos yang disalurkan oleh pemerintah.

ESENSI.TV - JAKARTA

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menegaskan tidak ada program swasembada beras di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Penegasan itu disampaikannya menanggapi pernyataan salah satu calon wakil presiden (cawapres) pada debat 21 Januari 2024. Yang menyebutkan bahwa Indonesia telah mencapai swasembada beras pada masa Presiden Joko Widodo.

“Kalau impor beras dikaitkan dengan bencana el nino, tentu tidak relevan. Bahwa benar pada tahun 2023 Indonesia mengalami el nino, musim kering yang agak panjang,” kata Said dalam rilisnya, Kamis (25/1/2024) di Jakarta.

Namun, sambung Said, masa ini berlangsung kurang dari 4 bulan. Dan, memang ada kebutuhan untuk menutup pasokan kebutuhan beras dalam negeri sebagai cadangan bila persawahan ada gagal panen.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu berharap urusan beras, data dan kebijakannya jangan dijadikan komoditas politik elektoral. Apalagi jika disampaikan dengan tidak jujur.

“Tentu hal itu tidak baik. Bagi pemimpin, berani jujur itu bukan kehebatan, tetapi keharusan. Sebab kata-kata dan perbuatannya berpengaruh luas kepada rakyat,” jelasnya.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia dinilai selalu melakukan impor beras sepanjang tahun 2014 hingga 2023.

Pemerintah Indonesia memutuskan melakukan impor beras 844 ribu ton pada tahun 2014, 861 ribu ton pada tahun 2015. Tidak berhenti, impor beras melonjak signifikan menjadi 2,25 juta ton pada tahun 2018, dibandingkan pada tahun 2017 sebesar 305 ribu ton.

Terakhir, impor beras pada tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton. Angka ini menandai bahwa Indonesia telah menjadi negara dengan impor beras terbesar sepanjang sejarah republik ini berdiri.

Dirinya mempertanyakan sikap pemerintah Indonesia yang memutuskan untuk mengimpor beras mencapai 3,06 juta ton akibat gagal panen.

Baca Juga  Dampak El Nino Bagi Perekonomian Indonesia

Tidak Tepat El Nino jadi Rujukan

Data BPS mengungkapkan, produksi beras pada tahun 2022 sebesar 31,5 juta ton dan periode Januari-Oktober 2023 mencapai 30,9 juta ton. Artinya, ada kemungkinan perubahan data produksi beras sampai Desember 2023.

Dibandingkan hasil panen padi pada tahun 2022 dan 2023, Said merujuk data BPS, pada tahun 2022 produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 54, 75 juta ton.

Sementara tahun 2023, data terakhir yang disajikan BPS pada Oktober 2023 produksi GKG mencapai 53,63 juta ton. Data ini belum ditambahkan perhitungannya sampai Desember 2023.

Artinya, produksi GKG sepanjang 2023 potensi lebih besar dari data rilis terakhir BPS.

“Jadi, sangat tidak tepat kalau el nino dijadikan rujukan untuk mengungkapkan kebutuhan impor beras dengan skala massif. Terbesar dalam sejarah republik ini berdiri. Saya melihat ada indikasi ketidakwajaran dalam hal besarnya volume impor beras pada tahun 2023,” sebutnya.

Pada tahun 2020 lalu, selaku Ketua Banggar, Said sudah mengusulkan kepada pemerintah agar mengubah skema impor. Dia meminta skema impor komoditas dari sistem kuota menjadi impor dengan model pengenaan tarif.

Pasalnya, kebijakan impor dengan sistem kuota, sarat dengan upaya memburu rente para pejabat.

Bahkan, Ombudsman telah menemukan beberapa waktu lalu perbedaan antara dokumen kuota impor bawang dengan realisasi yang lebih besar dari dokumen.

Rekomendasi izin impornya sebesar 560 ratus ribu ton di ratas Kemenko Perekonomian, tetapi rekomendasi di Kementan mencapai 1,2 juta ton.

“Saya pastikan dengan model impor pengenaan tarif, negara lebih banyak untungnya, dan model perburuan rente pada kegiatan impor bisa lebih dikurangi,” terang Said. *

#beritaviral
#beritaterkini

Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang/Raja H Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life