Home » Majelis Kehormatan Temukan Para Hakim Terbukti Langgar Kode Etik, Tapi Tak Bisa Ubah Putusan MK

Majelis Kehormatan Temukan Para Hakim Terbukti Langgar Kode Etik, Tapi Tak Bisa Ubah Putusan MK

by Erna Sari Ulina Girsang
2 minutes read
Rapat Majelis Kehormatan yang dihadiri Anggota Majelis Kehormatan Jimly Asshiddiqie sebagai Ketua merangkap Anggota, Wahiduddin Adams sebagai Sekretaris merangkap Anggota dan Bintan R Saragih sebagai Anggota, di Jakarta, Selasa (7/11/2023). Foto: MK

ESENSI.TV - JAKARTA

Majelis Kehormatan memutuskan para Hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilaporkan terbukti bersama-sama melanggar kode etik jabatanya. Meski demikian, Majelis Kehormatan tidak bisa mengubah putusan yang sudah diambil Hakim MK.

Dengan demikian, keputusan mengubah batas usia calon presiden dan calon wakil presiden menjadi bisa berusia di bawah 40 tahun bagi calon yang pernah atau sedang menjabat sebagai Kepala Daerah tetap berlaku.

Dalam risalah hasil sidang yang digelar, Selasa (7/11/2023), disebutkan para Hakim Terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

Dengan demikian, Rapat Majelis Kehormatan menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada para Hakim Terlapor.

Adapun Anggota Majelis Kehormatan yang memutuskan harl ini, adalah Jimly Asshiddiqie, sebagai Ketua merangkap Anggota, Wahiduddin Adams, sebagai Sekretaris merangkap Anggota dan Bintan R Saragih, sebagai Anggota.

Tidak Bisa Menilai Keputusan MK

Dengan demikian, adapun kesimpinan Rpat Majelis Kehormatan adalah Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, di Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang  batas usia usia capres dan cawapres.

Pasal 17 ayat (6) dan ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi.

Para Hakim Terlapor secara bersama-sama terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang bersifat tertutup, sehingga melanggar Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

Praktik pelanggaran benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Karena, para Hakim Terlapor secara bersama-sama membiarkan terjadinya praktik pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat mengingatkan antar hakim, termasuk terhadap pimpinan, karena budaya kerja yang “ewuh pekewuh”.

Kesetaraan Hakim Terabaikan

Sehingga kesetaraan antar hakim terabaikan dan praktik pelanggaran etika biasa terjadi. Dengan demikian, para Hakim  Terlapor secara besama-sama terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan,

Baca Juga  MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres dan Cawapres, Tetap Minimal 40 Tahun

Sementara itu, adapun rekomendasi Majelis Kehormatan adalah Hakim Konstitusi tidak boleh membiarkan kebiasaan praktik saling pengaruh memengaruhi antar hakim dalam penentuan sikap dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang menyebabkan independensi fungsional tiap-tiap hakim sebagai 9 (sembilan) pilar tegaknya konstitusi
menjadi tidak kokoh, dan pada gilirannya membuka peluang untuk terjadinya pelemahan terhadap independensi struktural kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi secara kelembagaan.

Hakim Konstitusi tidak boleh membiarkan terjadinya praktik pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat mengingatkan antar hakim, termasuk terhadap pimpinan, karena budaya kerja yang “ewuh pekewuh”, sehingga prinsip kesetaraan antar hakim terabaikan, dan praktik pelanggaran etika biasa terjadi

Kemudian, Hakim Konstitusi harus menjaga iklim intelektual yang sarat dengan ide-ide dan prinsip-prinsip pencarian kebenaran dan keadilan konstitusional yang hidup berdasarkan nurani yang bersih dan akal sehat yang tulus untuk kepentingan bangsa dan negara, tercermin dalam penulisan pendapat-pendapat hukum, dan dalam permusyawaratan dan perdebatan substantif di antara para hakim untuk menemukan kebenaran dan keadilan konstitusional yang hidup itu sebagaimana mestinya

Hakim Konstitusi secara sendiri-sendiri dan bersama-sama harus memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk menjaga agar informasi rahasia yang dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim tidak bocor keluar.

Keputusan ini di bacakan Majelis Kehormatan MK dengan Nomor 5/MKMK/L/11/2023.

Adapun pelapor untuk putusan ini adalah Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Ind(PBHI), perorangan yang tergabung dalam Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia (TAPHI), perorangan yang tergabung dalam Advokat Pengawal Konstitusi, Alamsyah Hanafiah dan Perhimpunan Pemuda Madani.

Sedangkan yang dilaporkan adalah Anwar Usman, Hakim Konstitusi merangkap Ketua Mahkamah Konstitusi. Manahan M. P. Sitompul, Hakim Konstitusi merangkap Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.

Enny Nurbaningsih, Ketua Mahkamah Konstitusi. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi. M Guntur Hamzah, Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi.*

Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang/Raja H. Napitupulu

#beritaviral
#beritaterkini

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life