Home » Marwan Cik Asan: Tiga Poin Penting Terkait Pengelolaan Utang Negara

Marwan Cik Asan: Tiga Poin Penting Terkait Pengelolaan Utang Negara

by Junita Ariani
2 minutes read
Anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan.

ESENSI.TV - JAKARTA

Komisi XI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan beberapa pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Selasa (13/6/2023). Agenda rapat pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran tahun 2024.

Anggota Komisi XI, Marwan Cik Asan memberikan tiga poin penting terkait pengelolaan utang negara. Mulai dari besarnya SILPA setiap tahun, tingginya yield dibanding negara ASEAN, hingga kulminasi utang di masa depan.

Pertama mengenai SILPA. Setiap tahunnya kata Marwan, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang cukup besar. Padahal uang tersebut didapatkan dari pembiayaan utang.

Ia mencontohkan SILPA pada tahun 2020 menembus Rp245 triliun, SILPA tahun 2021 sebesar Rp84,9 triliun dan sebesar Rp111 triliun untuk SILPA tahun 2022.

“Ini kan sederhananya kita ngomong ini uang sisa yang tidak terpakai. Padahal sejatinya uang ini kita peroleh dari pembiayaan artinya dari utang. Nah, ini tentu tidak di pure Bapak,” ujarnya, di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta.

Yang belanja juga menurut Marwan, harus dimarahin. Kenapa? Karena sudah diutangin kok nggak belanja, kan gitu?

“Tetapi ini bagian dari evaluasi kita. Makin besar SILPA yang tersisa dari APBN kita berarti makin besar juga uang hasil pinjaman yang tidak kita pakai. Dan, ini adalah uang yang berbunga,” ungkap legislator Dapil Lampung II itu.

Kedua, mengenai tingginya yield atau imbal hasil investasi. Ia menilai imbal hasil yang ada di Indonesia terbilang sangat tinggi dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara.

Bunga Tinggi

Sebagaimana disampaikan Dirjen PPR dalam rapat tadi, kata Marwan, ajuan pagu indikatif Rp21,39 miliar untuk ‘Program Perbendaharaan, Kekayaan Negara dan Risiko. Maka ditetapkan target imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara sebesar (6,49 persen – 6,91 persen) sebagai indikator program.

Baca Juga  Sektor Unggulan Halal Value Chain Topang 23% Ekonomi Nasional

“Indonesia ini tinggi sekali biaya bunganya itu lho, antara 6 sampai 7 persen. Ini jauh dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN,” tegasnya.

“Nah, ini harus jadi solusi ke depan. Jangan kita nyaman karena kemudahan-kemudahan. Kita pinjam via SBN akibatnya kita tidak kreatif untuk mencari dana-dana yang lebih murah. Ini catatan ke dua pak, kalau ini bagian bapak,” ujar Marwan.

Penekanan itu disampaikan Marwan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR), Suminto yang hadir pada kesempatan tersebut.

Terakhir atau yang ketiga, sambung Marwan, adalah catatan BPK mengenai kulminasi utang yang akan terjadi pada periode 2025-2030.

Hal tersebut diperkirakan terjadi lantaran adanya pinjaman yang jatuh tempo secara bersamaan. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR ini berharap DJPPR dapat memberikan perhatian pada tiga poin yang disampaikannya tersebut.

“Nah jadi pada tiga sektor tersebut, Saya minta menjadi perhatian Pak Suminto beserta jajarannya. Pertama terkait SILPA mungkin tidak 100 persen di Bapak. Kedua terkait imbal hasil pinjaman. Dan, ketiga terkait kulminasi utang 2025-2030,” tutup Marwan.

Hadir pada kesempatan yang sama Dirjen Perbendaharaan, Dirjen Kekayaan Negara, Dirjen Perimbangan Keuangan. Serta beberapa Kepala BLU yang bernaung di bawah Kemenkeu. *

#beritaviral
#beritaterkini

Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life