Home » Masih Ada 2 Peluang Ferdy Sambo Lolos dari Jerat Hukuman Mati Menurut Para Pakar

Masih Ada 2 Peluang Ferdy Sambo Lolos dari Jerat Hukuman Mati Menurut Para Pakar

by Erna Sari Ulina Girsang
4 minutes read
Eks Pejabat Polri Ferdy Sambo dalam sidang putusan banding di PT DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023) lalu. Foto: Ist

ESENSI.TV - PERSPEKTIF

Ferdy Sambo telah dijatuhi hukuman mati karena terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Namun, menurut para pakar hukum, mantan pejabat tinggi di Kepolisian RI ini setidaknya masih punya dua peluang untuk bisa lolos dari jeratan hukuman mati.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023) lalu, telah menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo, terdakwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mengungkapkan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Sambo melanggar Pasal 340 KUHP Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Beberapa hal yang memberatkan terdakwa, yakni melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya sendiri yang sudah mengabdi selama tiga tahun. Sambo juga mencoreng nama baik Kepolisian RI, dan tidak mengakui perbuatannya.

“Perbuatan yang sepatutnya tidak dilakukan oleh seorang pejabat tinggi Polri dan mencoreng institusi Polri. Tidak ada hal yang meringankan terdakwa,” kata Wahyu saat membacakan vonis terhadap terdakwa Ferdy Sambo.

Selain itu, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan juga telah mengetok palu untuk vonis pelaku lainnya. Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dijatuhi hukuman penjara 20 tahun.

Kemudian, mantan ajudan Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal Wibowo, divonis 13 tahun penjara.

Selanjutnya, Asisten rumah tangga keluarga Ferdy Sambo, yaitu Kuat Ma’ruf, divonis 15 tahun penjara.

Terakhir, mantan ajudan Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), dituntut JPU 12 tahun penjara. Namun Majelis Hakim menjatuhkan vonis jauh lebih ringan, yaitu 1,5 tahun atau 1 tahun 6 bulan di bui.

Mayoritas masyarakat mengapresiasi keputusan Hakim ini. Namun, setidaknya masih ada dua peluang yang bisa membuat Sambo lolos dari hukuman mati. Demikian menurut para pakar hukum. Berikut penjelasannya:

Pertama, Motif Pembunuhan Berencana Tidak Diuraikan

Hakim sudah menyatakan dalam putusannya bahwa penyebab pembunuhan berencana itu adalah karena sakit hati PC terhadap almarhum Brigadir J.

Namun, masih ada sisa pernyataan dari kasus ini, yaitu motif pembunuhan berencana, yaitu sakit hati PC kepada Brigadir J tidak diuraikan oleh Hakim dalam putusannya karena tuduhan pelecehan di awal kasus sudah dinyatakan tidak terbukti.

Gayus Lumbuun, Mantan Hakim Agung, mengatakan beban pembuktian motif memang berada di tangan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Namun, Hakim harus ikut serta dalam menerima bola yang dilempar kepada Hakim. Jadi kalau tidak mampu membuktikan, bukan berarti tidak perlu dibuktikan.

Dia mengingatkan jika motif tidak diuraikan, maka ada potensi putusan bisa dibatalkan, jika banding sampai ke tingkat Peninjauan Kembali (PK).

“Kalau Hakim tidak menguraikan motif demi keadilan, demi doktrin, silahkan menggunakan limpahannya sendiri,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam Program Kontroversi, Metro TV, Senin (13/2/2023).

Namun, jelasnya, tindakan ini berisiko di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

Alasannya, Pengadilan Negeri adalah pengadilan tingkat pertama yang memeriksa dan memutus perkara sebagai judex factie atau berdasarkan fakta-fakta hukum yang terjadi. Demikian juga dengan Pengadilan Tinggi.

Peran Mahkamah Agung

Gayus mengatakan yang perlu diingat adalah jika kasus akan sampai ke Mahkamah Agung. Pengadilan tingkat kasasi atau peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) adalah judex jurist. MA tidak lagi memeriksa fakta dan bukti-bukti perkara.

Mahkamah Agung, ujarnya, hanya memeriksa penerapan hukum terhadap fakta yang sudah ditentukan atau diputuskan pengadilan judex factie. Pengadilan judex jurist di MA tidak lagi memeriksa fakta peristiwa hukum atau perbuatan hukum, tapi menilai benar atau tidaknya penerapan hukum dalam putusan judex factie.

“Yang dibahas di Mahkamah Agung, yaitu judex jurist, jadi penerapan hukum. Kami ini (Hakim Agung-red), bukan penerapan fakta. Kami ini penerapan hukum. Kemudian harus bisa dijelasan tanpa ada yang berkurang,” terangnya.

Gayus Lumbuun mengatakan putusan Hukuman Mati Ferdy Sambo itu terancam bisa dibatalkan di tingkat banding kasasi karena kurangnya pertimbangan hukum atau kurangnya penjelasan tentang persoalannya diadili.

“Ya bisa saja,” tegas Gayus Lumbuun menjawab Host Acara Hotman Paris, saat ditanya apakah betul demikian jika motif tidak diuraikan, maka nanti kalau banding sampai ke tingkat PK maka bisa dibatalkan?

Baca Juga  Cara Indonesia Keluar dari Resesi dan Mendongkrak Pertumbuhan Ekonomi

Namun, Gayus Lumbuun mengatakan diantara Hakim sendiri masih ada perbedaan pendapat soal hal ini. Namun, setiap kasus yang masuk ke MA sebaiknya sudah lengkap pertimbangan hukumnya, termasuk motif dan hal-hal yang mendasari motif pelaku.

“Sehingga, putusan yang demikian besar ini mempunyai potensi kembali diadili di tingkat diri sendiri. Jangankan motif yang mendasar, dasar-dasar motif itupun masih digali kalau dia merasa pembunuhan faktor yang disebut rencana itu. Apa dibalik rencana itu,” ujarnya.

Mengenai alasan tidak mengungkap motif karena konsumsi orang dewasa, Gayus mengatakan hukum di Indonesia sudah mengakomodir semua itu.

“Kenapa harus dilompati, tidak perlu motif. Jadi begini maksud saya, kalau ada sesuatu yang perlu dibahas demi keadilan tidak usah terhalang. Bisa dibahas tertutup,” terangnya.

Tidak Perlu Menguraikan Motif

Hal berbeda disampaikan, Mantan Hakim Agung Djoko Sarwoko. Dia mengatakan meskipun motif pembunuhan tidak diuraikan dalam putusan, tetapi unsur-unsur dari dakwaan atau pasal yang didakwakan sudah terpenuhi, maka putusan Hakim sudah kuat.

Pandangan ini sejalan dengan Ahli Hukum Pidana, Jamin Ginting. Jamin Ginting mengatakan yang menjadi dasar ketidaklengkapan putusan bukan terkait motif, tetapi unsur-unsur inti yang dituntut, seperti tempat terjadinya tindak pidana dan waktunya terjadi tindak pidana.

“Secara umum karena yang harus dibuktikan disitu adalah tadi unsur inti dari suatu perbuatan pidana yang dituntut oleh JPU yang didakwakan. Nah, motif yang dilakukan itu hanya berfungsi untuk memberatkan atau meringankan,” jelas Jamin Ginting.

Kedua, Peluang dari UU KUHP Baru

Secara terpisah, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md mengatakan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga memberikan peluang bagi Ferdy Sambo untuk lolos dari hukuman mati.

Soalnya, pasal 100 KUHP baru tentang pidana mati menyebutkan bahwa Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun.

Jika selama masa percobaan itu, terpidana menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji, pidana mati dapat diturunkan menjadi pidana seumur hidup.

Perubahan hukuman ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden, setelah melalui pertimbangan Mahkamah Agung.

UU KUHP akan berlaku setelah tiga tahun diundangkan. Jadi, jika vonis mati belum dieksekusi pada tahun 2026 mendatang, Ferdy Sambo masih bisa mengupayakan keringanan hukuman.

“Iya bisa kalau belum dieksekusi sebelum 3 tahun, nanti sesudah 10 tahun kalau berkelakuan baik bisa menjadi seumur hidup kan itu undang-undang yang baru,” jelas Mahfud, seusai acara Bersholawat Mendinginkan Suhu Politik antara Partai-Partai Politik dan Pemeritah, di Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (13/2/2023) malam.

Secara umum, dia menjelaskan di dalam undang-undang itu, jika seorang dalam proses hukum, lalu terjadi perubahan peraturan perundang-undangan, maka terdakwa mungkin akan menerima keringanan.

“Kecuali mau diperdebatkan. Itu terjadi jika ada perubahan undang-undang dalam proses hukum,” jelas Mahfud.

Vonis Hakim Dinilai Sudah Tepat

Di sisi lain, Menko Polhukam mengatakan vonis untuk Ferdy Sambo sudah tepat karena ancaman maksimal untuk pembunuhan berencana itu memang hukuman mati.

Hukuman mati tidak bisa dikurangi karena berdasarkan fakta persidangan tidak ada satupun yang meringankan hukuman. Hukuman bisa dikurangi kalau ada sikap-sikap yang meringankan. Namun, inikan tidak menurut Hakim.

Demikian juga, ujarnya, untuk Putri Candrawathi yang divonis 20 tahun penjara. Untuk kasus Putri, menurutnya, sejak awal sudah menimbulkan polemik karena dia didakwa pasal 340 dan pasal 55 ayat 1 soal pembunuhan berencana.

“Peran PC sebagai penyerta, sebagai orang yang ikut serta. Karena dia ikut serta ya wajar kalau 20 tahun,” terang Mahfud MD.

Sementara itu, untuk Richard Eliezer dia mengatakan seharusnya memang juga dihukum karena dia termasuk pelaku. Namun, mungkin ada pertimbangan keringanan karena jika tidak ada Richard Eliezer mungkin banyak fakta di kasus ini yang tidak terungkap.*

Muhammad Ramadhan, MH (Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara)

Editor: Erna Sari Ulina Girsang
#beritaviral
#beritaterkini

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life