Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan untuk mengubah batas minimum usia capres dan cawapres (calon presiden dan calon wakil presiden) dalam uji materi UU Pemilu.
Ketetapan ini, diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi, di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023).
“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” jelas Anwar Usman selaku Ketua Hakim dalam sidang pembacaan putusan tersebut.
Dengan demikian, batas minimal usia capres dan cawapres tetap 40 tahun, seperti yang tertuang dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Adapun sebagai anggota Hakim adalah Saldi Isra, Manahan MP Sitompul, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic P Foekh, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, M Guntur Hamzah dan Suhartoyo.
Sidang putusan ini dihadiri oleh Pemohon, yang mewakili Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menerima gugatan untuk melakukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) soal batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres).
Pemohon PSI dan 4 Individu
Permintaan ini diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan empat penggugat dari individu kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dalam bentuk tuntutan terhadap uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Selain PSI, tuntutan juga disampaikan oleh perseorangan warga negara Indonesia, yakni Anthony Winza Probowo, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi dan Mikhail Gorbachev.
Mereka mengatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu berbunyi, Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden. Adalah berusia paling rendah 40 tahun, menghambat warga negara mendapatkan hak politiknya.
Batas usia yang berlaku saat ini, menurut para Pemohon, bertentangan dengan moralitas dan rasionalitas karena menimbulkan bibit-bibit diskriminasi sebagaimana termuat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Sebaliknya, pemohon meminta negara memberikan kesempatan bagi putra putri bangsa untuk memimpin bangsa dan membuka seluas-luasnya agar calon terbaik bangsa dapat mencalonkan diri.
Oleh karena itu, objek permohonan adalah ketentuan yang dikriminatif karena melanggar moralitas dan menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang memilih maupun orang yang dipilih.
Untuk itu para Pemohon meminta Mahkamah menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 35 tahun.*
Email: ernasariulinagirsang@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang/Raja H Napitupulu
#beritaviral
#beritaterkini