Home » Nelayan, Profesi Paling Makmur di Lamongan

Nelayan, Profesi Paling Makmur di Lamongan

by Lyta Permatasari
2 minutes read
Spanduk pecel lele

ESENSI.TV - Lamongan

Kalau bicara Lamongan, yang terlintas di pikiran pasti pecel lele. Ayo, akui saja. Nah, saya sering mengamati reaksi orang-orang ketika saya memperkenalkan kampung halaman saya, Lamongan, tentu saja ada orang yang mengatakan “oh, pecel lele”.

Pecel lele begitu familiar bagi Lamongan sehingga ketika Saddil Ramdani bermain di Persela, para komentator memberinya julukan pecel lele. Edyan yang sebenarnya.

Permasalahan seputar pecel lele tidak hanya sampai disitu. Dalam perbincangan masyarakat banyak yang beranggapan bahwa kriteria menantu idaman di Lamongan adalah pemilik kandang lele. Meski dilebih-lebihkan, pecel lele dipandang sebagai penopang ekonomi kerakyatan.

Pasalnya, warung lele paling laris sehingga perdagangannya dinilai sangat menggiurkan. Banyak perantau lele pulang ke tanah air dengan mobil, motor atau barang lain yang mencerminkan kesuksesan. Ini adalah konteks klaim.

Bahkan ada beberapa desa di Lamongan yang menampilkan deretan rumah mewah namun terkesan tak berpenghuni. Ya, rumah tersebut konon pernah dimiliki oleh pecel lele perantau luar kota.

Lamongan kaya berkat laut dan pasarnya

Namun, bagi saya, pernyataan ini tidak sepenuhnya benar. Namun, penyumbang ekonomi terbesar bukanlah penjual ikan lele, melainkan sektor perdagangan (pasar) dan kelautan.

Sekadar informasi, di Lamongan terdapat dua kecamatan yang dianggap paling makmur, yakni kecamatan Tripe dan Paciran. Kecamatan Babat yang dikenal sebagai penghasil wingko ini mampu berjaya karena merupakan pusat perdagangan (pasar) yang melegenda.

Sedangkan Kabupaten Paciran yang terletak di pesisir utara karena pemanfaatan lautnya. Ya, memancing adalah batu loncatan menuju tatanan ekonomi. Karena pekerjaannya sangat menjanjikan.

Pertama-tama disclaimer, para pemancing yang saya maksud disini adalah para pengguna kapal besar. Ya, ada beberapa jenis pemancing. Ada yang menggunakan perahu kecil yang hanya beroperasi pada malam hari.

Ada juga orang yang menggunakan perahu yang cukup besar. Jaraknya bisa 12 hari di laut.Nah ini nelayan tipe kedua yang saya bicarakan.

Baca Juga  14.307 Rumah Tangga Tidak Mampu di Jawa Barat Dipasang Listrik Gratis

Saya beri contoh, nelayan tipe kedua ini karena butuh waktu sekitar 12 hari untuk melaut sebulan sekali, jadi dia hanya bisa melaut sebulan dua kali. Dan bagi yang belum tahu, rata-rata pendapatan sekali melaut adalah 1,5 juta rupiah. Artinya dalam sebulan mungkin 3 juta. Itu setara dengan PNS, yagasiiih?

Hei, belum peduli? Tunggu sebentar. Hal menarik berikutnya, nominal pendapatan ini masuk ke kru dengan posisi paling bawah. Di sini disebut “divisi”.

Sedangkan nakhoda kapal atau biasa kita sebut juragan bisa mendapat penghasilan 10 juta rupiah sekali pelayaran, atau 20 juta rupiah sebulan.

Ya, Anda tidak salah. Dan ini adalah rata-rata nominal. Bisa lebih dari itu lho penghasilannya. Gelar tersebut sudah setara dengan gaji kepala sekolah salah satu perguruan tinggi di wilayah Malang.

Sejak itu, dari kecemerlangan industri perikanan mulai bermunculan berbagai pekerjaan lain, salah satu pekerjaan yang paling banyak diminati para pekerja rumah tangga adalah profesi “scraping” atau menyaring dan mengklasifikasikan ikan tergantung jenis ikannya besar kecil.

Gaji untuk pekerjaan ini adalah 50-150 ribu rupee per hari. Dan yang menarik adalah jam kerjanya hanya dari subuh sampai jam 9-10 pagi (bukan sebelum jam 8 pagi).

Artinya, jika Anda melakukannya setiap hari, Anda bisa mendapatkan setidaknya sekitar 1,5 juta rupiah. Itu minimal, ya. Mungkin lebih juga. Dan pada siang hari, Anda selalu dapat melakukan hal lain. Bukankah itu bagus?

Selain itu, ada pekerjaan lain seperti perdagangan ikan, pengangkutan ikan (kami menyebutnya manol) dan beberapa lainnya yang tercipta dari ekosistem pekerjaan yang disebut nelayan.

Namun harus diakui bahwa memancing hanyalah sebuah profesi, bukan keajaiban. Jadi tidak ada jaminan sukses menjadi nelayan. Mereka bisa bangkrut kapan saja. Risiko melaut juga sangat berisiko. Tidak heran kita mendengar tentang kapal.

 

 

Editor : Farahdama A.P/Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life