Home » Perlukah Legalisasi Ganja di Indonesia?

Perlukah Legalisasi Ganja di Indonesia?

by Administrator Esensi
6 minutes read
Komisi III DPR RI menilai ganja untuk kesehatan atau medis perlu terakomodir dengan baik dalam revisi UU Narkotika yang akan dibahas Komisi III bersama Pemerintah. Foto: Ist

ESENSI.TV - JAKARTA

Seputar Kontroversi Ganja di Dunia dan Indonesia

Ganja atau yang lebih dikenal dengan nama mariyuana, adalah salah satu bahan yang kontroversial dalam dunia kesehatan. Ada beberapa perbedaan pendapat tentang manfaat dan bahaya dari penggunaan ganja.

Satu sisi, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa komponen aktif dalam ganja, tetrahydrocannabinol (THC), dapat membantu meredakan nyeri dan memperbaiki kualitas hidup bagi mereka yang menderita kondisi medis seperti glaukoma, epilepsi, dan multiple sclerosis.

Di sisi lain, penggunaan ganja juga dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan jika digunakan secara berlebihan atau terus-menerus. Efek negatif meliputi ketergantungan, masalah pemikiran dan memori, serta risiko kesehatan jangka panjang seperti kerusakan paru-paru dan perkembangan gangguan mental.

Kontroversi ini juga membawa konsekuensi hukum dan sosial. Beberapa negara telah melakukan legalisasi penggunaan ganja untuk tujuan medis dan rekreasi, sementara negara lain masih melarang penggunaan ganja secara ketat.

Dalam hal ini, penting untuk mempertimbangkan manfaat dan risiko potensial dari penggunaan ganja dan melakukan lebih banyak penelitian untuk memahami dampak jangka panjang dari penggunaan ganja pada kesehatan. Konsultasi dengan dokter juga sangat dianjurkan bagi mereka yang berpikir untuk menggunakan ganja demi mengatasi kondisi medis.

Secara keseluruhan, kontroversi ganja dan efeknya pada kesehatan menunjukkan pentingnya memberikan perhatian yang cermat dan berwawasan kedepan kepada isu ini.

Negara yang Legalisasi Penggunaan Ganja

Beberapa negara dan negara bagian yang telah melegalkan penggunaan ganja untuk tujuan medis dan/atau rekreasi dengan berbagai alasan, antara lain:

1. Kanada

Melegalkan penggunaan ganja pada tahun 2018 dengan tujuan mengendalikan dan membatasi akses terhadap ganja serta membantu mencegah penggunaan ganja oleh anak-anak.

2. Uruguay

Melegalkan penggunaan ganja pada tahun 2013 untuk membantu mengurangi tingkat kriminalitas dan memperbaiki akses bagi pasien untuk menggunakan ganja untuk kondisi medis.

3. Beberapa negara bagian di AS, seperti California, Colorado, dan Massachusetts

Melegalkan penggunaan ganja pada tahun 2016 dengan tujuan meningkatkan pendapatan negara melalui pajak dan mengurangi biaya pengendalian dan pemrosesan delik criminal terkait ganja.

4. Belanda

Melegalkan penggunaan ganja dalam batas tertentu melalui kedai kopi sejak tahun 1976 dengan tujuan mengurangi kriminalitas dan mempermudah akses bagi pasien untuk menggunakan ganja untuk kondisi medis.

 

Alasan lain yang mendasari legalisasi ganja meliputi upaya untuk mengurangi diskriminasi terhadap pengguna ganja, memperbaiki akses terhadap obat-obatan yang berkhasiat, dan membantu mengurangi biaya pengendalian dan pemrosesan delik kriminal terkait ganja.

Perlu diingat bahwa legalisasi ganja tidak berarti penggunaan ganja bebas tanpa batasan dan peraturan. Negara-negara yang melegalkan ganja juga memiliki peraturan dan batasan yang ketat terkait penggunaan ganja, seperti usia minimum untuk membeli dan menggunakan ganja, jumlah maksimal yang boleh dimiliki, dan tempat-tempat tertentu dimana penggunaan ganja dilarang.

Kebijakan Ganja di Indonesia

Ganja berasal dari tanaman cannabis sativa. Nama lainnya adalah charas, grass, dope, pot, weed, mull, bhang, dan hashish. Tumbuhan ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan tekstil karena serat yang dihasilkannya kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai sumber minyak. Serbuk sari ganja pertama kali muncul di subkontinen India lebih dari 32 ribu tahun lalu, tetapi bukti arkeologis pertama tanaman tersebut ditemukan di Jepang pada 10.000 SM.

Di Indonesia, ganja masih dianggap sebagai obat terlarang dan penggunaannya dilarang oleh hukum. Sampai saat ini, Indonesia termasuk negara yang menentang legalisasi ganja. Ganja masih dikelompokkan pada Narkotika Golongan I. Golongan narkotika ini hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi. Melakukan penanaman ganja dengan sengaja dapat dikenai sanksi pidana, hal ini diatur dalam UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 111, 113, 114, dan 116.

Penggunaan ganja untuk tujuan medis tidak diakui dan tidak didukung oleh pemerintah. Hingga saat ini, belum ada regulasi yang memperbolehkan penggunaan ganja untuk tujuan medis di Indonesia.

Walaupun demikian, beberapa kalangan mengatakan bahwa penggunaan ganja untuk tujuan medis dapat membantu mengatasi beberapa kondisi medis, seperti nyeri kronis, kejang, dan glaukoma.

Pemerintah Indonesia belum memiliki kebijakan yang jelas tentang penggunaan ganja untuk tujuan medis, serta masih ada banyak diskusi dan debat tentang hal ini. Ada yang mengatakan bahwa legalisasi penggunaan ganja untuk tujuan medis dapat membantu mengatasi masalah kesehatan dan memberikan akses yang lebih baik bagi pasien. Sementara itu, ada juga yang mengatakan bahwa hal ini akan menimbulkan masalah baru, seperti meningkatnya penggunaan ganja secara tidak terkontrol dan memperburuk masalah kesehatan publik.

Saat ini, pemerintah Indonesia sedang mengevaluasi dan mempertimbangkan berbagai faktor dan aspek terkait penggunaan ganja untuk tujuan medis, dan belum ada keputusan yang final tentang hal tersebut.

 

Peraturan Ganja di Thailand

Mulai Kamis, 9 Juni 2022, Thailand mengizinkan warganya menanam ganja dan ganja industri (hemp) untuk keperluan medis dan kuliner. Untuk menanam ganja, warga Thailand dapat melakukan pendaftaran melalui aplikasi bernama Pluk Kan, yang dikembangkan dan dioperasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Thailand. Bagian yang diizinkan untuk dipakai pada produk makanan, mencakup biji hemp, kulit batang, ranting, serat, akar, dan daun.

Pemerintah Thailand telah mengeluarkan ganja dari daftar narkotik kategori 5. Kebijakan ini menjadikan Thailand sebagai negara pertama yang secara progresif melonggarkan aturan ganja di Asia Tenggara.

Baca Juga  Kanada Kirimkan 4 Tank Leopard 2 Bantu Ukraina

Kafe ganja dan apotik gulma merupakan hal yang umum di Thailand. Para turis dan masyarakat di Thailand dapat memesan hidangan dan minuman yang mengandung ganja di kafe/restoran. Namun, amandemen pemerintah terhadap undang-undang serta perdebatan yang terus berlanjut terkait perizinan telah menciptakan “Weed Wild West”. Hal ini dipercaya dapat membuat turis berada dalam masalah. Kitty Chopaka, advokat ganja independent yang berbasis di Bangkok mengatakan tidak ada informasi yang benar semenjak legalisasi ganja ini diterapkan.

Saat ini, kementerian kesehatan masyarakat telah menerbitkan panduan baru. Mendel Menachem di pusat informasi ganja High Thailand mengatakan turis tidak perlu takut selama mengikuti beberapa aturan sederhana yang telah diterbitkan tersebut. Menachem juga menambahkan, agar orang mengkonsumsi ganja harus tepat dan bertanggungjawab.

Aturan-Aturan Ganja bagi Turis

Meskipun ganja secara legal boleh dikonsumsi di Thailand. Tetapi, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para turis.

Orang yang diizinkan mengonsumsi ganja adalah yang berusia di atas 20 tahun, tidak dalam kondisi hamil atau menyusui, serta secara hukum diizinkan untuk mengonsumsi ganja.

Turis dapat mengonsumsi ganja di tempat-tempat tertentu. Merokok di dalam rumah seseorang diizinkan. Ganja yang dicampur dalam makanan dapat dikonsumsi di restoran berlisensi. Namun, menghisap ganja di tempat umum seperti sekolah, kuil, dan pusat perbelanjaan dapat menyebabkan denda sebesar 25.000 baht Thailand serta hukuman penjara selama tiga bulan. Ruang publik sama dengan ruang milik orang lain, sehingga tidak boleh dilanggar.

Ada lebih dari 5.000 toko gulma di seluruh Thailand. Di kota seperti Bangkok, Chiang Mai, dan Pattaya dapat ditemukan apotik dengan mudah. Untuk membudidayakan ganja, individu harus mendaftar ke Food and Drug Administration negara yang bersangkutan. Izin juga diperlukan untuk menggunakan kuncup bunga ganja sebagai objek penelitian, ekspor, atau pemrosesan yang memiliki tujuan komersial.

Tidak ada batasan maksimal untuk konsumsi ganja secara pribadi. Namun, tidak disarankan untuk mengemudi setelah mengonsumsi ganja. Turis juga dilarang masuk atau keluar negara dengan membawa bagian tanaman atau bijinya. Kepemilikan ekstrak dengan tingkat THC lebih tinggi dari 0.2% memerlukan izin yang tidak mungkin dimiliki turis.

Keuntungan Legalisasi Ganja di Thailand

Thailand meyakini bahwa dengan kebijakan melegalkan ganja, akan memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat Thailand. Menteri Kesehatan Masyarakat Thailand, Anutin Charnvirakul, sangat yakin akan manfaat medis dalam ganja. Harapannya warga miskin Thailand bisa menanam sendiri mariyuana sebagai sarana pengobatan ketimbang membayar obat kimia yang sangat mahal.

Manfaat kedua tentu saja terkait ekonomi bisnis. Dengan meliberalisasi aturan soal ganja secara cepat dan menyeluruh, pemerintah Thailand berharap mencuri start dari negara-negara tetangganya. Diperkirakan bisnis mariyuana bisa menghasilkan 10 miliar dollar AS (Rp 148 triliun) dalam tiga tahun pertama. Jumlah itu bisa meningkat jika pemerintah menggencarkan wisata ganja, yaitu turis-turis yang sengaja datang ke Thailand untuk terapi dan pengobatan menggunakan mariyuana.

Alasan ketiga di balik keuntungan legalisasi ganja adalah kestabilan aspek hukum dan politik. Di Thailand, banyak penjara yang jumlah napinya melampaui kapasitas dan tiga-perempat dari mereka dikurung karena kasus narkoba. Kondisi buruk di dalam penjara tidak hanya dikritik dunia internasional, tapi juga membuat pemerintah Thailand mengucurkan banyak dana operasional. Saat ini, dengan adanya legalisasi ganja, lebih dari 4.000 napi terkait kasus ganja dibebaskan dari penjara.

Israel Kembangkan Manfaat Ganja

Israel merupakan salah satu negara dengan persentase pengguna ganja tertinggi. Bahkan, menjadi satu-satunya negara di Timur Tengah yang melegalkan mariyuana atau ganja. Banyak yang menggunakan ganja dengan alasan medis. Namun, sebagian lainnya juga menggunakan ganja untuk bersenang-senang.

Keberadaan ganja sendiri di Israel sudah cukup lama. Jejak keberadaan ganja sudah ditemukan pada kuil-kuil Yahudi Kuno. Para rabbi, tokoh spiritual atau guru agama jemaat Yahudi pun menyetujui penggunaan ganja.

Zat psikoaktif yang terdapat di dalam ganja pertama kali ditemukan melalui penelitian di Israel yang masih dilanjutkan hingga saat ini. Potensi finansial dan medis terlihat pada hasil penelitian ganja, sehingga pemerintah Israel juga melakukan investasi pada penelitian ganja.

Dikutip dari laman youtube i24NEWS English, Tal Lupo, ilmuwan Israel yang meneliti tanaman ganja mengatakan bahwa, penelitian yang mereka lakukan akan mempengaruhi penggunaan ganja secara medis di seluruh dunia. Ia juga berharap dapat menemukan cara-cara dan komponen ganja yang pasti, untuk dijadikan obat-obatan.

Para ilmuwan juga mengatakan ganja dapat digunakan dalam pengobatan kanker, epilepsi, skizofrenia, dan kondisi kesehatan lainnya. Penggunaan teknologi agrikultural di Israel berpotensi menjadi tempat yang ideal untuk membudidayakan tanaman ganja.

Israel disebut sedang mempersiapkan untuk melangkah lebih awal untuk masuk ke ‘pasar ganja’.

Terlepas dari kontroversi mengenai ganja, belajar dari negara tetangga kita (Thailand), sudah saatnya Indonesia membahas secara massive kebijakan yang berkaitan dengan ganja/mariyuna. Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk memberikan peluang kebermanfaatan sekaligus kepastian hukum yang berguna bagi warga negara kita, Indonesia.

 

Oleh: Riki Gana S

Riki Gana S

(Founder Jelajah Museum – ALUMNI Young Political Leadersip GI 9)

 

Editor: Addinda Zen

addindazen@esensi.tv

 

 

 

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life