Home » Waduh! Faktor Budaya Jadi Kunci KDRT Terus Terjadi

Waduh! Faktor Budaya Jadi Kunci KDRT Terus Terjadi

by Junita Ariani
2 minutes read
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga Rentan KemenPPPA, Eni Widiyanti, mengatakan budaya menjadi faktor kunci terus terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

ESENSI.TV - JAKARTA

Budaya masih menjadi faktor kunci terus terjadinya kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. Masih melekatnya budaya patriarki dan masalah privasi merupakan alasan utama terjadinya KDRT.

Hal ini menyebabkan banyak korban, utamanya perempuan, tidak mampu melaporkan atau bahkan sekadar melawan tindak kekerasan yang dialami.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Eni Widiyanti, mengatakan hal itu.

Hal itu dikatakan Eni dalam Dialog Tokoh Agama Mengenai Penghapusan KDRT, yang diadakan KemenPPPA dengan Perkumpulan Jalastoria Indonesia (JalaStoria).

Kegiatan ini juga merupakan rangkaian Kampanye Jelang Dua Dekade Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKRT).

Sejumlah perwakilan tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu dan Penghayat Kepercayaan hadir dalam dialog tersebut.

Eni juga mengatakan, meskipun UU PKRT sudah mencapai hampir dua dekade, peristiwa KDRT masih terus terjadi. Dan saat Pandemi COVID-19 melanda, kasus kekerasan dalam rumah tangga meningkat jauh.

Yang menjadi korban terbanyak adalah perempuan.

“Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan bahwa 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan selama hidupnya,” kata Eni.

Lebih spesifik kekerasan yang dilakukan pasangan sebanyak 11,3 persen, yang terjadi di dalam rumah tangga. Sedangkan kekerasan yang paling banyak dilakukan oleh pasangan atau suami adalah pembatasan prilaku.

“KDRT tidak hanya berdampak negatif bagi perempuan, namun juga pada anak-anak,” ucap Eni dalam keterangan resminya dikutip Minggu (10/9/2023).

Baca Juga  Rocky Gerung Sebut Kondisi Ekonomi Jadi Sebab Sosiologi KDRT

Oleh sebab itu, penghapusan KDRT melalui pencegahan dan penanganan perlu melibatkan semua pihak. Salah satunya tokoh agama yang dapat berperan penting  di masayarakat.

Pencegahan KDRT

Tokoh agama Islam, Nur Rofiah, mewakili jaringan Kongres Perempuan Ulama Indonesia, mengatakan, pencegahan kekerasan pada perempuan membutuhkan perubahan cara pandang.

Ia mencontohkan perubahan cara pandang yang harus dilakukan, yakni penyalahgunaan penafsiran agama yang dilakukan orang untuk melegitimasi kekerasan.

Dan, melihat perempuan sebagai objek seksual atau mesin reproduksi bahkan sumber fitnah.

“Dalam beragama kita membangun cara pandang dan menegaskan berkali-kali bahwa perempuan itu manusia seutuhnya yang berakal budi, bukan objek. Itu yang dipakai untuk membangun sistem pemahaman atau pengetahuan keislaman yang baru,” ujarnya.

Is Werdiningsih, tokoh agama dari penghayat kepercayaan menuturkan pihaknya juga memiliki komitmen dalam pencegahan KDRT.

Melalui Lembaga Perempuan Penghayat, penguatan internal keluarga terus dilakukan sebagai upaya pencegahan KDRT.

Penguatan dan penanaman pengetahuan cara tentang perempuan mengelola keluarga, mendidik anak-anaknya rutin disampaikan tiap pertemuan atau sarasehan.

“Memang tidak mudah agar perempuan atau korban KDRT untuk berbicara. Korban itu mencari orang yang nyaman untuk diajak bicara. Kami menciptakan ruang-ruang konseling pada saat pertemuan,” jelasnya.

Kami dialog untuk mencari solusi, apakah rumah tangga lanjut atau pisah. Yang paling penting adalah penguatan pada perempuan pasca perpisahan. Karena biasanya perempuan tidak bekerja.

“Konsekuensi itu ada, kami selalu dampingi,” jelas Is Werdiningsih. *

#beritaviral
#beritaterkini

Email : junitaariani@esensi.tv
Editor: Erna Sari Ulina Girsang/Raja H Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life