Home » 5 Hal Kekejaman Penjajah Jepang di Indonesia yang Perlu Kamu Tau. Simak Kisahnya !

5 Hal Kekejaman Penjajah Jepang di Indonesia yang Perlu Kamu Tau. Simak Kisahnya !

by Lala Lala
3 minutes read
Penjajah

ESENSI.TV - JAKARTA

Edisi memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 tahun kali ini, berikut 5 kekejaman penjajah Jepang di Indonesia, sebagaimana dikutip dari akun twitter @eradotid.

Penjajah Jepang melabeli dirinya dengan semboyan :”NIPPON CAHAYA ASIA. NIPPON PELINDUNG ASIA. NIPPON PEMIMPIN ASIA.”

Berikut 5 kekejaman Jepang saat menjajah Indonesia.

Pertama, Pembantaian Nanjing

Salah satu kekejaman perang paling terkenal Jepang, Pembantaian Nanjing. Yaitu peristiwa tentang salah satu alasan utama masih banyak anti-Jepang di Cina.

Pada November 1937, pasukan Jepang berhasil menaklukkan Shanghai sebagai bagian invasi Cina.

Saat Shanghai jatuh, tak butuh waktu lama untuk pasukan Jepang terus menyerbu Cina, salah satunya Nanjing.

Invasi Jepang diwarnai tragedi karena pimpinan pasukan Jepang mengizinkan pemerkosaan dann perampokan di setiap pemukiman yang mereka lewati/taklukkan.

Dalam Pembantaian/Pemerkosaan Nanjing, diperkirakan lebih dari 200.000 warga sipil Nanjing dibunuh dan lebih dari 20.000 diperkosa.

Kedua, Pembantaian Suster Pulau Bangka

Pada 12 Februari 1942, jatuhnya Singapura ke Jepang menyebabkan 65 suster asal Australia dievakuasi. Namun, kapal mereka ditembak Jepang saat berlayar dan mereka terdampar di Pulau Bangka.

Salah satunya adalah suster Vivian Bullwinkel. Selain suster, ada pula sekitar 200 warga sipil. Para penyintas pria mencari tentara Jepang untuk minta tolong, mengira mereka takkan dibunuh karena bukan tentara.

Namun, para pria tiba-tiba dipisahkan dan mereka dieksekusi pasukan Jepang di pantai dengan senapan serta bayonet. Sementara itu, para suster dibawa ke laut dan mereka juga ditembak.

Vivian selamat karena ia ditembak di punggung. Dari 65 suster sejak berangkat, hanya ia seorang yang selamat.

Ketiga, Bataan Death March (Perjalanan Kematian Bataan)

Tanggal 24 Februari 1942, pasukan Jepang di bawah Letnan Jenderal Homma Masaharu pulang dengan malu setelah gagal menginvasi Bataan, Filipina.

Pasukan AS dan Filipina berhasil menghalau mereka saat itu, namun tidak untuk kedua kalinya.

Saat Homma kembali lagi dengan pasukan dan strategi baru 2 bulan kemudian, pasukan AS dan Filipina lemah karena kelaparan.

Bataan pun berhasil diambil alih. Namun, Homma masih dendam akan cacian yang ia terima dari kaisar atas kekalahannya sebelumnya. Ia pun balas dendam.

Homma memerintahkan 75.000 tentara AS dan Filipina yang kurang gizi untuk jalan 161 km ke kamp konsentrasi. Akibatnya, sebanyak 5.000-18.000 tawanan perang Filipina berjatuhan meninggal di jalan. Begitupun 500-650 tawanan perang AS.

Baca Juga  Ini Penyebab Jepang Kalah Dari Iran Di Piala Asia 2023

Keempat, Tragedi Mandor Berdarah

Polisi Rahasia Kaigun menduga adanya api-api pemberontakan di Kalimantan. Kebetulan, pada tahun 1943, pemberontakan terjadi di Kalimantan Selatan.

Khawatir akan terjadi di Kalimantan Barat, Jepang pun mulai membantai bahkan sebelum ada pergerakan.

Tanggal 23 Oktober 1943, Jepang menangkap penguasa lokal, cendekiawan, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga rakyat jelata.

Semuanya tidak pandang bulu dari berbagai suku dan agama. Tanggal 28 Juni 1944, mereka semua diadili atas dasar tuduhan yang belum terbukti.

Mereka semua dieksekusi. Tercatat ada lebih dari 20.000 orang Kalimantan yang dibantai dalam peristiwa ini, namun secara resmi pihak Jepang menyangkal dan mengatakan hanya membunuh 1.000 orang.

Kelima, Jugun Ianfu

Sejak 1932 hingga 1945, Jepang melakukan hal yang sama di setiap negara Asia yang ditaklukkan. Yaitu memaksa banyak perempuan, dari mereka yang baru memasuki pubertas hingga ibu-ibu, di negara itu untuk menjadi budak seks.

Sekitar 200.000 perempuan sipil dipaksa menjadi budak seks untuk para tentara Jepang, yang mayoritas berasal dari Cina dan Korea.

Di Indonesia, ada lebih dari 40 lokalisasi jugun ianfu. Perempuan-perempuan ini diperkosa setiap hari namun tidak dibayar sepeser pun.

Jan Ruff, wanita Belanda yang lahir di Bandung, merupakan salah satu jugun ianfu di Indonesia. Ia terpilih jadi jugun ianfu saat usia 21 tahun dan dibawa ke Semarang di mana ia diperkosa serta dipukuli setiap hari.

Penutup

Meski sudah 78 tahun lamanya Perang Dunia II berakhir, masih banyak kejahatan perang Jepang yang belum diakui oleh pemerintah Jepang dan warganya.

Bahkan, katanya, di pelajaran sejarah murid-murid Jepang, kekejaman Jepang selama perang disensor atau dihapus total.

Meski demikian, pada beberapa kesempatan pemerintah Jepang juga acapkali memberikan beasiswa pendidikan kepada masyarakat Indonesia. Hal itu dinilai sebagai bentuk rasa penyesalan dan permohonan pemerintah Jepang kepada rakyat Indonesia.

Bagaimana komentar kamu?

 

Editor: Dimas Adi Putra

 

 

Sumber:

https://www.pacificwar.org.au/JapWarCrimes/Cross-section_JapWarCrimes.html

https://www.britannica.com/event/Nanjing-Massacre

https://www.awm.gov.au/collection/P10676383

https://www.britannica.com/event/Bataan-Death-March

https://kajomag.com/the-mandor-affair-the-massacres-in-west-kalimantan-during-wwii/

https://tirto.id/sejarah-jugun-ianfu-pada-masa-penjajahan-jepang-di-indonesia-giAA

https://www.vwt.org.au/remembering-jan-ruff-oherne-and-her-fight-for-the-recognition-of-comfort-women/

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life