Home » Indonesia – China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Hingga Surabaya 

Indonesia – China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Hingga Surabaya 

by Nazarudin
3 minutes read
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (kiri) membicarakan kelanjutan proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya dengan Menlu China Wang Yi di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat 19 April 2024.

ESENSI.TV -

Sambil menikmati durian di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Menteri Luar Negeri China pada Jumat (19/4) membahas rencana memperluas jalur kereta cepat Jakarta-Bandung hingga ke Surabaya bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan.

Luhut mengunggah kegiatan bersama Menlu China Wang Yi tersebut di laman Istagram pribadinya, meski tidak menyinggung soal pembengkakan biaya U$1,2 miliar (Rp19,5 triliun) dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut.

“H.E. Wang tampak menikmati suasana tenang dari ‘Sunset Diplomacy Meeting’ dengan pemandangan senja tepi pantai, disertai siluet pulau-pulau kecil yang sangat memanjakan mata,” tulis Luhut dalam laman Instagramnya, dikutip dari Benarnews. 

Luhut mengatakan Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang beroperasi secara komersial pada 17 Oktober tahun lalu telah mencapai rata-rata 15.000 penumpang per hari dalam tiga bulan terakhir. Pada puncak arus mudik Lebaran, jumlahnya mencapai 21.422 penumpang atau naik 34%.

“Saya harap pemerintah China, China Development Bank, dan China Railway terus memberikan atensi prioritas dan dukungan finansial, serta pengalihan teknologi pengoperasian Kereta Cepat Jakarta-Bandung,” kata Luhut usai menghadiri Dialog Tingkat Tinggi dan Mekanisme Kerja Sama keempat Indonesia-China (HDCM) di Labuan Bajo.

Luhut menambahkan bahwa sudah selayaknya proyek kereta cepat ini diteruskan sampai ke Surabaya dan mengusulkan pembentukan joint task force (satuan tugas gabungan) untuk mempercepat rencana tersebut. Rencana untuk membangun kereta cepat dengan tujuan akhir Surabaya telah ada sejak inisiasi pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, demikian sumber media.

Sebelumnya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo sendiri mendesak percepatan studi kelayakan proyek jalur kereta cepat hingga Surabaya, seperti dikutip oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi usai kepala negara menerima kunjungan Wang di Istana Merdeka, Jakarta pada Kamis.

“Bapak Presiden (Jokowi) menilai perlu adanya percepatan penyelesaian studi kelayakan untuk perpanjangan trase (Kereta Cepat) ke Surabaya,” kata Retno Marsudi.

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung merupakan salah satu dari Belt and Road Initiative China di Indonesia, proyek pembangunan infrastruktur secara ambisius dari Negara Tirai Bambu itu di Asia, Eropa dan Afrika.

China merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia, dengan volume perdagangan mencapai lebih dari U$127 miliar, menurut keterangan Kementerian Luar Negeri Indonesia. China juga merupakan salah satu investor asing terbesar dengan nilai investasi lebih dari U$7,4 miliar tahun lalu.

Selain kelanjutan pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut dalam Instagramnya juga menyebutkan bahwa ia bersama dengan Wang Yi membahas sejumlah rencana proyek seperti penanaman padi di kawasan Food Estate Kalimantan Tengah, dan pengembangan Taman Sains dan Teknologi Herbal (TSTH) di Toba serta rencana pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatra Utara, provinsi yang juga adalah asal Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi itu.

Baca Juga  Masyarakat Bisa Cobain Naik Kereta Cepat Jakarta-Bandung Gratis, Begini Caranya

“Upaya menutupi kerugian”

Pengamat Ekonomi Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti mengatakan mendukung perluasan kereta cepat hingga ke Surabaya untuk menutupi kerugian dari proyek itu. Karena teknologi dengan capital expenditure seperti itu sudah pasti akan rugi.

“Untuk menutupi kerugian proyek Bandung memang harus di-expand ke travel time yang minimal tiga jam perjalanan untuk kasus kereta api cepat atau kisaran jarak 400 hingga 500 kilometer,” ujar dia kepada BenarNews.

“Sepertinya untuk menutupi ini pemerintah memperpanjang rute karena dimungkinkan internal rate of return-nya akan lebih rasional untuk mengurangi payback period dan kerugian proyek tersebut,” terang dia.

Menurutnya, jika menggunakan teknologi yang lain seperti dari Jepang, harganya akan lebih mahal, sehingga tidak ada jalan lain selain ekspansi proyek dengan melanjutkan proyek tersebut guna memenuhi skala ekonomi proyek secara keseluruhan.

“Implikasinya, proyek harus berlanjut dan mungkin harus berlanjut dengan pemimpin yang pro Pak Jokowi,” kata Yayan.

“Andaikan tidak, sehubungan dengan keuangan negara yang semakin ketat karena cost yang semakin mahal seperti nilai tukar dan minyak yang terus naik, ongkos kereta api cepat tahap dua akan semakin mahal,” jelasnya.

Dia menambahkan dalam konsep skala ekonomi dari proyek hal ini penting, tetapi jika dari uang negara dan pajak tampaknya terlalu besar pengorbanannya, karena multiplier effect dari kereta api itu lebih lama dari tol yakni minimal 25 hingga 35 tahun.

Perlu studi kelayakan

Pengamat Hubungan Internasional Universitas Al Azhar Indonesia Raden Mokhamad Luthfi mengatakan perlu dilakukan studi kelayakan kembali apakah kereta cepat benar-benar diperlukan untuk menghubungkan Jakarta-Surabaya.

Menurut Luthfi, Jakarta sudah tidak lagi menjadi ibu kota dan adanya transportasi udara yang semakin mudah.

“Saya cenderung ingin melihat lebih banyak pemerataan pembangunan transportasi berbasis rel tersebut di luar Jawa seperti Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi sebagai wilayah yang akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru,” terangnya.

Menurut Luthfi, apabila memang kemudian dinilai perlu adanya kereta cepat, Indonesia juga tetap harus membuka diri terhadap penawaran dari Jepang yang telah berhasil dalam mengembangkan MRT di Jakarta dan relatif tanpa kontroversi.

Indonesia, khususnya Prabowo Subianto, lanjut Luthfi, yang akan menjadi presiden nanti, perlu tetap berkaca dari bagaimana proyek Belt and Road Initiative China di berbagai negara agar jangan sampai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi seperti Hambantota Seaport di Srilanka.

“Pada akhirnya Srilanka tidak dapat mengembalikan utang investasi dan kemudian dikembalikan untuk dikelola langsung Beijing,” kata Luthfi.

“Saya berharap Indonesia menyisakan ruang kritis terhadap kerja sama Indonesia dan China, dan tetap memperjuangkan kepentingan Indonesia dalam negosiasi berbagai proyek,” imbuhnya.

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life