Home » Pengolahan Kompos Organik, Paradigma Baru Penanganan Sampah

Pengolahan Kompos Organik, Paradigma Baru Penanganan Sampah

by Junita Ariani
2 minutes read
sampah 1

ESENSI.TV - JAKARTA

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan “Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri”.

Kegiatan ini merupakan rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023 yang bertema “Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat”.

Menteri LHK, Siti Nurbaya, yang membuka  kegiatan tersebut di Lapangan Banteng, Jakarta (26/2/2023), mengatakan, gerakan membuat kompos dilakukan serentak di beberapa daerah.

Kegiatan ini kata dia, menjadi penting dalam upaya menyelesaikan masalah persampahan secara tuntas sesuai dengan tema HPSN 2023.

“Penuntasan masalah sampah bukan hal yang mudah. Composting atau membuat kompos dari sampah organik, merupakan aktualisasi paradigma baru dalam pendekatan penanganan persampahan,” jelasnya.

Menteri LHK mengatakan, metode kompos dapat membuat sampah menjadi berkah atau bernilai ekonomi. Bahkan selama puluhan tahun kompos dipakai menjadi pupuk organik.

“Sampah bekas makanan, sayuran  dapat menjadi pupuk bagi tanaman,” jelasnya.

Dalam prakteknya, pupuk kompos sangat penting karena kompos dapat menyuburkan tanah, menambah kandungan organic matter pada tanah soil. Kemudian, dapat meningkatkan water holding capacity (butir-butir tanah) yang dapat memperbaiki tekstur dan struktur tanah.

Menteri Siti mengharapkan seluruh masyarakat di Indonesia dapat memilah dan mengolah sampah organik rumah tangga secara mandiri.

“Jika seluruh masyarakat melakukan pengomposan secara mandiri di rumah, maka 10,92 Juta ton sampah organik tidak dibawa ke TPA. Dan, itu dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 6,834 juta ton CO2eq,” jelas Siti.

Ia juga mengimbau agar masyarakat jangan takut untuk mulai mengompos, karena mengompos itu tidak sulit dan hanya memerlukan kemauan untuk mencoba.

Sampah Organik Kontributor Terbesar

Berdasarkan data dari daerah yang dihimpun oleh KLHK tahun 2022, jumlah timbulan sampah di Indonesia sebesar 68,7 juta ton/tahun. Dari angka itu sekitar 41,27% diantaranya merupakan sampah organik, khususnya sampah sisa makanan.

Baca Juga  DPR Kritik Rencana PT KCI Impor Kereta Bekas dari Jepang untuk KRL Jabodetabek

Kurang lebih 38,28% dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga. Selain itu, sampah organik juga merupakan kontributor terbesar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca jika tidak terkelola dengan baik.

“Berdasarkan data KLHK Tahun 2022 juga bahwa sebanyak 65,83% sampah di Indonesia masih diangkut dan dibuang ke landfill,” terangnya.

Sampah organik sisa makanan yang ditimbun di landfill akan menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memiliki kekuatan lebih besar dalam memerangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida (CO2).

Kondisi itu mempertegas bahwa pengelolaan sampah organik, khususnya sampah sisa makanan adalah penting dan perlu menjadi perhatian utama.

“Dalam upaya mencapai target Zero Waste sudah saatnya sekarang kita meninggalkan pendekatan atau cara kerja lama kumpul-angkut-buang yang menitikberatkan pengelolaan sampah di TPA,” tegas Menteri LHK.

Dikatakannya, penimbunan sampah di landfill, terutama jika dikelola secara open dumping dapat menimbulkan permasalahan lingkungan, kesehatan. Bahkan berkontribusi besar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca yang dapat memberikan efek global perubahan iklim.

Dalam pelaksanaan penurunan emisi gas rumah kaca, peringatan HPSN 2023 menjadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia menuju Zero Waste Zero Emission Indonesia.

“Compost Day – Kompos Satu Negeri ini bertujuan untuk mengubah pola pikir/mindset kita semua dalam mengelola sampah, khususnya sampah organik yang berasal dari sisa makanan,” jelas Menteri LHK. *

#beritaviral
#beritaterkini

Editor: Erna Sari Ulina Girsang

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life