Home » Ribuan Dokter Di Korea Selatan Resign, Ini Dampak dan Penyebabnya

Ribuan Dokter Di Korea Selatan Resign, Ini Dampak dan Penyebabnya

by fara dama
2 minutes read
Foto: Dokter spesialis dari 3 rumah sakit di Jayapura melakukan aksi demonstrasi di kantor Gubernur Papua.

ESENSI.TV - JAKARTA

Otoritas kesehatan Korea Selatan menyebut ribuan dokter magang di sejumlah rumah sakit melakukan aksi mogok kerja pada Rabu (21/02). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes pada rencana pemerintah yang akan melakukan penerimaan lebih banyak mahasiswa di sekolah kedokteran.

Pemerintah berencana meningkatkan jumlah penerimaan di sekolah kedokteran sebesar 2.000 pelajar di tahun ajaran 2025. Lebih jauh lagi, pemerintah Korsel akan memperbanyak kuota penerimaan mahasiswa kedokteran di tahun selanjutnya.

Para dokter yang melancarkan aksi mogok kerja dan resign mengatakan bahwa Korea Selatan sudah memiliki cukup dokter. Para dokter yang melakukan aksi itu menginginkan agar pemerintah lebih memaksimalkan dokter yang sudah ada dengan fasilitas, juga meningkatkan pendapatan dan kondisi kerja.

Aksi ini terus berlanjut sampai pekan ini. Di awal pekan, 6.500 dari 13.000 dokter dan dokter magang di rumah sakit Korea Selatan mengundurkan diri secara massal.

Diikuti oleh 1.600 dokter peserta pelatihan di sejumlah rumah sakit Korsel juga berhenti bekerja, keesokan harinya.

Sikap ini mengakibatkan terganggunya perawatan sejumlah pasien. Operasi bedah dan perawatan medis harus tertunda akibat hal ini.

Pemerintah Korsel mengatakan akan melakukan berbagai upaya agar pasien bisa mendapat pelayanan sebagaimana mestinya. Termasuk akan mengusut pihak yang menghasut para dokter untuk resign masal.

Korsel merupakan salah satu negara dengan rasio dokter per penduduk terendah di antara negara-negara maju.

Populasi Korsel berjumlah 52 juta jiwa. Pada 2022, mereka memiliki 2,6 dokter per 1.000 orang jauh di bawah rata-rata yakni 3,7 di negara maju.

Sebaran Dokter Di Indonesia

Sama halnya dengan di Korsel, Indonesia juga sebenarnya masih kekurangan jumlah dokter.

Pada tahun 2022 Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin menuturkan butuh waktu 10 tahun bagi Indonesia agar memiliki jumlah dokter yang ideal sesuai dengan standar World Health Organization (WHO). Jumlah standar WHO yakni sebanyak 1 dokter per 1.000 penduduk.

Baca Juga  Partai Golkar: Kuat di Pileg, Loyo di Pilpres

Dengan total jumlah penduduk kurang lebih 270 juta jiwa, jumlah dokter di Indonesia yang melakukan praktik masih berada di kisaran 140.000 menurut tuturan dari Menkes RI. Artinya, Indonesia masih butuh sekitar 130.000 dokter lagi untuk memenuhi standar ideal yakni sebanyak 270.000 dokter.

Hal ini sempat disinggung oleh capres nomor urut 2, Prabowo-Gibran.

“Kita kekurangan sekitar 140.000 dokter dan itu akan kita segera atasi dengan cara kita akan menambah fakultas kedokteran di Indonesia,” kata Prabowo.
Menurutnya, jumlah fakultas kedokteran di Indonesia saat ini baru mencapai 92 fakultas. Ke depan, dia berjanji untuk membangun sebanyak 300 fakultas kedokteran untuk menjawab tantangan kekurangan jumlah dokter di Indonesia tersebut.

Penyebab Indonesia Masih Kurang Tenaga Ahli

Menyikapi kasus yang yang terjadi di Indonesia, yakni masih kurangnya tenaga medis, bagaimana dengan tenaga kerja ahli yang lain sebut saja dokter spesialis, ahli atau spesialis dalam bidang tertentu. Apakah kondisinya sama mirisnya?

Berdasarkan data yang didapatkan dari Veracity, ada tiga sorotan utama tentang pekerjaan.

Pertama, memastikan bahwa perekrutan didasarkan pada prestasi dan keterampilan (bukan penampilan, hubungan, atau usia)

Kedua, kita juga harus berbicara tentang memprioritaskan pekerja Indonesia. Pekerjaan untuk orang Indonesia dan bukan untuk orang asing.

Ketiga, hal yang sama dengan masalah pekerjaan kontrak. Mungkin itu perlu ditinjau ulang untuk memastikan hak-hak pekerja.

Ketiga poin diatas merupakan masalah yang kerap dihadapi para pencari pekerjaan di Indonesia. Alhasil banyak orang yang tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, sulitnya dan takutnya menjadi tenaga ahli karena belum ada kepastian jenjang karier yang jelas.

Editor: Raja H. Napitupulu

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life