Home » Strategi Ampuh Mengatasi Permasalahan Tunawisma

Strategi Ampuh Mengatasi Permasalahan Tunawisma

by Lala Lala
4 minutes read
pexels chris john 2783232

ESENSI.TV - JAKARTA

Strategi ampuh mengatasi permasalahan tunawisma. Pemimpin kota butuh waktu yang tidak sedikit untuk menyelesaikan permasalahan tunawisma. Tidak pernah ada cara yang terbukti ampuh untuk hal tersebut.

Strategi Perumahan

Terdapat salah satu model yang dikenal dengan ‘housing first’ atau ‘perumahan pertama’. Model ini memprioritaskan untuk menyediakan rumah permanen bagi para tunawisma. Tidak hanya itu, layanan dukungan untuk memperbaiki kondisi mental, penyalahgunaan zat, hingga pelatihan kerja juga tersedia.

Model ini berhasil mendapat dukungan yang kuat setelah hampir tiga dekade, banyak bukti yang menunjukkan keefektifannya. Namun, tidak berjalan begitu mulus, model ini menghadapi tantangan di beberapa bidang.

Peningkatan harga sewa menyebabkan sulitnya menemukan unit rumah bagi tunawisma. Sebanyak 7 juta rumah diperkirakan masih dibutuhkan untuk penyewa termiskin di AS, menurut Koalisi Perumahan Berpenghasilan Rendah Nasional. Anggaran untuk layanan sosial yang semakin menyusut juga tidak dapat diandalkan.

Upaya Pemerintah

Sepanjang masa jabatan kedua Barack Obama, tunawisma di jalanan serta tempat penampungan terus menurun. Peningkatan yang kembali terjadi di tahun 2017 mengundang kekhawatiran dan reaksi politik di beberapa kota dengan biaya tinggi seperti San Fransisco, Austin, dan Seattle.

Nasib perumahan pertama saat ini mengalami politisasi baru. Kritik kemudian semakin ditujukan kepada para kongres, peneliti perumahan, dan organisasi tunawisma nasional, hingga HUD (House and Urban Development).

Meski begitu, anggota parlemen menjelaskan bahwa kebijakan baru mereka merupakan teguran terhadap model ‘housing first’ ini.

Upaya Swasta

Sam Tsemberis, CEO organisasi nasional ‘Pathways to Housing’ sekaligus pelopor model ‘housing first’ di New York menciptakan perubahan tajam dari kesepakatan sebelumnya mengenai kebijakan tunawisma.

Pendekatan sebelumnya yang disebut sebagai ‘kesiapan perumahan’ atau ‘perawatan pertama’, mengharuskan orang-orang memenuhi tujuan stabilitas dan kemandirian tertentu untuk selanjutnya mendapat akses ke perumahan permanen.

Tahun 2000, ia dan rekannya menerbitkan hasil perbandingan klien Pathways dengan mereka yang tinggal melalui pendekatan ‘kesiapan perumahan’, dalam penelitian perbandingan ini disebut sebagai kelompok kontrol.

Terlihat 88 persen klien Pathways tetap tinggal di rumah dibandingkan dengan 47 persen kelompok kontrol selama periode lima tahun.

Strategi Mengatasi Penyakit Mental

Hasil ini kemudian didukung oleh uji coba terkontrol acak pada tahun 2004. Di antara 225 orang tunawisma dengan penyakit mental, peserta yang ditugaskan ke program ‘housing first’ mendapat perumahan lebih awal dan lebih stabil dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Uji coba serupa lainnya pada tahun 2007, menemukan di antara 260 peserta tunawisma di pinggiran kota New York yang ditugaskan ke program perumahan pertama lebih cenderung mempertahankan perumahan mandiri permanen daripada kelompok kontrol selama periode empat tahun.

Studi lain menemukan model itu tidak hanya efektif tetapi juga menghemat uang kota.

Badan penelitian telah mengubah cara pembuatan kebijakan dan pakar di AS dan cara seluruh dunia memandang tunawisma.

Salt Lake City, Utah, menjadi kota besar pertama yang menerapkan model ‘housing first’ pada tahun 2005. Di tahun 2014 model ini ditampilkan dalam berbagai publikasi karena berhasil mengurangi tunawisma.

Kanada meluncurkan uji coba lainnya yang terkontrol secara acak terbesar di dunia dari model ‘housing first’ di lima kota pada tahun 2008.

Uji coba ini diikuti lebih dari 2.000 orang dengan penyakit mental serius selama dua tahun. Hasil uji coba ini menemukan kesuksesan model ini, jika dibandingkan dengan model ‘perawatan pertama’ untuk tunawisma.

Baca Juga  Walkot Depok Wajibkan 3 In 1 bagi ASN yang Ngantor Naik Mobil

Awal tahun ini, para peneliti di California menerbitkan hasil dari percobaan acak terhadap individu tunawisma kronis di Santa Clara selama tujuh tahun.

Pada studi ini menemukan bahwa mereka yang berada di ‘housing first’ rata-rata lebih sedikit menggunakan layanan darurat psikiatri dan lebih banyak menggunakan layanan kesehatan mental rawat jalan. Margot Kushel, yang mengarahkan Inisiatif Tunawisma dan Perumahan Benioff UCSF mengatakan bahwa eksperimen ini sengaja dilakukan. Tujuannya untuk mencoba tempat tinggal terlebih dahulu bagi pasien yang menurut masyarakat paling sulit untuk ditampung dan ini berhasil.

Langkah Gedung Putih

Gedung Putih Trump menunjuk Robert Marbut, seorang kritikus perumahan pertama yang sudah lama, untuk memimpin Dewan Antar Lembaga AS tentang tunawisma.

Badan tersebut kemudian menerbitkan sebuah laporan yang berfokus pada kelemahan ‘housing first’. Badan itu mendorong para pemimpin untuk mempertimbangkan kembali kebutuhan ketenangan dan perawatan lain sebagai imbalan atas bantuan perumahan.

Presiden Joe Biden kemudian memperbarui komitmen pemerintah federal untuk mengutamakan perumahan. Termasuk mengkampanyekan model tersebut dan menjadikannya prioritas untuk pemerintahannya dengan dana dari Rencana Penyelamatan Amerika.

Timnya juga menekankan pencegahan penggusuran, penyebab tunawisma yang biasanya diabaikan.

Kebijakan Menarik

Beberapa kebijakan konservatif menarik perhatian dari sebuah penelitian yang terbit pada tahun 2021.

Penelitian ini  mengamati 73 individu yang tidak terlindungi secara kronis di Boston selama 14 tahun. Sementara 82 persen peserta program yang menerima perumahan pendukung permanen masih memiliki rumah setelah satu tahun.

Hanya 36 persen yang masih memiliki rumah setelah lima tahun, dan hanya 12 persen setelah 10 tahun. Hampir setengah dari peserta meninggal saat berada di rumah, termasuk dari kondisi seperti sirosis, penyakit jantung, dan kanker.

Model ‘housing first’ meminta individu untuk menyediakan perumahan permanen, tetapi tidak mengklaim bahwa perumahan saja sudah cukup.

Pemeriksaan rutin oleh manajer kasus yang terlatih diperlukan. Begitu juga dukungan sosial dan ketersediaan medis.

Ahli mengatakan, memiliki layanan bersifat sukarela akan mempertahankan rasa otonomi individu, yang secara umum mengarah pada penyerapan yang lebih tinggi.

Tunawisma di Indonesia

Penanganan tunawisma sendiri di Indonesia berpedoman pada Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Pasal itu menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Selain itu, disebutkan juga negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Dilansir dari wapresri.go.id, pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat membangun masyarakat yang sejahtera secara terarah. Juga terpadu, dan berkelanjutan melalui program Sentra Kreasi Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) milik Kementrian Sosial.

Program ini diharapkan menjadi wujud nyata pemerintah sebagai upaya memberi kesejahteraan untuk setiap warga negara termasuk kaum terlantar.

Program ATENSI ini menyalurkan bantuan sosial, misalnya bagi anak yatim piatu, pemberian makan untuk lanjut usia serta penyandang disabilitas. Selain itu, pembangunan rusunawa, perekaman data kependudukan bagi pemulung dan tunawisma yang belum memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) maupun KK (Kartu Keluarga), serta Kartu ATM juga dilakukan program ATENSI.

Program ini diharapkan secara berkala dapat memberikan efek positif bagi upaya penanganan dan pemberdayaan tunawisma di Indonesia.

 

Dr. M. Ardika Lutfhi (Pengamat Kebijakan Sosial Ekonomi Masyarakat)

Editor: Addinda Zen

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life