Home » TRANSFIGURASI PEMUDA DAN MASA DEPAN POLITIK INDONESIA

TRANSFIGURASI PEMUDA DAN MASA DEPAN POLITIK INDONESIA

by Administrator Esensi
2 minutes read
Pemuda Berpolitik

ESENSI.TV - JAKARTA

Dalam korespondensi historis dunia maupun negara Indonesia, pemuda memiliki peranan yang sangat signifikan dalam mendisrupsi kemampuan potensialnya di dalam membentuk sivilisasi wajah politik yang baru (Syarifuddin, 2012). Titik kulminasi sejarah partisipasi politik pemuda dapat dilihat dari meletusnya revolusi Prancis pada tahun 1789 dan revolusi agama yang dipelopori oleh Martin Luther dengan menempelkan 95 dalil Al-Kitab di pintu gereja Wittenberg (Isharyanto, 2016 : 55). Revolusi tersebut mendengungkan adanya hak-hak kebebasan atas despotisme pemerintahan Abad Pertengahan yang dikenal sebagai Declaration des Droits de I’Homme et du Citoyen atau yang lebih dikenal dengan The French Declaration, yang menyatakan adanya hak-hak yang lebih rinci dalam prinsip Rule of Law. Revolusi ini merupakan sebuah respon dan sikap reaksioner terhadap masyarakat feodal, termasuk di dalamnya pemuka agama dan pemerintah yang bersistem monarki absolut (Anas, dkk, 2015 : 19).

Sikap dikotomi diametral pemuda yang bersifat apatis terhadap politik menjadi problematika krusial yang harus diselesaikan. Bukan tanpa alasan, rendahnya partisipasi pemuda dalam bidang politik merupakan implikasi dari rendahnya elektabilitas dan akuntabilitas partai politik sebagai penjaga gerbang demokrasi. Sebagaimana diungkapkan oleh Carl J. Friedrich, La Palombara, dan Anderson, bahwa partai politik mulai mengalami transformasi pada sikap pragmatis dan tujuan partikular (Labolo & Teguh, 2015 : 181). Sehingga partai politik mengalami disorientasi pada persoalan urgent seperti halnya rekrutmen dan pola kaderisasi politik. Menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2021 menyatakan bahwa pola rekrutmen dan kaderisasi partai politik masih bersifat buruk. Hasil survei membuktikan bahwa 50,9% cara pemilihan anggota DPR hanya mewakili kepentingan partai politik, bukan kepentingan umum. Sebanyak 61,9% responden menyatakan bahwa keinginan partai politik belum tentu menjembatani kepentingan masyarakat. Hanya 11% responden yang menyatakan bahwa partai politik mewakili kepentingan masyarakat.

Menyuarakan Kepentingan Rakyat

Dalam hal menyuarakan kepentingan rakyat, media massa mendapatkan respon yang lebih tinggi dibandingkan partai politik dari 31% responden. Sebanyak 52% responden menyatakan bahwa partai politik hanya mewakili kepentingan kelompok tertentu (Labolo & Teguh, 2015 : 200). Kerancuan rekrutmen dan pola kaderisasi tersebut secara riil terlihat pada pilkada melalui DPRD dengan ambang batas 20% dan mendapatkan suara DPRD sebanyak 25% yang disebut sebagai first past the post dan melalui jalur independen. Namun, yang lebih mendominasi dalam hal ini adalah melalui parlementary treshold, sehingga sebanyak 6,5%-10% membuat calon independen mengalami kegagalan karena dominasi rekrutmen tersebut (Fitriyah, 2020). Pada bidang yang lain, krisis fundraising juga menjadi faktor determinan lahirnya money politic dan budaya korupsi partai politik. Sifat eksklusif partai politik sebagai institusi publik dalam pengelolaan keuangan menjadikannya sukar untuk dikontrol, meskipun secara konstitusional telah diatur di dalam UU No. 2 Tahun 2008 yang diubah menjadi UU No. 2 Tahun 2011 (Labolo & Teguh, 2015 : 204).

Menurut Transparency Internasional-Indonesia (TK-I), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Corruption Perception Index (CPI) pada tahun 2019, Indonesia naik ke posisi 89 dari 180 negara di dunia dan berada di posisi ke 4 dalam kawasan ASEAN. Hal itu merupakan implikasi dari semakin naiknya angka korupsi di Indonesia, sebagaimana diungkapkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) (Elyta, dkk, 2022). Hal yang demikian semakin membuat kredibilitas partisipasi masyarakat dan para pemuda bersikap apatis pada persoalan politik, karena banyaknya permainan kotor di dalamnya akibat dari adanya malpraktik politik yang berimplikasi pada persaingan politik yang hipokrit dan mengorbankan kepentingan masyarakat (Aldho, 2019).

Indonesia juga dihadapkan pada persoalan bonus demografi yang menuntut adanya inisiatif terhadap ekstrapolasi Human Development Reports (HDR) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang eksesif, terutama dalam hal ini untuk perbaikan politik di Indonesia oleh para regenerasi aktor politik (Falikhah, 2022).

Esai ini ditulis sebagai langkah solutif dalam mentransfigurasikan peran dan usaha pemuda di bidang politik, utamanya di dalam mempersiapkan Pemilu 2024 dengan kualitas demokrasi yang superior untuk menghasilkan pemimpin negara Indonesia yang adaptif dan responsif terhadap kepentingan masyarakat Indonesia.

Pemuda yang Berkualitas

Negara yang dinamis dan progresif merupakan indikator yang dideterminasi oleh intensional kualitas pemudanya. Pemuda merupakan pilar penyanggah keberlangsungan sebuah negara. Bukan tanpa alasan, rasionalisasi yang paling masuk akal adalah karena pemuda memiliki semangat besar, daya serap, daya pikir yang cepat, dan struktur fisiologis yang masih prima. Karena peran pemuda yang begitu strategis,  Ir. Soekarno sampai menyatakan “Berikan aku 1.000 orang tua, niscaya akan aku cabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 10 pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia”.

Pemuda yang dimaksud dalam perspektif tersebut adalah pemuda yang berkualitas, dinamis, aktif berkarya membuat perubahan, kreatif, revolusioner dan yang tidak kalah penting adalah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Wahjudi, 2018 : 9-10). Pemuda, secara epistemologi merupakan harapan bangsa, yaitu sosok yang telah memiliki kematangan dalam berpikir dan berperilaku (Edi, 2015 : 85). Dalam perspektif konstitusional, pemuda merupakan warga negara yang berumur antara 16 sampai 30 tahun (Nurmalisa, 2017 : 4).

Peran pemuda tidak hanya dipahami secara parsial dan limitatif pada persoalan akademis saja, melainkan juga pada bidang-bidang lainnya, terutama dalam hal ini adalah persoalan politik. Samuel P. Huntington menyatakan bahwa arus perubahan politik dunia akan dipelopori oleh generasi ketiga, yang olehnya disebut sebagai pemuda (Hasibuan, 2008 : 145). Dalam jejak historis negara Indonesia pasca reformasi, pemuda menjadi pelopor utama yang turut mewarnai lembaga eksekutif dan legislatif, karena pemahaman mereka tentang idealnya pemuda yang harus berjuang untuk bangsa dan negaranya melalui integrasi politik kultural yang dibangun atas substratum intensional pemuda (Hasibuan, 2008 : 144). Namun, apabila kita mereorientasikan lagi pada Pemilu tahun 2019, menurut Lembaga HICON Law dan Politic Strategic, golput pada Pilpres 2019 mencapai angka 29-30 persen dan partisipasi pemuda dalam hal ini hanya tercatat sekitar 22 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak pemuda yang bersikap apatis terhadap persoalan politik (Tomsom, 2019 : 13).

Kaderisasi Politik bagi Pemuda

Sebagai upaya untuk meminimalisasi problematika tersebut, maka solusi yang bisa ditawarkan dalam hal ini adalah kaderisasi politik bagi pemuda yang dilakukan oleh partai politik dalam upaya untuk mengkonstruksi paradigma pemuda tentang signifikansi peran pemuda dalam politik dan regenerasi kepemimpinan. Dengan begitu, pemuda akan lebih menginternalisasikan status dirinya sebagai pemuda yang harus turut andil dalam memajukan negara Indonesia (Hasibuan, 2008 : 220).

Partisipasi pemuda dalam ranah politik di dalam menyiapkan pesta demokrasi Pemilu tahun 2024 dirasa sangatlah urgent. Mengingat kemunculan beberapa partai politik seperti Partai Kebangkitan Nasional (PKN), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Ummat, Partai Rakyat Adil dan Makmur (Prima), Partai Rakyat dan Partai Pelita, membuat kontestasi politik semakin terekstrapolasi dan tentunya akan berimplikasi pada rendahnya kualitas pemilu di tengah amplifikasi partai politik yang semakin membeludak (Hartanto, dkk, 2022). Melihat realitas yang demikian, merupakan sebuah bentuk keniscayaan bagi pemuda untuk turut serta hadir berkontestasi di dalam partai politik.

Baca Juga  DPR Setujui Rancangan Peraturan KPU tentang Dapil dan Jumlah Kursi Pemilu 2024

Pemuda pada dasarnya tidak hanya dilimitasikan pada apologi “agent of change”, tetapi pemuda juga memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi pemimpin yang memimpin perubahan dengan semangat (Jasuli, 2022 : 46). Perubahan progresif sebagai bentuk manifesto dari kepemimpinan pemuda hanya bisa dibentuk melalui cakrabirawa kaderisasi partai politik. Melalui kaderisasi partai politik inilah, potensi-potensi dalam diri pemuda bisa terdisrupsi secara matang. Kaderisasi politik bagi pemuda merupakan modal awal di dalam membentuk agenda-agenda strategis berupa kepemimpinan pemuda yang memiliki kekuatan utama dalam kepemimpinan nasional, mampu menginternalisasikan nilai-nilai kepemimpinan pemuda yang transformatif berdasarkan prinsip servant leader dan alimatisasi kepemimpinan yang adaptif dan responsif di tengah realitas masyarakat saat ini (Hasibuan, 2008 : 218).

Arie Sudjito seorang Dosen Sosiologi Politik Universitas Gajah Mada menjelaskan bahwa dalam grand strategy organisasi politik maupun massa merupakan faktor determinan sebagai alat politik di dalam membuat sebuah perubahan. Melalui organisasi-organisasi politik, terutama dalam hal ini adalah partai politik, mampu membuat karakter yang partikular bertransformasi menjadi karakter kolektif yang mementingkan kepentingan bersama (Hasibuan, 2008 : 222). Partisipasi pemuda dalam partai politik akan menjadi solusi alternatif yang sangat brilian dalam meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Alexander Hamilton mengatakan bahwa keterlibatan pemuda dalam partai politik, akan menjadi pisau analisis yang tajam dalam mengkualifikasi pemimpin berdasarkan aspek kapabilitas dan integritas sebagai parameter kelayakan dalam menduduki kursi jabatan (Steven Levitsky & Daniel Ziblatt, 2018 : 26).

James Ceaser seorang Pakar Ilmu Politik juga mengafirmasi pendapat Hamilton, bahwa keterlibatan pemuda dalam partai politik, akan menjadi gerbang yang menghalangi masuknya demagog yang mengancam terhadap kualitas demokrasi (Steven Levitsky & Daniel Ziblatt, 2018 : 27). Dalam aspek yang lain, keterlibatan pemuda dalam partai politik merupakan opsi definitif di dalam menjadi wadah edukasi, sosialisasi, dan komunikasi politik bagi masyarakat umum. Menurut Sigmund Neauman, dengan kompetensi yang dimiliki pemuda, maka dia akan mampu melakukan manajemen komunikasi politik sebagai jembatan untuk menghubungkan kekuatan-kekuatan, ideologi sosial, dan kepentingan umum terhadap lembaga pemerintahan (Budiardjo, 2008 : 406).

Gabriel Almond juga menambahkan bahwa komunikasi politik semacam itu merupakan pembuluh darah yang mengantarkan pesan-pesan politik yang berupa tuntutan, protes, dan dukungan ke jantung pemrosesan politik, untuk dijadikan sebagai bahan konsiderasi dalam agenda setting pemerintah di dalam memformulasikan kebijakan publik yang akan dicanangkan (Ngalimun, 2021 : 137). Keterlibatan pemuda dalam ranah politik dan komunikasi politik merupakan entitas yang korelatif, dalam upaya menaikkan citra dan elektabilitas masyarakat terhadap partai politik.

Rebranding Wajah Politik Indonesia

Opsi fungsional yang dapat dilakukan oleh pemuda dalam mengkonstruksi wajah baru perpolitikan di Indonesia adalah dengan cara rebranding. Menurut Muzellec dan Lambkin, rebranding bertujuan untuk mengubah citra politik dengan menampilkan simbol, istilah, dan wajah baru yang lebih positif sehingga menimbulkan kuriositas (Budianto, 2018 : 27). Manifestasi paling riil dari aktivitas rebranding yang dilakukan oleh pemuda sebagaimana diungkapkan oleh Pye meliputi tiga dimensi, yaitu ekulitas, yang menjunjung tinggi emansipasi yang bersifat humanis dan tidak diskriminatif tanpa membedakan perbedaan ekonomi, agama maupun politik. Selanjutnya, disebutkan oleh Pye sebagai dimensi kapasitas, yaitu kemampuan membaca keadaan dan kebutuhan publik sehingga menghasilkan fact finding yang memenuhi kebutuhan publik. Dan yang terakhir diferensiasi struktural, di mana antarstruktur harus melaksanakan tanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, sehingga publik menilai bahwa partai politik bekerja sesuai dengan spesialisasi dan kualifikasi keahliannya, implikasinya adalah kredibilitas masyarakat terhadap partai politik semakin naik (Yuningsih, 2003).

Konsep rebranding dalam dimensi kapabilitas menduduki peranan yang sangat penting di dalam pembangunan politik. Regenerasi muda merupakan harapan bangsa dalam upaya membangun perpolitikan Indonesia dengan kapabilitas yang cenderung masih segar. Shanmugaratnam dengan menggunakan pendekatan neoliberal mengungkapkan bahwa kapabilitas pemuda harus membuat sebuah dominasi penting dalam ranah politik untuk membaca dan menyerap berbagai macam isu nasional dan internasional, seperti halnya isu politik identitas dan ekonomi politik Indonesia dan internasional. Dominasi kapabilitas pemuda akan membawa diskursus semacam itu dengan melalui digitalisasi politik, yang diharapkan juga mampu melampaui sektor-sektor lainnya.

Indonesia

Sumber: We Are Social (detik.com)

Data tersebut menunjukkan bahwa populasi rakyat Indonesia yang berada dalam angka 274 juta jiwa menggunakan telepon seluler sebanyak 345 juta, dalam artian masyarakat Indonesia menggunakan dua nomor dalam satu telepon. Dengan angka penggunaan internet sebesar 202 juta dan aktif di sosial media sebanyak 170 juta orang. Fenomena semacam ini merupakan kekuatan potensial dan peluang bagi pemuda untuk menggunakan daya rasionalitasnya untuk memperbaiki politik Indonesia melalui rebranding kapabilitas dengan instrumen digital untuk penyebaran informasi secara cepat, akurat dan komperhensif terhadap masyarakat (Komaruddin & Asrul, 2020). Digitalisasi politik merupakan satu-satunya cara yang efektif dan akurat untuk mengadakan komunikasi, sosialisasi, dan edukasi politik. Di samping itu, digitalisasi politik merupakan langkah disruptif people power di Indonesia, yaitu dengan cara mem-blow up isu politik positif dan kekinian di Indonesia maupun di kancah dunia. Demikianlah langkah-langkah inovatif dan solutif yang bisa dilakukan oleh pemuda dalam rangka menaikkan citra dan elektabilitas politik masyarakat terhadap politik di Indonesia dalam upaya mencegah adanya sikap apatis dan golput dalam rangka suksesi pemilihan umum pada tahun 2024 mendatang, untuk mencari pemimpin yang adaptif dan responsif terhadap kepentingan masyarakat Indonesia.

Kesimpulan

Transfigurasi peran pemuda di dalam ranah politik merupakan keniscayaan, dalam upaya membuat citra dan elektabilitas politik dengan wajah yang baru. Pemuda harus senantiasa berdiskursus dan menumpahkan ide-idenya untuk membuat perubahan yang besar di Indonesia dan sebagai calon pemimpin masa depan. Peran pemuda dalam politik merupakan opsi definitif untuk mengkualifikasi calon pemimpin di Indonesia, khususnya dalam menyiapkan calon pemimpin di tahun 2024. Rebranding melalui dominasi kapabilitas dan dengan instrumen digital merupakan upaya yang akurat dalam membuat wajah dan kepercayaan baru masyarakat untuk berdaya bersama dalam mensukseskan pemilu mendatang di tahun 2024.

Saran

Harapan penulis, semoga dengan adanya tulisan ini, dapat memberikan konsientitasi terhadap pemuda dalam meningkatkan perannya untuk memberikan perubahan besar di dalam konstelasi politik Negara Republik Indonesia. Wajah politik yang lebih adaptif dan responsif hanya bisa ditopang oleh intensional peran pemuda yang partisipatif.

 

Editor: Addinda Zen/Raja H. Napitupulu

 

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life