Home » Benarkah Ada Gurita Bisnis Keluarga Banteng di Lingkaran Kekuasaan?

Benarkah Ada Gurita Bisnis Keluarga Banteng di Lingkaran Kekuasaan?

by Administrator Esensi
3 minutes read

ESENSI.TV - JAKARTA

Kasus dugaan korupsi pengadaan menara base transceiver station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022 melebar kemana-mana. Salah satunya ada isu liar aliran dana korupsi yang merugikan negara sebesar Rp8 triliun itu kepada tiga parpol.

Dua nama besar yang disebut-sebut kecipratan dana haram itu adalah PDI Perjuangan dan Partai Gerindra. Korupsi yang menjerat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem, kini tengah diusut oleh Kejagung.

Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menganggap isu aliran dana korupsi ke parpol itu hanyalah gosip politik belaka. “Mari kita berpikir positif saja ini tidak mengarah ke partai,” tutur Mahfud. 

Politisi dari partai yang disebut menerima aliran dana itu sendiri sudah menyanggah. Namun, pada dasarnya hubungan antara partai politik dan pengusaha cukup erat. Bahkan, data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan, sebanyak 82% dana logistik bagi para kontestan politik pada umumnya berasal dari penyandang dana atau cukong.

Benarkah Ada Privilege untuk Penguasa?

Sudah menjadi rahasia umum, bila partai yang berkuasa juga akan banyak menikmati privilege khususnya kemudahan untuk mendapatkan sumberdaya bisnis, baik itu proyek maupun sumber pendanaan. Benarkah demikian?

Misalnya, baru baru ini perusahaan milik Happy Hapsoro yang merupakan menantu Presiden Megawati Soekarnoputri, PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) mendapatkan fasilitas pembiayaan kredit dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) pada awal tahun ini.

Happy Hapsoro yang bernama lengkap Hapsoro Sukmonohadi adalah pebisnis ulung di pasar modal. Kedekatannya dengan pusat kekuasaan membuat ia begitu leluasa membuat gurita bisnis hampir di semua sektor bisnis. 

Moncernya kerajaan bisnis Happy sejalan dengan berkuasanya PDIP sejak 2014. Pada November 2022 lalu, Happy mencaplok saham PT Singaraja Putra Tbk (SINI) yang bergerak di bidang layanan akomodasi serta hotel. 

Perusahaan ini bergerak di bidang operasi bisnis dalam layanan akomodasi perhotelan. Singaraja mengelola Imperial Singaraja, sebuah hostel modern yang menyediakan tiga jenis kamar akomodasi di kawasan strategis Lippo Cikarang.

Bisnis lain Happy yang cukup besar adalah di bidang gas alam melalui PT Rukun Raharja Tbk (RAJA).  Hapsoro memiliki 1,2 miliar atau setara 28,51% saham RAJA. Meski bukan yang terbesar, ia adalah pemegang saham pengendali RAJA.

Menantu Megawati ini juga masuk bisnis properti dengan mengakuisisi sebagian saham PT Sanurhasta Mitra (MINA) melalui kendaraan investasinya, PT Basis Utama Prima dengan porsi kepemilikan 45,71%. 

Saham Terbesar

Aksi tersebut membuat Happy Hapsoro menjadi pemegang saham terbesar MINA. Disusul di posisi kedua terbesar ada Eddy Suwarno yang memiliki 361,26 juta atau setara 5,50% saham MINA. Sedang sisanya sebesar 5,30% dimiliki oleh ASABRI.

MINA adalah pengembang properti. Salah satu aset utamanya adalah, pengelolaan lahan pengelola tanah seluas 40.663 m2 di kawasan Umalas, Sanur Kauh, Denpasar Selatan.  MINA juga sebagai pemegang utama saham PT Minna Padi Resorts, yang memiliki proyek bisnisnya “The Santai”, sebuah villa berkonsep mewah untuk liburan keluarga. 

Baca Juga  Airlangga Nilai Penunjukan Dito Ariotedjo sebagai Menpora Sudah Tepat

Selain itu, ada juga kepemilikan di PT Fortune Indonesia Tbk (FORU) melalui PT Energi Melayani Negeri (EMN).  PT EMN merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di sektor energi terbarukan dengan salah satu portofolio bisnis di segmen panel surya. Disinilah isu bila aliran dana korupsi BTS mengalir ke PDIP karena PT EMN disebut-sebut menjadi vendor penyedia panel surya untuk BTS.

Di sektor properti, Happy Hapsoro juga memiliki perusahaan bernama PT Red Planet Indonesia Tbk (PSKT) yang bergerak sebagai operator hotel. Lewat PT Basis Utama Prima, Hapsoro diketahui memiliki 40% saham PSKT. 

Selain perusahaan publik, perusahaan non-Tbk yang bergerak di sektor migas milik Happy Hapsoro adalah PT Odira Energy Persada. Happy juga pernah menjadi komisaris utama di jaringan hotel di Indonesia, yakni Red Planet. Akan tetapi, pada Agustus 2021, Happy Hapsoro mundur dari jabatan tersebut. 

Lebih Baik Daripada Korupsi

Kedekatan Happy dengan pusat kekuasaan yang membuat pundi-pundi keluarga Puan Maharani tentu saja membuat iri banyak pihak. 

Dari beberapa data sekunder, berikut daftar politisi PDIP yang korupsi dan harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diantaranya :

  1. Juliari Batubara

Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara merupakan salah satu politisi Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP) yang tersandung kasus korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19. 

Ia dijadikan tersangka oleh KPK pada tanggal 6 Desember 2020 silam.

  1. Andreau Misanta

Andreau Misanta merupakan Staf Ahli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang telah menyerahkan diri ke KPK setelah terkait dugaan kasus korupsi ekspor benih lobster. 

Andreau Misanta merupakan seorang politisi PDIP yang mencalonkan diri sebagai Caleg DPR RI pada pemilu 2019.

  1. Ajay M. Priatna

Ajay M. Priatna merupakan politisi PDIP dan sekaligus Wali Kota Cimahi. Ajay ditangkap oleh KPK terkait dengan proyek pengadaan pembangunan rumah sakit di kota Cimahi. Ia ditangkap pada hari Jumat, 27 November 2020 silam.

  1. Sri Hartini

Sri Hartini merupakan politisi PDIP dan Bupati Klaten yang terlibat dalam kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Ia tertangkap setelah menggelapkan uang sebesar Rp2 miliar dan kemudian divonis 11 tahun penjara.

  1. Muhammad Samanhudi Anwar

Muhammad Samanhudi Anwar adalah Wali Kota Blitar dan sekaligus politisi PDIP yang terjerat kasus korupsi proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar.

  1. Harun Masiku

Harun Masiku merupakan politisi PDIP yang saat ini masih menjadi buronan KPK yang terkena dugaan kasus korupsi. Ia diduga memberikan uang sebesar Rp850 juta kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan. 

Tujuan Harun Masiku memberikan uang itu untuk memuluskan rencana pergantian antar waktu Nazarudin Kiemas, yang merupakan caleg peraih suara terbanyak dan meninggal dunia tiga pekan sebelum pencoblosan.

Editor: Raja H. Napitupulu / Firda Nursyafira

You may also like

Copyright © 2022 Esensi News. All Rights Reserved

The Essence of Life